Menjaga Galuh

2121 Kata
Air tenang memang kadang lebih menghanyutkan. Sama seperti Teo yang terlihat tenang tapi diam-diam ingin kembali menenggelamkan Galuh seperti badai yang bergulung indah. "Tenang. Next aku akan melakukannya dengan sangat pelan hingga kau terbiasa, atau kita bisa coba lagi setelah sarapan, ku yakin pasti kau,,," "Ih gak ya Om." Protes Galuh yang benar-benar kembali merasa nyeri saat sekedar mengingat kejadian tadi malam. "Kenapa?" Tanya Teo pura-pura tidak menyadari rasa sakit yang tengah Galuh rasakan setelah percintaan mereka semalam. "Gak kenapa-kenapa," tolak Galuh. "Bukankah semalam aku juga mengatakan jika kau harus menatapku setiap kali berbicara atau ku ajak bicara?" Sarkas Teo mengingatkan apa yang semalam dia ucapkan, kemudian Galuh langsung mengangkat wajahnya, menoleh menatap Teo yang sedang berbicara padanya. "Iya." Galuh langsung mengangguk patuh dan Teo hanya balas tersenyum, setelahnya mereka benar-benar menyelesaikan sarapan mereka dengan cukup tenang, Galuh sudah membereskan sisa sarapan mereka untuk dia bawa ke dapur saat tiba-tiba ponsel di saku celana Teo bergetar. Ada panggilan masuk dari salah satu nomer customer nya yang kemarin benar-benar terus rewel minta ini itu, saat mobilnya tak kunjung selesai di perbaiki oleh para mekaniknya dan dua hari lalu dia mengatakan akan menangani masalah ini secara langsung, tapi karena kemarin dia mendadak menikah, akhirnya dia tidak mampir ke bengkal dan menyelesaikan masalah tersebut namun malah pergi untuk melangsungkan pernikahan secara mendadak. "Ya. Hallo!" Sapa Teo lebih dulu. "Bagaimana Om, apa mobil saya sudah selesai?" Tanya orang di sebrang telpon, to the poin. "Oh, maafkan kami bang, kemarin aku ada cara mendadak, jadi belum sempat mampir ke bengkel, tapi hari ini mobil itu pasti selesai kami kerjakan, dan untuk kompensasi keterlambatan kami, kami akan memberi Anda diskon dua puluh lima persen, jadi sekali lagi kami mohon maaf bang untuk keterlambatan ini!" Jawab Teo ramah seperti biasanya. "Baiklah. Saya akan menunggunya sampai sore nanti, dan semoga kali ini Om gak kembali bikin alasan!" Balas orang itu lagi dan Teo langsung menghela napas dalam diam sembari melepasnya, karena costumer yang satu ini benar-benar sangat cerewet. Sebenarnya bisa saja mengatakan jika pengerjaan mobilnya masih lama karena mengerjakan atau memperbaiki mobil yang termasuk benda mati tidak semudah membuat secangkir kopi, jika terlalu pahit tinggal tambah gula atau jika terlalu manis tinggal tambah kopinya, tapi ya karena Teo punya motivasi, customer selalu benar maka dari itu membenarkan opini customer itu adalah hal yang sudah merupakan kewajiban bagi seluruh karyawan di beberapa bengkel milik Teo Mervino. "Oke. Kami akan menghubungi Anda begitu mobilnya sudah siap atau jika Anda butuh jasa antar kami juga bisa mengantarnya langsung ke alamat Anda!" Balas Teo dan orang itu hanya menjawab iya sebelum akhirnya panggilan telepon itu terputus. Galuh baru akan membuka pintu kamarnya dengan nampan berisi piring sisa sarapan mereka di tangannya, dan Teo lebih dulu membuka pintu itu saat melihat Galuh kerepotan untuk membuka pintu sembari memegang nampan. "Sini biar aku saja yang bawa itu turun. Kau istirahat saja!" Ucap Teo ingin mengambil alih nampan di tangan Galuh tapi Galuh buru-buru menggeleng. "Tidak apa-apa Om, biar Galuh saja, sekalian Galuh mau bantu bibik di dapur!" Tolak Galuh dan Teo langsung terdiam, memperhatikan langkah Galuh yang sudah terlihat normal seperti biasa, tidak seperti pagi tadi saat mereka baru bangun. "Aku harus ke bengkel sekarang. Ada costumer yang tidak bisa mereka tangani." Ucap Teo setelahnya saat Galuh berbelok ke dapur dan bibik yang juga ternyata sedang mengelap meja makan dan meja dapur. "Tuan akan pergi bekerja?" Timpal bibik saat ikut mendengar ucapan Teo yang sebenarnya sedang bicara sama Galuh. "Oh Tuan benar-benar tidak paham dengan apa yang tadi bibik ucapkan sebelumnya sama Tuan?" Sarkas bibik meminta Teo mengingat apa yang sebelumnya mereka bicarakan. "Aku paham Bik, sangat paham. Tapi ini juga sifatnya sangat mendesak!" Tolak Teo setelahnya. "Seharusnya Tuan bisa minta Dede atau Den Zhidan untuk mengurusnya, bukan malah meninggalkan pengantin Tuan." "Justru kerena itu aku harus ke bengkel." Tolak Teo buru-buru. "Lagian aku nggak sampai setahun juga ke bengkel , paling tar siang atau sore aku sudah balik. Dan untuk Galuh, bibik bisa mengajaknya untuk mengenal rumah barunya karena sepertinya yang dia tahu hanya kamar kami saja! Iya kan Galuh?" Sambung Teo dan Galuh buru-buru mengangguk. "Ya. Gak apa-apa Om." Jawab Galuh tapi bibik benar-benar hanya terlihat menghela napas dalam diam saat Teo bersikukuh dengan ingin pergi bekerja dan karena Galuh mengatakan tidak apa-apa, ya semua seperti keinginan Teo. "Saat laki-laki gak peka. Ku pikir dia mengerti dengan yang aku bahas tadi pagi, eeeh ternyata cuma di dengar pake telinga tapi gak sampe ke hati!" Batin bibik yang kembali menghela napas. Teo pergi ke tempat kerjanya setelah mendaratkan satu ciuman di kening Galuh dan bibik hanya pura-pura tidak melihat hal yang akan menjadi pemandangan lain di rumah ini setelah nyaris enam belas tahun dia tidak pernah melihat air muka laki-laki itu tampak berseri seperti saat ini. "Aku akan kembali setelah menyelesaikan masalah ini!" Ucap Teo pada Galuh yang masih di dapur sebelum akhirnya dia benar-benar meninggalkan rumah itu. Bibik hanya menatap punggung laki-laki tua itu yang menjauh dan menghilang di balik pintu dan selang beberapa menit, terdengar suara duru mobil meninggalkan halaman rumah. "Dia masih saja seperti itu, padahal pagi tadi bibik sudah memintanya untuk tidak bekerja pagi ini dan fokus ngurusin Non Galuh dulu!" Ucap bibik saat mengambil alih nampan yang sebelumnya Galuh bawa untuk dia taruh ke wastafel dan dicuci. "Kenapa Bik? Galuh bukan anak kecil yang mesti dijaga selama dua puluh empat jam. Galuh juga bisa membantu bibik di dapur, meskipun sebelumnya Galuh tidak pernah melakukan pekerjaan rumah tapi tentu kali ini Galuh harus mulai belajar bukan? Setidaknya Galuh bisa bikin kopi untuk Om Teo, seperti selera ngopi Om Teo." Balas Galuh saat bibik mengatakan Teo harus fokus ngurusin Galuh. "Bukan gitu maksud Bibik , Non." Tolak bibik untuk satu pernyataan Galuh yang tadi. "Kalian kan baru menikah, masih anget-angetnya gitu! Seharusnya kan Tuan lebih banyak menghabiskan waktu sama Non Galuh sekarang, bila perlu Tuan tu memberikan Non Galuh bulan madu dengan jalan-jalan ke eropa , atau kemana kek! Pokoknya dia tidak boleh terus sibuk bekerja!" Sambung bibik dan detik yang sama Galuh justru merasa ngeri saat membayangkan hal itu, pergi bulan madu, dan itu artinya dia akan lebih banyak melakukan adegan ranjang seperti semalam. Oh, ini benar-benar ide gila. Tidak. Galuh belum siap, dan jujur Galuh merasa lega saat Teo keluar rumah, karena setiap kali Galuh berdekatan dengan laki-laki tua itu, rasanya d**a Galuh benar-benar sesak. Dia tidak pernah saling mengenal satu sama lain sebelumnya sama Teo, tapi di paksa keadaan untuk menerima laki-laki itu sebagai suami. Meski begitu Galuh tetap tidak mau menunjukkan sikap tidak terima dia dengan takdirnya, dia akan tetap menghormati Teo sebagai seorang suami, dia akan tetap berusaha menjadi istri yang layak untuk laki-laki tua itu meskipun dari semalam nuraninya memberontak, namun setelah apa yang dia, Teo Mervino lakukan untuk ayahnya, rasanya akan sangat kejam jika Galuh tidak ingin membalas segala kebaikan Teo Mervino. Biar. Biarlah dia mengubur rasa tidak suka dan segala ketidakadillan yang dia rasakan, dan mencoba ikhlas menerima takdir yang telah di gariskan untuk dia. Tersenyum. Galuh hanya balas segala ucapan bibik dengan tersenyum, karena sungguh dia malah takut jika dia salah menanggapi. "Biarin aja Bik. Mungkin Om Teo memang benar-benar lagi sibuk. Galuh gak apa-apa kok Bik!" Timpal Galuh sembari menarik satu kursi meja makan untuk dia duduki, karena tiba-tiba rasa nyeri di pangkal pahanya kembali terasa. "Om Teo?" Bibik mengutip kata Om Teo di antara bait kalimat yang Galuh ucapkan. "Masa ke suami manggilnya Om, sih? Kesannya dah kayak Om dan keponakan aja. Bukankah sekarang Galuh adalah istri sah Tuan? Jadi manggilnya yang lebih sopan dan manis, dong?" Sambung bibik merasa aneh saat mendengar panggilan Om dari Galuh tadi, dan Galuh langsung bingung sekarang. "Om, itu bukannya gak sopan, hanya saja kesannya lucu aja seorang istri manggil suaminya Om."______"Bibik tau umur kalian terpaut jauh, tapi tentu itu bukan alasan untuk pasangan itu tidak bersikap manis. Tuan itu laki-laki yang sangat baik, penyayang, dan yang paling penting, dia tau cara memuliakan seorang wanita. Percayalah, bukan karena bibik ingin membela atau memuji laki-laki itu, namun bibik ingin mengatakan jika kau termasuk orang yang beruntung bisa mendapatkan dia." Ucap bibik lagi saat berbalik setelah selesai dengan mencuci piring dan mengelap tangannya. "Iya. Galuh tau. Papa juga mengatakan hal yang sama, jika dia adalah laki-laki yang baik." Balas Galuh mengutip ucapan bibik tadi. "Jadi, harusnya Galuh manggilnya apa, Bik?" Tanya Galuh benar-benar bingung. Bukan hanya bingung tapi sebenarnya Galuh masih sungkan dengan laki-laki tua itu. "Kok nanya nya sama bibik sih? Harusnya Galuh nanya ini sama Tuan. Dia maunya di panggil apa sama Non." Balas bibik kembali mencoba mencairkan jarak antara Galuh dan suaminya. Bibik tidak tau bagaimana kisah mereka sebelumnya, bagaimana pertemuan Teo dan Galuh hingga berakhir menikah. Tentu bibik tau semua tenang Teo, karena Teo memang kerap kali bercerita ketika dia dekat dengan seorang wanita, tapi untuk Galuh, Teo benar-benar tidak pernah menceritakan satu nama ini. Galuh lagi-lagi hanya mengangguk, dan ya, dia akan mencoba apa yang bibik sarankan padanya tadi. Setelah pembicaraan di dapur tadi, bibik akhirnya mengajak Galuh untuk mengenali rumah itu, mulai dari kamar Teo di lantai bawah termasuk ruang kerja Teo di kamar itu, lalu ke dua kamar bercat putih yang merupakan kamar Luci dan Daniel yang sekarang sudah tidak lagi di tempati karena Luci sudah punya keluarga sendiri. "Tuan hanya punya satu anak dari pernikahan dia sebelumnya, tapi Non Luci sudah menikah dan pastinya sudah punya keluarga sendiri jadi, ya Galuh bisa membayangkan bagaimana rasa kesepiannya Tuan selama ini, tinggal sendiri di rumah sebesar ini." Jelas bibik menunjuk satu kamar yang sebelumnya di tempati Luci, dan Galuh benar-benar hanya mengangguk. "Dan sungguh, Bibik berharap kalian akan punya keturunan juga nantinya, agar rumah ini kembali ceria dengan tawa dan canda dari anak-anak kalian!" Sambung bibik dan kali ini Galuh justru merasa sangat aneh saat tiba-tiba bibik malah membahas perkara anak padanya. Bukan Galuh tidak pernah membayangkan untuk punya anak, pernah. Tapi tentu Galuh dulu membayangkan punya anak dan keluarga yang bahagia bersama laki-laki yang sangat dia cintai, laki-laki yang sama dengan laki-laki yang pernah membuatnya patah hati hingga berujung dia harus menerima tawaran pernikahan yang ayahnya minta padanya, meski begitu Galuh tetap mengangguk seolah hanya itu yang bisa Galuh lakukan. "Apa anak bisa terlahir meskipun tidak ada cinta di hati orang tuanya? Aku tidak mencintai laki-laki tua ini, dan mungkin dia juga begitu. Dan untuk apa yang semalam mereka lakukan, entahlah, itu karena satu kewajiban atau sekedar cara menenangkan seorang Teo Mervino!" Batin Galuh dan dia hanya mengucap itu dalam hati. Di tempat lain. Setelah sampai di bengkel, Teo tidak banyak berbasa-basi, dia langsung mengganti pakaiannya dengan baju khusus untuk mekanik, kemudian ikut turun tangan mengatasi satu masalah yang satu minggu ini belum selesai mekaniknya kerjakan. Ada Dede dan Zhidan juga di sana namun ternyata tetap saja Teo yang harus turun tangan karena dua orang tadi sudah angkat tangan, dan tentunya pengalaman Teo jauh lebih luas dari kedua anak muda tadi. Hari sudah beranjak sore saat Teo dan beberapa mekaniknya selesai mengatasi kendala dari mobil itu dan Teo juga sudah beberapa kali menguji coba mobil tersebut dan sepertinya semua sudah aman, jadi mereka tidak harus mengulur waktu lagi pada pemiliknya. "Om benar-benar jenius. Kami benar-benar tidak menyangka jika hal itu bisa di akali dengan cara semudah itu!" Seru Zhidan saat mobil itu di nyatakan selesai seratus persen dan siap untuk di jemput pemiliknya. "Mana ada jenius, itu hanya perkara pengalaman saja, dan ketahuilah, Om nyaris mempelajari itu sampai rambut Om memutih seperti ini!" Balas Teo sambil terkekeh, dan detik yang sama ponsel Zhidan berbunyi , ada panggilan telpon dari nomer kontak Shafa dan itu adalah salah satu putrinya. Menggeser layar ponselnya lalu menerima panggilan telpon itu. "Ya Shafa!" Sapa Zhidan lebih dulu setelahnya Zhidan hanya diam menyimak apa yang gadis yang beranjak belia itu ucapkan di seberang telpon. "Ya. Entar Papa mampir." Ucap Zhidan setelahnya sebelum akhirnya Zhidan menutup telpon itu dan Teo baru ingat jika sekarang dia harus pulang, karena sekarang ada istri yang menunggunya di rumah. Senyum Teo seketika mekar saat mengingat istri mudanya dan detik yang sama, Teo meminta Tina mengeprin tagihan untuk biaya perbaikan mobil tadi, lalu meminta Tina menghubungi pemiliknya, setelahnya Teo bergegas mandi dan kembali berganti pakaian dengan pakaian dia sebelumnya. "De,, Om balik duluan ya, dan kau Zhidan, lebih baik kau juga bersiap pulang sebelum para gadis mu kembali menelpon!" Sarkas Teo karena hari ini sudah tujuh kali Zhidan di telpon sama anak perempuannya. "Iya, Om!" Jawab Zhidan terkekeh. Teo sudah di dalam mobil, dan bersiap untuk pulang, namun baru saja Teo akan berbelok keluar dari gerbang utama bengkel itu tiba-tiba satu mobil bok yang terlihat kehilangan kendali justru berbelok ke arahnya dan boom. Prang,,,, Gelas di tangan Luci tiba-tiba jatuh tanpa sebab , meskipun dia yakin sudah memegangnya dengan sangat baik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN