Leyna dapat merasakan jantungnya berdebar dengan keras. Debaran itu dapat ia dengar sampai ke indra pendengarannya. Bibir Jensen terasa menyenangkan, sentuhan bibirnya terasa lembut walau sedikit menuntut namun Jensen seolah menahan diri agar tidak menyakiti Leyna. Ciuman ini begitu lembut, sentuhan bibir Jensen di permukaan bibirnya, ketika ia mengulum bibir atas dan bawah Leyna bergantian dengan hati-hati. Leyna merutuki dirinya sendiri, ini terlalu perlahan dan bodohnya bagaimana bisa ia berpikir untuk membalas ciuman Jensen lebih dari apa yang Jensen lakukan. Leyna memejamkan matanya dengan erat, mencoba keras untuk menahan diri. Jensen menghentikkan ciuman itu, keningnya masih menempel pada kening Leyna, bibirnya masih sangat dekat dengan bibir Leyna yang membuat Jensen beberapa kali masih meraup bibir Leyna, bibirnya yang sangat Jensen sukai.
"Jangan menghindariku Leyna."nada suara Jensen terdengar tajam dan berisi peringatan bagi Leyna.
Leyna menjauhkan wajahnya dari Jensen, kedua matanya terbuka memandang wajah laki-laki itu dengan lamat. Jensen terlihat begitu tampan, sangat-sangat tampan, Leyna menyukainya tapi hatinya masih merasa ini salah. Apakah tidak apa-apa jika mereka bersama, ini tidak baik. Jensen benar, perkataan mereka tidak penting, Leyna terlalu mendengar apa yang orang lain katakan. Leyna menghela nafas nya terasa bingung dengan pemikirannya sendiri, ketika ia menatap Jensen laki-laki itu sedang mengamatinya. Leyna kembali memalingkan wajahnya ia mengulum bibirnya nampak gugup, hal ini sangat mengejutkan nya jantungnya berdebar dengan keras hingga membuat Leyna merasa malu karena Jensen mungkin mendengar suara debaran itu.
“Leyna.”ucap Jensen terdengar lirih.
“Sebentar.”Leyna menahan Jensen dengan menunjukkan telapak tangannya di hadapan wajah laki-laki itu yang membuat Jensen terdiam menuruti apa yang Leyna lakukan.
“Jadi.. Apa selanjutnya?.”Leyna memberanikan diri untuk menatap Jensen setelah menyingkirkan sebelah tangannya kembali ke sisi tubuhnya. Bibir Jensen berkedut menahan senyum.
“Ayo kita mencoba hubungan ini.”
Leyna merasa kerongkongannya tercekat, bibirnya tak bisa berkata apapun. Mulutnya terasa kering dan kini matanya tak bisa lepas dari sosok Jensen. Apa yang harus ia lakukan. Leyna merasa otaknya di penuhi berbagai pertanyaan tentang sikapnya yang akan ia lakukan setelah pernyataan ini.
“Aku tidak.. yakin.”gumam Leyna.
“Leyna.”Ekspresi melembut yang Jensen tunjukan saat ini berubah seketika saat mendengar ucapan Leyna tentang pemikirannya. Jensen mulai tak sabar karena Leyna seolah menggantungkan perasaannya.
“Jensen. Kau terlalu terburu-buru.”ucap Leyna dengan suara berbisik seraya mencondongkan sedikit tubuhnya ke arah Jensen. Leyna kembali menarik tubuh nya menjauhi Jensen, wajahnya mendongak untuk dapat melihat wajah Jensen.
Ekspresinya sangat dingin dan tak menyenangkan untuk di tatap, Leyna mengambil satu langkah mundur untuk menjauhi Jensen namun Jensen langsung menahan pergerakannya dengan memegang pergelangan tangan kanan Leyna hingga membuatnya terkejut. Jensen mendekati wajahnya dan tatapan Leyna mengarah pada Banner yang baru saja kelaur dari dalam gedung.
“Baiklah. Ayo kita pergi dari sini.”Leyna menarik tangan Jensen untuk masuk ke dalam mobilnya dengan terburu-buru. Leyna tahu betapa banyaknya fnas Jensen dan Banner adalah manusia tabloid, jika pria itu melihat Leyna dan Jensen di sana, maka kemungkinan besok akan terjadi ledakan infotaiment di kalangan kantor. Tentu saja topik ini akan sangat-sangat panas. Leyna tak ingin hal itu terjadi, sebisa mungkin ia harus menghindari dirinya terlibat dalam Banner tabloid.
Leyna menoleh ke belakang mobil, ke arah dimana Banner berdiri, Banner melihat ke arah mobil ini namun Leyna tak bisa membaca maksud dari ekspresinya, mungkinkah Banner sudah melihat mereka berdua atau tidak. Hal ini membuat Leyna penasaran, apa ia akan selamat berangkat kerja besok pagi.
“Ada apa?.”
Leyna kembali duduk dengan benar, lalu ia menoleh ke arah Jensen yang menatapnya dengan ekspresi bingung. Leyna menghela nafas kesal, ini semua karena Jensen. Benarkah tidak apa menyalahkannya. Leyna merutuki dirinya sendiri.
“Aku mungkin akan berada dalam masalah besok!.”
“Apa maksudmu?.”kening Jensen mengerut,
“Mungkin saja Banner melihat kita tadi dan besok dia akan membuat kacau dengan informasi tentang kita berdua.”gumam Leyna lirih. Ia memalingkan wajahnya ke arah jendela kaca mobil. Jensen tersenyum, ia mengubah posisi duduknya mencari posisi yang lebih nyaman.
“Biar saja mereka semua tahu.”
“Yang benar saja. Tabloit Banner adalah sesuatu yang berbahaya. Dia sudah seperti acara infotaiment-infotaiment dan berita itu bisa menyebar hingga ke gedung sebelah. Aku rasa akan lebih buruk lagi karena kau yang akan menjadi timeline beritanya.”Tiba-tiba Leyna menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya, lagi-lagi ia merutuki dirinya sendiri. Rasanya pasti akan sangat memalukan. Jensen menahan tawanya, ia mencoba menarik jari-jemari Leyna yang menutupi wajahnya namun Leyna menolaknya, menjauhkan wajahnya dari jari Jensen yang ingin menarik tangannya.
Jensen mengantar Leyna menuju Apartemennya, Leyna pikir Jensen akan segera pergi namun laki-laki itu malah masuk ke dalam mengikutinya. Leyna kembali bersikap hati-hati kemungkinan ia akan berpapasan dengan Edward di jam seperti ini bukan. Ia bisa saja pulang lebih awal dari Toko. Ketika ia sampai di depan kamarnya Leyna bergegas memencet tombol paswordnya dan masuk ke dalam ketika pintu kamar Edward seperti akan terbuka. Leyna mendorong tubuh Jensen masuk ke dalam lalu menutup pintu kamarnya dengan cepat. Leyna mendengar suara langkah kaki di depan pintu kamarnya yang membuatnya terdiam.
“Apa itu Leyna?.”sahut seseorang di depan. Suaranya seperti milik Edward. Lyna tak menjawabnya dan memilih untuk diam saja. Lalu suara itu menghilang bersamaan dengan langkah kakinya yang semakin menjauh. Leyna tertegun dengan posisinya saat ini. Wajahnya mendongak dan menemukan Jensen yang berdiri tepat di hadapannya sedang memperhatikannya.
Spontan Leyna menjauhkan tubuhnya dengan kaku, lalu berjalan masuk menuju ruangannya. “Tidak ada alkohol di sini. Hanya ada bir. Kau mau?.”
“Akan lebih baik jika Edward mengetahui tentang hubungan ini.”
Langkah Leyna terhenti ketika akan membuka pintu kamarnya. “Nanti saja. Jika hubungan ini berjalan baik.”
“Leyna kau harus tahu. Aku serius dengan hubungan ini.”
Leyna tak membalas ucapan Jensen namun di dalam kepalanya kata itu terus berputar-putar hingga membuatnya menghela nafas gusar. Leyna masih tak bisa percaya seorang pria nyaris sempurna seperti Jensen menyukai wanita sepertinya. Ini pasti sebuah lelucon.
Leyna menaruh tasnya di atas meja lalu melepaskan jam tangan dan kuncir rambutnya hingga membiarkan rambut sebahunya itu tergerai. Leyna tak merasa lapar, padahal ia menolak taksi untuk mencari makanan di sepanjang trotoar. Leyna menarik pakaiannya untuk dilepas, baru sebatas perut ia menurunkan pakaiannya lagi dan berbalik menatap pintu kamarnya yang terbuka dimana ada Jensen di sana berdiri di ambang pintu kamarnya dengan kedua tangan terlipat di depan d**a, ia jelas memerhatikan apa yang tengah Leyna lakukan. Hal itu membuat Leyna terkejut karena melupakan keberadaan Jensen di sana, wajahnya memerah dan rasa gugup kini melandanya.
“Bisa.. kau keluar sebentar.”
“Kau tidak pernah melepaskan pakaianmu di depan laki-laki?,”Ucapan Jensen semakin membuat wajah Leyna memerah.”Kau tidak pernah pakai bikini.”ekspresi Jensen yang seolah-olah terkejut, jelas meledeknya. Jensen memang tampan tapi tetap saja menjengkelkan jika seperti ini.
“hentikan itu.”Jensen tertawa melihatnya namun tak ada pergerakan bagi Jensen untuk segera keluar dari kamar hingga membuat Leyna mendorong tubuhnya keluar dari kamar. Leyna merasakan kembali debaran jantung itu, ia sudah pernah berkencan namun tak berlebihan seperti gaya berpacaran remaja lainnya, ia hanya pernah sebatas ciuman, tak lebih dari itu karena Edward. Ya.. laki-laki itu sudah seperti ayahnya. Edward selalu berkata jika pria yang berdekatan dengan Leyna hanya main-main dan beberapa kali itu benar terjadi hingga satu pria yang membuat hati Leyna sakit dan belum benar-benar sembuh hingga saat ini.
Leyna mengambil pakaiannya untuk tidur lalu keluar dari kamar menuju toilet ketika ia keluar dari kamar, Jensen tengah memerhatikan beberapa figura foto masa kecilnya bersama dengan sang ayah. “Kau tidak memiliki foto bersama dengan ibumu?.”
Leyna tak memberikan reaksi apapun, ia berjalan menuju dapur dan megeluarkan 4 botol bir dari dalam kulkasnya. “kau mau minum? Kau tidak bawa pakaian. Pakaian Edward tidak ada di sini atau kau mau ku pinjamkan bajunya?.”
Dahi Jensen mengerut menatap Leyna tidak suka. “Kenapa pakaian Edward harus berada di kamarmu? Aku akan meminta Rey untuk membawa nya.”
“Kau bisa pulang jika kau mau.”ucap Leyna lirih yang terdengar Jensen hingga membuat pria itu melemparkan tatapan kesal.
“kau mengusirku!.”
“Apa! Tidak. Kau bisa tinggal kalau kau mau.”Leyna berbalik untuk menutup kulkasnya yang ia tinggalkan terbuka ketika mengeluarkan kaleng bir. Ketika ia membalikan tubuhnya Jensen tengah menempelkan ponselnya di daun telinganya, ia sedang menghubungi seseorang.
“kau mau makan apa?.”Leyna nampak berpikir lalu ia tak tahu, Jensen bertanya tiba-tiba padahal ia ingin mengatan itu tadi untuk memesan sesuatu, makan malam untuk mereka karena Leyna tak enak kehadiran Jensen di sini namun tak ada yang bisa ia masak untuk makan malam.
“Apa saja. aku tak repot soal makanan.”Jensen mengangguk lalu berbicara pada orang di sambungan teleponnya, Leyna beranjak dari dapur menuju toilet untuk segera membersihkan tubuhnya.
Keberadaan Jensen di kamarnya membuat Leyna tak bisa mandi terlalu lama, walau tak segugup pertama kali, ia masih saja dilanda rasa itu. Ketika Leyna keluar membuka pintu Jensen tak ada di sana. Ada 2 buah tempat dengan beraroma harum di atas meja, lantai ia pergi menuju kamarnya, ada sebuah kaus celana panjang dan sikat gigi. Sepertinya milik Jensen, tidak aneh bagi Leyna karena beberapa kali Edward menginap di rumahnya namun di sana ada sang ayah, berbeda dengan Jensen karena kini mereka hanya berdua.
“Kau sedang apa?.”
“Melihat catatanmu di dinding, post it. Aku berpikir kau lebih sering menghabiskan waktumu di meja kerja di bandingkan tempat tidur."Leyna mengendikan bahunya dengan senyum geli di wajahnya, ia memang suka bekerja tak heran bagi Viona dan Edward tentang kebiasaan wanita itu. Ya. Sudah tak heran, tapi merea berdua masih saja memarahinya jika Leyna melakukan kebiasaan itu.
“Ya. Mereka selalu membuatku sulit tidur karena terlalu penasaran.”
“Tidak ada catatan tentang perusahaan ku?.”
"Kasusnya tidak seburuk yang ku duga. Aku masih bisa tidur nyenyak ketika mengerjakannya."Tiba-tiba saja Jensen berbalik menatap Leyna yang membuatnya terkejut.
"Ada apa? kenapa kau melihatku begitu?."
"Tidak ada apa-apa. percayalah .. aku suka menatapmu."Jensen mengambil pakaiannya di atas kasur lalu berlalu dari hadapan Leyna untuk membersihkan diri, Leyna menghembuskan nafasnya, Jensen mudah sekali membuatnya gugup dan membuat wajahnya memerah.
"Jika dia selalu melakukan itu, dia akan membuatku terkena serangan jantung."gerutu Leyna. namun kemudian ia tertawa memikirkan hal itu. Kalimat Jensen terdengar manis. Rasanya lucu menyukai hal itu. Tapi jujur Leyna menyukai Jensen di sini, Leyna tak bisa membohongi dirinya. Mustahil untuk tidak jatuh cinta pada Jensen, walau hatinya masih ragu dan bertanya-tanya. Terlalu banyak pria yang menjadi mimpi buruknya membuat Leyna ragu tentang keseriusan, bahkan untuk yang terakhir kali. Hal itu terlalu menyakitkan hingga membuatnya sulit untuk membangun perasaan yang baru. Leyna mudah untuk jatuh cinta dan menyukai pria namun,... sulit baginya untuk pergi ke hubungan yang lebih serius. Bahkan pertemuan nya dengan Jensen masih terbilang terlalu awal untuk menjalin ke hubungan ini bukan. Leyna rasa ia memang harus mencobanya. Mungkin ini awal yang bagus untuk membuka hati..