BAB 1 - PREFIX
"Kau putus lagi?."
Viona mengangguk dengan ekspresi masam yang kini melekat di wajah nya. Viona yang tengah berguling di atas tempat tidurnya lantas merubah posisinya menjadi terduduk. Matanya mengarah pada Leyna, sahabatnya yang masih saja berkutat pada pekerjaannya. Viona rasa ia sudah muak dengan berkas-berkas itu sejak beberapa jam lalu.
"Aku benar-benar muak dengan perasaan cinta ini. Kenapa para pria selalu saja menghilang setelah bercinta."gerutu Viona terdengar muak dan putus asa. Sudah berapa kali, sepertinya puluhan ia melakukan kencan dan berakhir tak menyenangkan dengan kekasih barunya. Leyna selalu mendengar kabar terbaru tentang pria yang menarik perhatiannya namun tak lama menghilang tak jelas kabarnya.
"Sudah ku katakan untuk tidak melalukan s*x pada kencan pertama dan mencari pria di Club malam, kau tidak pernah mendengarkanku."ucap Leyna tanpa memandang ke arah Viona. Mejanya di penuhi dengan beberapa lembar kertas yang harus ia cek. Pikirannya hanya berpusat pada apa yang sedang ia kerjakan.
"Aku menyesal."Viona meleguh lalu membanting dirinya ke atas kasur yang membuat Leyna menggeleng heran. Sudah berapa kali ia mengingatkan Viona tentang hal tersebut tapi wanita itu tak pernah mendengarkannya. Viona cukup cantik untuk mendapatkan seorang pria tampan dan baik, rambutnya panjang berwarna pirang dan tubuhnya cukup berisi dan memiliki daya pikat nya sendiri.
"Aku hanya bisa memberikan masukan, selanjutnya tergantung dirimu. Tapi sebaiknya cari pria baik Viona."Viona bangkit terduduk lalu beranjak berdiri dari kasur dan mengambil tas dan jaketnya.
"Aku harus kembali ke kamar karena aku sudah mengantuk."Leyna mendongak menatap Viona yang tengah memakai jaketnya. Ekspresinya masih masam, kekesalan masih memenuhi perasaannya. Ia memakai sendalnya lalu kembali menatap Leyna yang masih mengamatinya.
"Jangan tidur terlalu malam, itu tidak baik untuk kesahatanmu nona Megan."Leyna terkekeh mendengar apa yang Viona katakan.Rasanya seperti peringatan seorang wanita paruh baya kepada anak kecil yang berumur jauh di bawahnya.
"Selalu menemukan cara untuk membalas. Pergilah. Jangan minum alkohol sebelum tidur, aku tahu kau sudah menghabiskan beberapa gelas dan ku yakin sudah sangat banyak."ucap Leyna yang membuat Viona ternganga.Leyna memang pintar menyerang nya dengan kata-kata hingga membuatnya tak bisa membalas perkataan itu. Ini salah satu hal yang membuat Viona iri.
"2.1 kau benar-benar keterlaluan. Kapan kau mau mengalah padaku!."Gerutu Viona yang hanya ditanggapi Leyna dengan lidah menjulur meledeknya. Viona pergi keluar dari Apartemen Leyna untuk menuju ke Apartemennya yang berselang 2 kamar dari kamar Leyna. Tadinya mereka memiliki 1 kamar yang sama namun Viona memilih untuk memiliki Apartemen sendiri karena ia sering membawa laki-laki masuk ke dalam rumahnya.
Apartemen ini tidak terlalu besar. 1 ruang dengan dapur dan ruang tv yang hanya di batasi dengan sekat pembatas tv, satu kamar dan satu toilet. Leyna dan Viona tinggal di Seattel sekitar 5 tahun sejak lulus kuliah di California tempat tinggal mereka. Viona dan dirinya sudah bersahabat sejak duduk di sekolah dasar, tempat tinggal mereka sampingan di California dan orang tua mereka bersahabat. Leyna menyeruput coffee sementara tangannya sibuk mengetik untuk menyelesaikan pekerjaannya yang harus segera ia selesaikan malam ini.
***
"Ini sudah malam Leyna dan kau belum tidur?."
Ocehan Edward tak Leyna tanggapi, ia tetap pergi menuju bilik rak untuk membeli beberapa cemilan dan kopi, karena pekerjaannya ia sampai lupa untuk belanja bulanan sepertinya ia harus segera untuk melakukannya karena banyak persediaan dapurnya yang sudah habis. Edward juga salah satu sahabatnya ia memiliki salah satu minimarket yang cukup lengkap tak jauh dari Apartemennya, laki-laki itu tinggal di sebelahnya dan ia masih di sini sampai toko tutup. Leyna mendorong keranjang belanjaannya dan mengambil beberapa bahan makanan.
Leyna mendorong keranjang belanjaannya, sementara Edward mengikutinya dari belakang. Edward benar-benar dibuat heran, Leyna sepertinya sudah siap untuk tidur karena ia sudah memakai piyama yang berlapis coat panjang dan masih keluar jam 10 malam untuk berbelanja. Ia tak habis pikir dengan Leyna dan kebiasaannya ini. Ketika Leyna berhenti untuk mengambil sesuatu maka Edward juga akan berhenti dan berdiri memperhatikannya.
"Menurutmu rasa jeruk atau strawberry?."Leyna menunjuk kan pengharum kamar mandinya kehadapan Edward pria setinggi 180 cm. Memintanya untuk membantu membuat pilihan.
"Aku suka jeruk."
"Okey."Leyna memasuk kannya ke dalam keranjang belanjaannya lalu kembali berkeliling.
"Kau benar-benar. Apa tidak ada hari esok untuk berbelanja!."gerutu Edward yang tak habis pikir dengan Leyna. Padahal mereka dekat, dan jarak Apartemen dengan Tokonya tidak terlalu jauh, bukankah bisa dilakukan besok sore setelah pulang bekerja.
"Kau sangat cerewet."ucap Leyna dengan penekanan pada setiap kata-katanya. Ia melirik Edward yang berada di sebelahnya lalu tertawa ketika pria itu memutar kedua bola matanya jengah.
"Aku berbelanja mumpung aku ingat. Banyak yang harus ku kerjakan dan jangan mengomeliku okey. Kepalaku sudah pusing seharian merasa kesal karena Viona yang lagi-lagi curhat tentang pria yang kembali kabur tak ada kabar."
"Lagi. Wanita itu tidak ada kapoknya."
"Kenalkan dia dengan teman priamu."seru Leyna. Ia peduli pada Viona dan menginginkan wanita itu untuk bertemu dengan pria baik. Edward cukup baik, begitupula ruang lingkupnya, jika Edward tidak mungkin dengan Viona setidaknya rekannya yang memiliki sifat baik untuknya.
"Viona memiliki tipe pria tampang nakal kau tahu!."Leyna mengangguk setuju, ia juga paham tentang itu dan berharap Viona segera mengganti tipe pria idamannya. Dia terlalu memimpikan pria-pria seperti di dalam buku. Edward menemani Leyna berbelanja hingga ia sampai di kasir. Leyna berjalan keluar dari minimarket Edward, laki-laki itu berlari menyusulnya yang baru saja keluar dari pintu.
"Tunggu di sini aku akan pulang denganmu."
"Tidak apa. Apartemen hanya 1 blok dari sini, jangan khawatirkan aku. Aku sudah dewasa kau ingat."Ucap Leyna seraya memutar kedua bola matanya malas, ini adalah salah satu yang tak terlalu Leyna sukai dari Edward karena laki-laki itu terlalu cerewet seolah ia adalah ayahnya saja.
"Tunggu di sini."ucap Edward terdengar sebagai perintah. Leyna mengangguk malas, ketika Edward kembali masuk Leyna memperhatikannya sebentar sebelum berjalan lebih dulu meninggalkan Edward yang masih berada di dalam.
Angin berhembus dengan kencang, Leyna menggenggam tas belanjaannya lebih erat dan menarik jaketnya yang sedikit melorot di bahunya. Malam memang sudah sangat larut, Leyna jarang keluar Apartemen selarut ini karena ia selalu memiliki pekerjaan untuk di selesaikan. Sepertinya ia sedikit menyesal berjalan lebih dulu meninggalkan Edward karena kini ia merasakan seseorang mengikutinya.
Beberapa kali ia menggantikan menoleh ke belakang namun ia tak melihat siapapun. Ketika ia kembali menatap ke belakang ia melihat bayangan seseorang dari convex miror, seseorang memakai pakaian serba hitam dan membuatnya langsung pergi dari sana dengan langkah terburu-buru. Ketika hampir sampai di tikungan untuk menuju Apartemen sebuah tangab menyentuh bahunya hingga membuat Leyna berteriak.
"Kau baik-baik saja? Ada apa denganmu?."Leyna mengerjapkan matanya. Ia mendapati Edward yang kini berada di hadapannya. Leyna mendorong bahu Edward yang menatapnya dengan bingung.
"Kau mengejutkanku. Akh.."Leyna melihat ke arah belakang Edward mencari-cari seseorang yang membuat Edward mengikuti apa yang Leyna lakukan. Leyna tak mengatakan apapun dan bersikap aneh yang membuat Edward gamam.
Edward kembali melihat Leyna yang nampak lelah. "Kau kenapa?."
"Tidak apa-apa. Mungkin karena sudah terlalu sepi."ucap Leyna tak ingin memberitahu Edward, laki-laki itu pasti akan bersikap berlebihan dan Leyna tidak mau itu.
"Sudah ku katakan tunggu aku."Leyna mengangguk, ia tak ingin memperpanjang hal ini dan memilih untuk melajutkan langkahnya dan kini ada Edward yang membuatnya berjalan dengan nyaman tanpa rasa takut.
Apartemen berlantai 10, kamar Leyna dan Edward berada di lantai 8. Kamar Edward berada tepat di sebelahnya, ketika mereka keluar dari dalam lift mereka akan melewati kamar Viona lebih dulu, berselang satu kamar baru kamar Edward dan Leyna. Ketika Leyna akan masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu Edward menahan pintu kamarnya.
"Jangan tidur larut atau kau akan terlambat besok."Leyna memutar kedua bola matanya terang-terangan malas menanggapi apa yang Edward katakan. Leyna menghentak pintu Apartemennya hingga membuat pegangan Edward pada pintunya terlepas.
"Selamat malam. Tuan Albern."ucap Leyna dengan senyum mengejek yang membuat Edward terkekeh.
Baru saja Edward ingin melepaskan kausnya pintu Apartemennya di ketuk paksa dan tak sabaran, belnya berbunyi dan dipencet dengan kasar. Edward tahu siapa yang melakukan hal ini, di dalam hidupnya hanya ada satu wanita yang selalu melakukan hal ini. Satu-satunya. Ia keluar dari kamar untuk membuka pintu dan menemukan Leyna berdiri di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang biasa ia pakai untuk pergi ke suatu tempat, celana jins, kemaja dengan sweater berleher rendah. Rambut panjang coklat sebahunya ia ikat menjadi kuncir kuda. Ketika Edward menatapnya Leyna menunjukan layar ponselnya ke hadapan wajahnya.
"Viona sudah gila karena dia baru saja mengirimkan foto dan menelponku dan kelihatannya dia sudah mabuk berat. Kita harus menjemputnya."
***
Butuh 45 menit bagi Edward dan Leyna untuk sampai di Club malam. Waktu sudah menunjukan pukul 1 dan Club semakin ramai dan bau alkohol semakin tajam hingga membuat Leyna mengerutkan hidungnya. Ia tak suka bau alkohol dan dia tak meminumnya. Matanya mengedar ke segala arah mencari-cari keberadaan Viona. "Kita berpencar."
"Apa kau sudah gila?,"ucap Edward tak setuju. Leyna menatapnya dengan kening mengerut. Itu adalah cara tercepat untuk menemukan Viona dan segera pergi dari sana. "Seseorang bisa saja mengganggumu dan aku tidak bisa menyelamatkanmu."
"Hentikan dulu peranmu seperti dad. Kita harus harus mencari Viona dan membawanya pergi segera."Edward nampak protes namun ia menuruti apa yang Leyna katakan. Mereka pergi berlawanan arah mengitari ruang Club untuk mencari Viona. Wanita itu bisa berada dimana saja. Yang jelas ia pasti ada di sini katika menelponnya minta untuk dijemput. Wanuta bodoh, Leyna tak bisa memghentikkan kekesalannya untuk mengumpat tingkah Viona yang merepotkan.
Leyna mencoba untuk tidak menabrak seseoranv ketika ia berjalan mengitari Club untuk mencari Viona. Ekspresinya jelas menunjukan betapa tidak nyamannya ia berada di sini. Beberapa orang memperhatikannya ketika melewati mereka dan menunjukan ketertarikan namun Leyna tak peduli. Ia tetap fokus untuk mencari dimana Viona berada. Pandangannya tak sengaja menangkap seorang pria yang tengah duduk di sofa dengan dua orang wanita yang masing-masing berada di sisi nya, menggerayangi tubuhnya seolah memuja. Rasanya seperti menonton film action bersama dengan Edward dan Viona. Seorang pria berbahaya yang selalu memiliki karakter seperti itu, ketika tatapan mereka bertemu spontan Leyna memalingkan wajahnya ke arah lain.
Leyna memeluk tubuhnya sendiri, merasa tak nyaman berada di sana. Ia bersumpah akan memaki Viona jika mereka bertemu nanti. Langkahnya terhenti ketika seorang pria berdiri di hadapannya, hidungnya mengerut ketika mencium aroma kuat alkohol dari laki-laki itu, matanya memerah dan ekspresinya terlihat sangat menyebalkan bagi Leyna. Leyna mencoba untuk pergi dari hadapannya namun laki-laki itu kembali menghalangi jalannya. Leyna kembali menatapnya dengan tatapan marah, namun laki-laki itu tak merasa harus menghindar dari Leyna. Leyna menarik wajahnya ketika ia akan menyentuhnya, sepertinya apa menyesal tidak mendengar apa yang Edward katakan.
"Kau mau kemana hum.. Bagaimana kalau kau menghabiskan waktu denganku malam ini?."Wajahnya mendekat ke arah Leyna yang membuatnya mengambil satu langkah mundur menarik diri. Pria itu tertawa, bibirnya menyeringai namun tatapannya terlihat marah. Hal ini menakutkan, Leyna ingin pergi dari sana namun pria itu menarik tangannya yang membuat Leyna menghentaknya dengan kasar hingga genggaman tangannya terlepas. Leyna dapat melihatnya lebih marah, ketika ia ingin pergi dari sana seseorang berdiri di hadapannya.
Leyna mendongak untuk melihat wajahnya, pria itu lebih tinggi darinya, mengejutkannya laki-laki itu adalah pria yang tadi berada di sofa bersama dua orang wanita. Leyna tak melihat arah datangnya, tangannya terulur berada di sisi tubuhnya seolah menahan sesuatu di belakang tubuhnya. Leyna melihat ke arah tangan laki-laki itu yang ternyata sedang menekuk telapak tangan pria yang menganggunya. "Kau harus berhati-hati di sini."
Suaranya terdengar begitu dekat, Leyna terkejut ketika pria itu berbisik tepat di telinganya yang spontan membuat Leyna mengambil satu langkah menjauh. "Terima kasih."ucap Leyna.
Kedua mata Leyna mengerjap, jantungnya berdebar ketika matanya seolah menembus ke dalam diri Leyna begitu dalam. Pria yang mengganggu Leyna melarikan diri, sementara pria yang membantunya masih berada di hadapannya, lampu Club membuatnya tak bisa dengan jelas melihat laki-laki itu namun Leyna dapat melihat tatapnya yang begitu intens. Leyna terbiasa berbicara dengan menatap lawan bicaranya, hal itu yang menyebabkannya dapat dengan jelas menatap matanya di bandingkan wajahnya. Apa dia menginginkan lebih? Leyna mulai panik, diam-diam menggeser langkah untuk menjauh darinya.
"Akhirnya kau datang."ucap Viona yang memeluknya, berlari dari lantai dansa dengan keadaan mabuk berat. Leyna kembali menatap laki-laki itu dan dia masih mengamatinya.
"Terima kasih lagi. Permisi."ucap Leyna canggung, ia tak pernah ke Club malam kecuali menjemput Viona dengan terpaksa. Tak tahu apa yang harus ia katakan pada laki-laki di Club malam. Leyna tak ahli dalam hal itu. Setelah menemukan Viona ia hanya harus segera pergi dari sana dan menghubungi Edward jika mereka sudah berhasil keluar dari sini.