Leyna bersandar pada headboard ranjang tempat tidurnya, matanya menatap sendu pada gaun hitam yang tadi ia kenakan ke pesta amal bersama dengan Jensen. Leyna sangat menyukainya dan sepertinya ia menyukai Jensen. Ketika mengingat bagaimana perlakuan lembutnya dan bagaimana ketika pria itu menatapnya dengan senyuman lebar yang membuat jantung Leyna bedegup dengan kencang. Leyna membaringkan tubuhnya miring seraya menatap gaun hitam itu. Leyna tak bisa memungkiri perasaannya pada Jensen. Jensen adalah pria bak pangeran yang begitu sempurna dan menjadi impian kebanyakan wanita untuk dijadikan sebagai pasangan. Jensen pria sempurna yang biasanya berada dalam seri tv, khayalan setiap orang untuk menjadi kenyataan.
Seharusnya Leyna merasa senang karena Jensen menyukainya, menginginkannya namun mengingat bagaimana perkataan wanita itu dan bagaimana para tamu undangan di sana yang menatapnya seolah tak bisa diterima untuk hadir di sana dengan berada di sisi Jensen membuat Leyna merasa tak pantas. Sulit mencoba untuk percaya diri dan menunjukkan jika dirinya pantas untuk berada di sisi Jensen. Leyna tak tahu apa yang membuat Jensen tertarik padanya, ketika Leyna berpikir tentang itu ia merasa tak ada yang bisa ia sombongkan dan tunjukkan jika ia pantas untuk berada di sisi Jensen.
Pagi-pagi sekali sebelum Leyna berangkat bekerja ia pergi menuju binatu untuk mencuci pakaian dan sepatunya yang ia pakai kemarin saat menghadiri acara amal. Leyna minta jika sore ini pakaian itu agar selesai, karena ia ingin segera mengembalikannya pada Jensen. Leyna pergi bekerja dan menyibukkan dirinya dalam pekerjaan, Jensen mengirimkan chat untuk menyapanya namun Leyna hanya menjawab pesan itu sekenanya, tak seperti chat sebelum-sebelumnya dimana Leyna akan bertanya tentang hal lain pada Jensen untuk berbicara lebih panjang.
"Bisakah kita makan siang bersama?."-Jensen. Leyna menghelas nafas gusar ketika membaca pesan dari Jensen. Rasanya tidak mungkin untuk bertemu dengannya lagi, walau sesungguhnya Leyna sangat ingin bertemu dengan Jensen.
"Maaf. Sudah ada janji dengan teman."-Leyna.
Leyna sudah memutuskan untuk menghindar, ia akan mencoba untuk menghindari Jensen. Menjaga jarak darinya, membalas pesan itu seolah bermaksud untuk memberikan isarat jika mereka tidak harus bertemu lagi.
"Mau makan siang bersama?."-Leyna.
Leyna mengirim pesan pada Viona, dalam hitungan detik wanita itu langsung membalas pesannya. Leyna cukup terkejut menyadari tingkat penasaran Viona tentang kejadian kemarin.
"Tentu saja. Kau membuatku penasaran sejak kemarin. Di tempat biasa?."-Viona.
"Ya. Sampai jumpa nanti siang."-Leyna.
Saat masuk jam makan siang Leyna langsung bergegas keluar dari kantornya menuju restoran yang menjadi temu janjinya bersama dengan Viona. Leyna terkejut ketika melihat kehadiran Viona di sana, wanita itu mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke arahnya, meminta Leyna untuk datang ke arahnya.
"Apa kau berkencan dengan Jensen kemarin?."Leyna dibuat terkejut dengan pertanyaan Viona yang begitu tiba-tiba menerjangnya, seingat Leyna yang Viona ketahui jika kemarin ia percaya pada kebohongan Edward dan ia belum mengatakan apapun tentang Jensen. Bagaimana ia bisa tahu sekarang. Leyna mengangkat sebelah tangannya memanggil pelayan untuk memesan makan siang.
"Gaufres dan Croissant."ucap Leyna kepada pelayan.
"samakan. Aku mau kir."tambah Viona.
"aku kopi saja."ucap Leyna, setelahnya pelayan itu pergi meninggalkan Viona dan Leyna di sana.
"Darimana informasi itu?."pertanyaan Leyna membuat Viona tersenyum menunjukan cengiran di wajahnya.
"Aku tahu itu, hal yang membuat Edward kesal hanyalah Jensen untuk saat ini. Apa kau berkencan dengannya?."Leyna mengalihkan pandangannya ke arah lain, mengedarkan pandangannya dalam restoran lalu perhatiannya terhenti pada pelayan restoran yang mengantarkan pesanan mereka berdua.
"Kami tidak berkencan."
"Tapi kau menyukainya kan. Jensen adalah pria yang luar biasa kau sangat beruntung bisa berdekatan dengannya."
Leyna menghela nafas gusar, ia terlalu lelah ketika memikrikan hal itu. Leyna tak mau merasa kecil, karena jika ia di sandingkan dengan Jensen, Leyna merasa ia tak memiliki apapun.
"Kupikir akan terasa begitu menyenangkan jika mendapatkan apa yang kau inginkan, pria seperti Jensen adalah hal luar biasa. Tapi.. rasanya tak mungkin. Dia terlalu sempurna untukku Viona. Dan... kupikir tidak adil bagi Jensen jika kami berkencan, lihat aku.. Kami bukanlah pasangan yang cocok. Bagaikan bumi dan langit."Leyna meraih garpunya dan mulai menikmati makanannya.
"Kau terlalu merendahkan dirimu."ucap Viona marah.
"Ini mungkin terdengar berlebihan tapi Viona. Aku tidak bisa sepertinya. Ini tidak akan berhasil."Leyna menyeruput kopinya sementara Viona meminum krinya dengan wajah memberenggut marah. Ia benci dengan sifat Leyna yang tidak percaya diri seperti saat ini, Viona merasa aneh pada Leyna yang seolah-olah menilai dirinya begitu buruk. Padahal terkadang Viona merasa iri dengan kecerdasan Leyna dan bagaimana kepercayaan dirinya dalam pekerjaan.
"Jensen terlihat tulus menyukaimu."gumam Viona yang membuat Leyna tertegun.
"Aku tidak tahu pasti apa yang membuat Jensen menyukaiku. Dia pasti bercanda, ini mungkin hanya perasaan sesaat. Kau sendiri? Siapa sekarang pria yang kau ajak berkencan, aku melihat kau mengobrol dengan seseorang di Cafemu kemarin malam."
"ahh.. itu...."
Leyna bertanya tentang hal lain agar melupakan pembicaraan tentang Jensen. Jam terus berjalan hingga waktu makan siang Leyna hampir habis. Leyna dan Viona bersiap-siap untuk meninggalkan Restoran. Setelahnya keduanya beranjak dari tempat mereka berdiri dan pergi menuju kasir untuk membayar. Tanpa Leyna sadari Jensen ada di sana, duduk saling membelakangi antara ia dan Leyna. Leyna tak menyadari keberadaannya di sana sejak tadi.
Leyna jelas masih meragukan perasaannya.
***
Malam ini Leyna akan lembur karena banyak pekerjaan yang harus segera ia selesaikan. Leyna bekerja hingga waktu menunjukkan pukul 9 malam, pekerjaannya selesai dan besok ia akan memulai audit untuk perusahaan lain. Pekerjaan yang sama, namun memilki masalah yang berbeda-beda, temuan yang berbeda membuat Leyna begitu semangat untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Leyna membereskan berkas-berkasnya dan melihat Banner masih berada di balik meja kerjanya dan beberapa tim lain juga masih berkutat dengan pekerjaan mereka. Leyna mematikan komputernya sebelum beranjak berdiri dari kursinya.
"Terima kasih Leyna."sahut Banner ketika Leyna menaruh beberapa permen di atas mejanya agar Banner tidak mengantuk.
"Jangan terlalu malam."seru Leyna yang membuat Banner mendongak menatap wajahnya. Banner tertawa mendengar nasihat itu, ia tentu tahu tahu jelas siapa yang sebenarnya harus mendapat nasihat itu di bandingkan dirinya.Banner tertawa lalu mengambil satu permen itu untuknya.
"katakan itu pada dirimu sendiri."ucap Banner yang membuat Leyna memutar kedua bola matanya malas.
"Ya. ya.. aku pualng duluan, sampai jumpa besok."Leyna segera pergi meninggalkan Banner yang kembali menyelesaikan pekerjaannya. Leyna mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, ia mulai melihat-lihat media sosial seraya menunggu lift datang. Lalu ia mengeluarkan earphonenya dan memasangnya di kedua telinga sebelum memainkan musik dari ponselnya.
Lift berdenting sebelum terbuka lebar, Leyna melangkah masuk ke dalam dan pintu tertutup yang akan membawanya menuju lobby. Leyna sibuk memainkan ponselnya, mencari informasi terbaru melalui sosial media. Hingga akhirnya ia tiba di lobby, Leyna tersenyum ketika penjaga keamanan menyapanya.
"Mau di panggilkan taksi nona?."Leyna tak terlalu mendengarnya hingga membuatnya melerpaskan sebelah earphonenya dan pria itu kembali mengucapkan hal yang sama.
"Ah tidak perlu, terima kasih."Leyna kembali memasang earphonenya, ia ingin membeli makanan dulu di sepanjang jalan trotoar beberapa dari truck food terparkir, Leyna belum makan apapun sejak makan siang, ia berniat membeli sesuatu untuk mengisi perutnya. Baru saja ia berbelok untuk pergi menuju gerbang gedung kantor seseorang menarik earphonenya hingga terlepas. Leyna harus mendongakkan wajahnya untuk mengetahui siapa itu, setelan jasnya membuat jantung Leyna berdebar, semakin naik wajahnya ia semakin dibuat terkejut.
Jensen berdiri tepat di hadapannya dengan setelan jasnya berwarna abu-abu yang membuatnya terlihat sangat tampan. Leyna mengedarkan pandangannya, lingkungan kantor cukup sepi karena sudah melewati jam kerja. Leyna kembali menatap Jensen marah, ia ingin mengatakan sesuatu namun melihat tatapan marah Jensen membuat nyalinya menciut.
Apakah Jensen marah karena pesan chatnya tadi siang yang terlalu singkat, siang itu terakhir kalinya Jensen menghubungi Leyna dan kini ia berdiri di hadapannya dengan ekspresi muram yang membuat Leyna bertanya-tanya. Ia bahkan belum mengatakan untuk mengakhiri kedekatan ini namun rasanya ia tak sanggup untuk mengatakannya.
"Jensen."gumam Leyna menyebut namanya, terlalu terkejut dengan kehadirannya di sini.
Jensen menarik tangan Leyna untuk pergi dari sana mengikutinya, namun Leyna tak menurut begitu saja ia mencoba untuk melepaskan tangannya yang terus Jensen genggam hingga membuatnya terasa sakit. Tangan Leyna terus meronta untuk minta dilepaskan namun Jensen tak menggubrisnya dan terus menariknya pergi menuju mobilnya yang terparkir lebih maju di depan. Hal itu dilakukan agar Leyna tak dapat melihatnya dari dalam gedung dan berusaha menjauhi nya dengan jalan memutar.
Ketika hampir sampai di mobilnya Leyna menghentak keras tangannya hingga membuat genggaman tangan Jensen terlepas. Jensen mengehentikkan langkahnya, tubuhnya langsung berputar menghadap ke arah Leyna yang tengah memperhatikan pergelangan tangannya yang memerah akibat genggaman kuat tangan Jensen.
"Apa yang kau lakukan! Kau membuat tanganku memerah."protes Leyna menunjukkan pergelangan tangannya yang sakit ke hadapan wajah Jensen.
"Kau berusaha menghindariku lagi."Leyna tertegun, ekspresi kesalnya berubah menjadi sendu, matanya mengerjap perasaan bersalah menyelimutnya. Rasa sakit itu perlahan-lahan datang menyelimuti hatinya. Kenapa Jensen tak bisa melihat perbedaan itu.
"Eoh. Kenapa tidak menuruti apa yang aku lakukan. Kita bukanlah pasangan yang cocok Jensen. Kau seharusnya sadar itu."Leyna berkata dengan suaranya yang lirih, tatapannya beralih menatap ke arah jalanan yang menampakan situasi Seattle, mobil-mobil taksi berlalu lalang, teriakan yang saling bersahutan, semua itu nampak ramai namun begitu sunyi untuknya saat ini berdiri di hadapan Jensen dengan perasaan tak karuan.
"Apa kau mencintaiku?."Leyna merasa hatinya bergetar, ia tetap memalingkan wajahnya dan tak berniat untuk menjawab pertanyaan itu, jika ia berbicara sekarang mungkin saja suaranya akan terdengar bergetar.
Leyna menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya ia berkata. "Lihat aku. Semua orang pun tahu kalau kita bukanlah pasangan yang cocok, kau dan aku terlalu berbeda. Kita tidak mungkin bersama."
"Tatap aku saat kau berbicara Leyna."ucap Jensen penuh dengan nada peringatan yang membuat Leyna geram bukan main. Leyna langsung mengganti arah pandangnya menjadi menatap Jensen.
"Mengertilah Jensen."ucap Leyna lirih terdengar putus asa.
"Apa yang harus ku mengerti! Aku tidak peduli apa yang mereka katakan, perkataan mereka tidak penting. Aku hanya ingin mendengar jawaban mu, langsung dari bibirmu! Apa kau mencintaiku?."
Leyna tak tahu apa yang harus ia katakan, pikirannya berkonfronstasi tentang kalimat yang harus ia ucapkan. Haruskah Leyna jujur akan perasaannya atau mengatakan kelimat yang berlawanan agar semua ini berakhir. Tapi.... Jujur saja di sisi lain Leyna tak ingin menjauh dari Jensen. Leyna ingin bersama dengan Jensen.
"Aku... aku mencintaimu Jensen."ucapan Leyna seketika membuat Jensen mengambil satu langkah maju mendekati Leyna, sebelah tangannya menyentuh sisi wajah wanita itu dan menariknya lebih dekat sebelum menempelkan bibirnya di bibir Leyna.
Leyna begitu terkejut ketika jensen menciumnya, kedua matanya membesar karena ia terlalu terkejut dengan apa yang Jensen lakukan padaya. Leyna tak menduga jika Jensen akan mencium bibirnya di sini. Leyna terpaku untuk sesaat, Jensen menarik sedikit wajahnya dari Leyna, tatapan mereka bertemu dan Leyna dapat dengan jelas melihat ekspresi muram di mata Jensen. Ketika Jensen kembali memejamkan mata dan menempelkan bibirnya Leyna mengikuti apa yang Jensen lakukan. Ia memejamkan matanya dan menikmati ciuman bibir Jensen.