"Maaf."Jensen yang tengah menyantap makanannya lantas terhenti, kedua matanya beralih menatap Leyna yang tengah menyeruput kopinya. Leyna menaruh cangkir itu di atas meja lalu kembali menyendokan potongan daging tersebut ke dalam mulutnya. Sebuah steak fiorentina di sebuah restoran Italia, nuansa restoran ini benar-benar indah hingga membuat Leyna takjub bahkan hanya dengan interiornya saja, ia sudah nampak kagum.
"Untuk apa!."
"Untuk... apapun itu yang membuatmu kesal karena sikapku yang kelewat berlebihan."Jensen tersenyum, ia meraih gelas anggurnya dan meneguk minuman tersebut hingga tak tersisa.
"Aku menyukainya, tapi kepercayaan adalah yang terpenting. Jika aku berselingkuh dan bermain-main dengan wanita, aku tidak akan serius untuk berkencan denganmu Leyna."Leyna tersenyum mendengarnya, ia tersentuh mendengar perkataan Jensen.
"Ceritakan tentang mu! Aku ingin mengetahui segala tentangmu Leyna.""Eum... Aku tidak
tahu harus memulainya darimana."Leyna menurunkan pandangannya ke arah meja lalu bibirnya tersenyum ketika pandangan mereka kembali bertemu.
"Aku sering bercerita tentang diriku ketika kita makan malam bersama. Bagaimana denganmu? Apa aku boleh bertanya sesuatu?."
"Apapun. Katakanlah..."Leyna mulai memikirkan sesuatu, pertanyaan yang tepat untuk pertama kalinya. Biasanya ketika mereka makan malam bersama Jensen selalu bertanya tentang Leyna dan sepertinya sudah banyak informasi tentang dirinya yang Jensen ketahui sementara, Leyna masih belum benar-benar mengetahui banyak hal mengenai Jensen.
"Saat pertemuan pertama kita di Club. Aku melihatmu bersama dengan beberapa.."Leyna dapat melihat mata Jensen mengilat saat menatapnya, tubuhnya kaku jelas terlihat tak menyukai tentang topik ini. "Apakah sekarang kau masih melakukannya?."
Ekspresi Jensen terlihat datar namun Leyna dapat merasakan matanya menunjukkan kekesalan.
"Aku sudah bilang padamu tadi, jika mau masih ingin bermain-main maka aku tidak akan menunjukkan hubungan ini dan mengajakmu berkencan. Kau masih meragukanku."Leyna dapat melihat kekecewaan di mata Jensen namun jujur saja Leyna belum bisa mempercayai Jensen seratus persen.
Leyna merasa ia bukanlah tipe yang Jensen sukai, Leyna bukan wanita kaya yang suka melakukan perawatan di klinik kecantikan seminggu sekali, pakaiannya bukanlah barang branded dan ia hanyalah seorang konsultan. Bukan pemilik butik ternama atau model berpenghasilan ratusan juta dollar. Ketertarikan ini membuat Leyna masih tidak bisa mempercayainya.
Leyna menurunkan pandangannya menatap makan siangnya dengan enggan. "Aku sedang berusaha untuk percaya. Kau tahu.. aku tidak seperti."
"Hentikan itu! Aku akan marah jika kau kembali merendahkan dirimu sendiri. Kau sangat cerdas, Leyna kau tidak bisa melihat betapa luar biasanya dirimu karena kau meresa begitu kecil di antara semua orang. Aku tidak suka mendengarnya."Jensen benar, Leyna masih tidak bisa mengenyahkan pemikiran itu. Leyna tak tahu caranya bersikap percaya diri di hadapan semua orang dan merasa pantas untuk bersanding dengan pria sempurna seperti Jensen. Leyna akan merasa begitu percaya diri ketika ia menunjukkan kualitas pekerjaannya.
Leyna kembali memasukan potongan daging itu ke dalam mulutnya, sepertinya ia harus segera menghabiskan makanan ini karena waktu makan siangnya akan segera berakhir. Setelah makan siang Jensen mengantar Leyna kembali menuju kantornya. Ketika Leyna ingin keluar dari mobilnya Jensen menahan pergelangan tangannya, menempelkan bibirnya pada bibir Leyna dengan lembut sebagai ucapan selamat tinggal. Leyna meraih lengan Jensen sebagai pegangan, matanya terpejam menikmati sensasi ciuman Jensen yang sangat memabukan. Rasanya selalu menakjubkan ketika mencium bibirnya, Leyna tak tahu ciuman yang sangat ahli itu seperti apa namun di bandingkan dengan mantan kekasihnya ciuman Jensen adalah yang terbaik. Ini bukan tingkat kekaguman pada pria lain, namun memikirkannya membuat Leyna tidak nyaman. Bagaimana bisa ia membanding-bandingkan ciuman itu.
"Aku akan menjemputmu pulang nanti."Ucap Jensen ketika ciuman ini terhenti. Ketika Leyna membuka matanya tatapan mereka bertemu. Bibir Jensen melengkung membentuk senyum yang sangat menawan. Wajahnya sangat tampan ketika senyum itu terlukis di wajahnya. Leyna menyentuh sisi wajah Jensen dan kembali menempelkan bibirnya.
"Sampai jumpa nanti."
Leyna keluar dari dalam mobil Jensen dan berdiri di sana melihat kepergian mobil itu sebelum masuk ke dalam gedung. Ia mengabaikan beberapa orang yang meliriknya dengan penasaran, semua orang terlihat tidak peduli namun Leyna tahu mereka penasaran mengapa seorang Jensen bisa datang dan berjalan bersamanya. Leyna mendudukan dirinya di kursi kerja nya, mencoba untuk fokus pada pekerjaannya. Ia akan mengabaikan hal ini dan tak berniat untuk mengungkitnya atau membicarakannya. Biarkan semua nya berjalan semestinya. Leyna sedang menatap layar komputernya, ada sebuah bayangan di sebelahnya yang membuat Leyna memicingkan matanya untuk memastikan jika itu benar bayang seseorang. Ketika Leyna menoleh ke sisi kanannya.
“Sejak kapan kau berkencan dengan Jensen? Sudah berapa lama? Dan bagaimana bisa kalian berkencan? Masih segar dalam ingatanku kau bicara tidak tertarik dengannya.”
Leyna mengalihkan tatapannya ke arah lain, perasaanya mendadak gugup. Banner adalah tabloid berjalan saat ini pasti sedang mewawancarainya, lalu menyebar luaskan jawaban Leyna seolah sedang mengklarifikasi kejadian tersebut.
“Aku tidak mau berkomentar dengan karena ini terlalu privasi. Aku tahu dan masih mengingatnya dengan jelas. Maaf karena tidak konsisten, Jensen terlalu sempurna untuk diabaikan.”
Banner mencibirnya atas pujian itu, Leyna tahu rasanya memalukkan tapi seperti itulah Jensen. “Kau temanku aku tidak akan bergosip tentangmu. Tapi aku benar-benar membuatku terkejut. Apa saat kita masih bekerja dengannya kau sudah berkencan dengannya? Jangan bilang ya. Karena itu berarti aku bukanlah pengamat yang baik.”
“Bailah kalau begitu aku tidak akan mengatakan iya.”
“Baiklah katakan apakah sudah?.”
“Belum.”Leyna menurunkan pandangannya mengamati keyboard. “Hubungan ini masih sangat-sangat baru. Hanya itu kau tidak akan dapat lebih jadi kembalilah ke tempatmu dan biarkan aku bekerja.”
Leyna melototkan matanya pada pria itu yang membuat Banner merenggut. Ternyata ia memang tidak akan mendapatkan apapun, Leyna tidak seterbuka itu tentang hal-hal semacam ini. Baner mendorong kursi berodanya untuk kembali ke tempat seharunya ia berada. Mejanya berada di sebrang, sementara meja Selly berada di sebelah kanan Leyna.
Waktu terasa lambat karena Leyna kerap kali melirik ke arahnya, baru kali ini ia ingin hari segera berakhir. Ketika waktu menunjukkan pukul 5 Leyna bergegas membereskan setiap pekerjaannya untuk segera pulang. Ketika sudah sampai di lobby Leyna dapat melihat mobil Jensen terparkir di sana, ketika ia hampir mendekat sopir Jensen keluar dan membukakan pintu untuknya.
“Dimana Jensen?.”
“Tuan Harden meminta saya untuk mengantarkan nona pulang lebih dulu karena ada meeting mendadak.”
“Baiklah.”Leyna masuk ke dalam mobil, setelah menutup pintu mobil pria itu kembali menuju kursi bagian kemudi. Melajukan mobilnya menuju Apartemen Leyna.
“Siapa namamu? Aku harus memanggil apa?.”Leyna menatap supir Jensen dari kaca spion, pria berambut pirang itu tak memberikan ekspresi apapun.
“Nama saya Rey nona.”
“Leyna saja.”serunya canggung.
“Baik Leyna.”
“Eum.. Jam berapa Jensen selesai?.”
“Paling cepat jam 7, tuan Harden akan langsung menuju Apartemen ketika selesai, itu info darinya.”
“Apa kau sudah lama bekerja bersama dengan Jensen?.”
“Ya nona. Maksud saya Leyna.”
“Kau terdengar canggung.”
“Maaf.”
“Kau tidak seharusnya minta maaf.”
Suasan menjadi hening, Leyna dapat merasakan aura tentara yang melekat pada Rey, gaya bicaranya seperti kakeknya saja. Tegas dan ekspresinya sangat kaku. Leyna tak bertanya apapun lagi, Rey nampak serius melihat jalanan sementara Leyna kehabisan topik pembicaraan. Rey hanya menjawab singkat ketika ia bertanya hal itu membuat Leyna tak enak untuk bertanya tentang hal lebih. Tadinya Leyna ingin mengorek sesuatu tentang Jensen darinya, namun sepertinya itu tidak akan berhasil. Rey jelas menunjukkan keinginannya untuk menjawab pertanyaan itu, secara halus memperingati Leyna untuk berhenti. Leyna juga akan melakukan hal yang sama ketika ia malas bicara sementara Banner terus saja mengajukan pertanyaan.
Leyna baru saja selesai mandi, ia memutuskan untuk membuat kopi. Rambutnya tergerai masih lembab akibat keramas. Kini ia berdiri di depan mesin pembuat kopi dengan celana training abu-abu dan kaus putih lengan pendek. Sudah 30 menit waktu berlalu ketika ia memesan lasagna untuk makan malam namun kurir pengantar makanan itu belum juga sampai. Leyna sengaja memesan dua, mungkin saja Jensen belum makan kalau pun sudah ia bisa menghangat kannya di microwave untuk besok. Bel pintu kamar Apartemennya berbunyi yang membuat Leyna bergegas mengambil uang yang telah ia siapkan di atas meja sebelum pergi menuju pintu.
"Maaf terlambat."
"Tidak apa-apa. Ambil saja kembaliannya."Leyna meraih plastik makanan tersebut. Masih terasa hangat.
"Ini terlalu banyak."
"Ambilah."
"Kau akan makan 2 lasagna ini sendirian?."sebekah alis Leyna terangkat bingung.
"Aku sering melihatmu berangkat bekerja. Kau sudah punya pacar?."
"Sudah."Baik Leyna atau kurir makan itu terkejut ketika mendengar suara asing yang berasa dari belakang pria itu. Ekspresi Jensen datar, tatapannya mengarah pada kurir itu. Ia berderap pergi dari hadapan Leyna seraya menatap Jensen sebelum akhirnya menurunkan pandangannya dan pergi dari sana seolah tak terjadi apapun. Jensen beralih menatap Leyna yang tengah memandanginya, Jensen membawa sebuah tas hitam. Leyna menyingkir dari pintu agar Jensen bisa masuk ke dalam. Jensen melewatinya ketika masuk ke dalam, ia menaruh tas hitamnya di atas meja dapur. Mengeluarkan sebuah tas kecil. Leyna menaruh plastik makanannya di atas meja, ia mengabaikan apa yang akan Jensen lakukan dan memilih untuk menyiapkan makannan.
"Kau sudah makan?."
"Belum."jawab Jensen seraya melepaskan jas nya. Ia menyampirkannya di punggung sofa, lalu melepaskan kancing lengan kemejanya sebelum melonggarkan dasinya.
"Aku punya lasagna, kau mau? atau kau mau ku pesankan makanan lain."
"Itu saja."Jensen mengambil tas kecil di samping tas hitamnya yang ia keluarkan tadi lalu pergi menuju toilet. Leyna dapat melihat apa yang Jensen lakukan, pria itu memberikan jejak barang-barangnya di rumah ini. Jensen menaruh peralatan mandinya di laci meja. Leyna merasa mengigit bibir bawahnya gugup, rasanya menyenangkan mengetahui hal itu. Selama ini ia merasa bermimpi, tapi melihat barang-barang Jensen berada di sekitar nya membuat Leyna tertarik dari mimpi itu, kenyataan yang sulit di percaya, Leyna menaruh lasagnanya di atas meja makan. Jensen keluar dari toilet untuk mengambil pakaiannya dari dalam tas yang ia bawa, Leyna menghampiri Jensen, berdiri di sebrang meja menghadap ke arahnya.
"Tidak ada yang akan mencari-cari mu karena kau bermalam di sini?."Jensen mengerutkan kening, ekspresinya nampak geli seolah berkata, yang benar saja apa yang kau katakan Leyna.
"Kau takut aku di sini dan Edward mengetahuinya."
"Apa, tidak. Mungkin saja kau tinggal bersama dengan keluargamu dan mereka akan bertanya-tanya kemana perginya anak tampan mereka yang berharga."Leyna menunjukkan cengiran di wajahnya yang membuat Jensen tertawa. Jensen menaruh celana panjang dan kasu yang ia bawa di atas meja sebelum menghampiri Leyna. Ketika Jensen berjalan menghampirinya, Leyna dapat merasakan jantungnya berdebar keras, Jensen hanya memakai celana sementara kemejanya sudah terlepas dari tubuhnya yang memamerkan otot-otot kekarnya. Leyna sudah menyentuh nya kemarin malam namun kini ia mendamba untuk menyentuh setiap lekukan itu.
"Aku hanya sendirian. Itulah sebabnya aku di sini, agar aku bisa bersamamu."Jensen menempelkan bibirnya di bibir Leyna yang membuat Leyna memejamkan mata dan menikmati sentuhan lembut bibir Jensen di bibirnya. Lengan Jensen merangkul pinggangnya, menempelkan tubuhnya pada Leyna. Leyna melingkarkan kedua tangannya di leher Jensen, menarik tengkuknya agar ciuman ini lebih dalam. Jensen mengangkat Leyna ke atas meja dapur lalu berdiri di antara kedua kakinya sebelum kembali mencium bibir itu. Jensen mencium sisi bibir Leyna sebelum mulumatnya, lidahnya menyentuh lidah Leyna menggoda, menghisap hingga membuat Leyna mengerang. Cengkraman sebelah tangan Leyna berada rambut Jensen. Mencengkram ringan, sebelah tangan lainnya menarik bahu Jensen agar lebih dekat, namun tak terasa begitu dekat. Kulitnya terasa lembab akibat keringat, gigi Jensen mengigit bibir bawah Leyna lembut. Jensen menghentikkan ciumannya, tatapanya turun menatap bibir Leyna. Sama halnya dengan ia bibir Leyna terlihat basah dan lembut.
"Aku menyukai bibirmu."aku Leyna yang membuat Jensen tersenyum geli. Tatapannya cerah tak seperti ketika ia datang tadi. Leyna menyisir rambut Jensen ke bekakang menggunakan jari-jemarinya. Jensen menyenruhkkan wajahnya di pelipis Leyna sebelum kembali mencium bibirnya.
"Aku akan mandi sebentar."
"Aku akan panaskan lasagnanya. Ku pikir sudah dingin sekarang."ucap Leyna dengan senyum menggoda. Jensen meraih pinggang Leyna untuk menurunkannya dari atas meja.
"Lain kali jangan tersenyum begitu lebar dengan pria lain, mereka akan menganggapnya sebagai undangan."ucap Jensen seraya menatap Leyna, lalu meraih pakaiannya sebelum pergi dari hadapan Leyna menuju toilet untuk membersihkan diri.
Setahu Leyna senyum itu menunjukkan keramahan bukannya godaan. Leyna melipat kedua tangannya di depan d**a, menatap ke arah toilet yang sudah tertutup dengan Jensen yang berada di dalamnya. Jensen mengatakannya dengan mimik wajah serius, akan terasa berlebihan jika hal ini dinamakan cemburu bukan, wajar jika ia melakukannya tadi karena Eriana bersikap menyebalkan dengan memamerkan hal itu ke hadapan wajahnya. Leyna tak mau ambil pusing ia menghampiri meja makan untuk mengambil lasagna dan memanaskannya di dalam microwaver, lasagna lebih nikmat di nikmati selagi panas.