“Kok berhenti sih Xel?” Tanya Vianka tanpa menoleh.
“Xel!”
“AXEL!” Kesal Vianka seraya menoleh menatap Axel.
“Lo? Astaga!” Vianka kaget saat melihat Axel tengah menangis tanpa mengeluarkan air mata.
“Lo.” Tunjuk Vianka sekali lagi, “Aishh, ck.” Lanjut Vianka sedikit mengumpat.
Axel menangis dalam diam, tak berani menatap Vianka pandangannya lurus menatap jalan di depannya.
“Ck harusnya disini yang cengeng tuh cewek.” Gerutu Vianka masih terdengar oleh Axel.
Axel menatap Vianka, matanya merah begitu pun hidungnya. “Berarti Axel gak boleh nangis dong?” Tanya Axel membuat Vianka mengacak kasar rambut Axel.
“Ya bukan gitu, Vianka gak ngelarang Axel buat nangis. Cuma ya Axel harus kuat, jangan terlalu sering nangis, enggak bagus juga buat kesehatan Axel.” Balas Vianka asal.
Axel mengusap sisa air mata di pipinya, matanya terarah pada kaca di atas mobil. “Ish Vianka, kok hidung Axel kayak badut ya.” Ujar Axel.
Vianka tertawa, “Tuh, makanya jangan suka nangis biar gak kayak badut hidungnya.” Ledek Vianka.
Kali ini Vianka seperti tengah di permainkan oleh kelakuan Axel, tadi saja saat di rooftop Vianka menyukai Axel yang sedikit romantis, tapi sekarang kelakuan Axel seperti anak kecil. Untuk sekarang Vianka sudah terbiasa dengan sikap Axel yang sangat moody, sekarang dia nangis merajuk pasti sebentar lagi cuek, nantinya romantis dan balik lagi seperti anak kecil.
“Udah ayo jalan lagi, anterin Vianka pulang.” Ajak Vianka tak sengaja menyenggol tangan Axel.
Axel menatap Vianka sengit, “Apaan sih maen senggol segala.” Protes Axel yang membuat Vianka tersenyum mengerti.
“Gak sengaja kali.” Sahut Vianka tak kalah sengit.
‘Sekarang giliran Axel mode cuek.’ Batin Vianka seraya memutar bola matanya malas.
Axel kembali menyalakan mobilnya, kali ini tak ada Axel yang cengeng, yang ada hanya Axel yang dingin tanpa mau mengajak ngobrol Vianka.
Selama perjalanan, Vianka tak hentinya mencuri pandang Axel lewat kaca spion. Pikirannya sudah seperti benang kusut, banyak sekali yang Vianka pikirkan tentang lelaki di sampingnya itu.
“Lo turunin gue di situ aja.” Pinta Vianka seraya menunjuk gerbang komplek perumahannya.
“Iya lah, gak usah ngarep dianterin sampe rumah.” Sahut Axel.
Axel memberhentikan mobilnya, tangannya meraih ponsel yang dari tadi bergetar di saku celananya, dan mengabaikan Vianka yang mengucapkan terima kasih padanya.
Tertera di layar ponselnya, nama Samuel.
Axel mengangkat telponnya.
“Halo bang?” Tanya Axel kembali dengan mood ramah nya.
“ . . . . . . . . . .”
“Iya, gue anterin dia sampe gerbang kok.” Sahut Axel seraya memperhatikan Vianka yang tengah menjauh dari pandangannya.
“ . . . . . . . . . . “
“Ck, oke gue otw sekarang. Gue tutup telponnya.” Balas Axel dengan kesal.
Axel menyalakan kembali mobilnya, bukannya putar balik untuk pulang Axel malah masuk gerbang komplek, dia tersenyum saat pandangannya tak menemukan Vianka dalam jarak dekat. Dia tau Vianka paling jago berjalan cepat, sebenarnya Axel merasa kasihan menurunkan Vianka di depan gerbang. Jarak dari gerbang ke rumah Vianka dibilang cukup jauh, rumahnya berada di ujung komplek itu.
Axel melihat Vianka tengah berjalan gontai, dengan jail dia membunyikan klakson saat mobilnya berjajaran dengan Vianka.
‘TINNN’
“b*****t!” Umpat Vianka yang terkejut karena ada mobil yang mengagetkannya. “Anjir kok kayak kenal ya mobilnya, eh sialan itu mobil ngapain berhenti di rumah gue?” Gerutu Vianka.
“Axel b*****t emang.” Umpat Vianka saat menyadari mobil itu adalah milik Axel, mobil yang tadi menurunkannya di gerbang.
Vianka melihat dari kejauhan Axel tengah keluar dari mobil, tak lama kemudian dari pintu penumpang depan terbuka. Vianka terkejut melihat siapa yang baru saja turun dari mobil Axel, “Fiona?” Gumam Vianka.
“Ngapain tuh mak lampir keluar dari mobil si Axel, kapan juga naiknya?” Gerutu Vianka dengan kesal.
“Ah anjir bete gue, kenapa si Fiona ikut ke rumah gue sih. Ck!” Protes Vianka seraya menendang mobil Axel yang sudah berada di depannya.
‘TITTT’ TITTTT’ ‘TITTTT’
Mobil Axel berbunyi akibat tendangan kesal dari Vianka, hal itu membuat seluruh penghuni komplek keluar rumah.
“Aduh kok pada keluar sih.” Umpat Vianka.
“WOY MALING!” Teriak Axel dari dalam rumah Vianka.
Axel lari tergopoh disusul dengan Samuel, Fiona dan kedua orang tua Vianka, tak lupa juga tetangga rumah Vianka.
“Vianka?” Tanya Fiona yang terkejut saat melihat seragam yang di pakai Vianka, “lo kok sama sergamnya kayak gue?”
“Dek?” Tanya Samuel seraya memelototkan matanya seolah bertanya ‘what are you doing’ pada Vianka.
“Sayang.” Ringis Dina saat melihat keadaan Vianka yang berantakan.
“Vianka, kamu ngapain berdiri disitu?” Tanya Axel heran, “Kamu liat maling nya gak? Kayaknya mau coba bobol mobil Axel deh.” lanjut Axel seraya mendekati Vianka.
“Cih, maling? Lo lagi mimpi ya, mana ada maling di komplek ini. Di sini penjagaannya ketat bro.” Sinis Vianka seraya menabrakkan bahunya pada Axel yang memang menghalangi jalan masuk Vianka.
“Lah? Vianka kenapa sih bang?” Tanya Axel heran.
“Tadinya gue mau nanya sama lo, lo apain adek gue sampe bertingkah kayak gitu?” Tanya Samuel balik.
“Sam, kok Vianka pake seragam kayak gue ya?” Tanya Fiona.
“Tante Dina, om Deni Vianka kenapa ya?” Tanya Axel pada orang tua Vianka.
“Mana tante tahu Axel, kamu kan yang dari tadi sama Vianka.” Sahut Dina.
“Ooooh tadi kamu jemput Vianka ya Xel?” Tanya Deni membuat Axel mengangguk.
“Kamu turunin dia dimana?” Tanya Deni kembali.
“Tadi Axel turunin di gerbang om.” Ucap Axel dengan polosnya.
“Astagfirullah pah.” Ucap Dina pada Deni.
“Abis nurunin Vianka, kamu bawa Fiona masuk mobil kan? Terus kamu anterin ke sini?” Tanya Deni kembali pada Axel.
“Iya om, kok om tau?”
“Ck, jadi itu masalahnya. “ Ujar Samuel seraya masuk ke dalam rumah berniat menyusul Vianka di ikuti dengan Deni dan Dina yang menyisakan Fiona dan Axel.
“Ternyata Axel gak peka orangnya.” Gumam Fiona yang masih terdengar Axel, Fiona ikut masuk ke dalam dan meninggalkan Axel yang tengah berpikir keras.
Axel menepuk jidatnya keras, dia menggerutu. “Vi!” Teriak Axel yang baru menyadari kejadian beberapa menit yang lalu, sungguh Axel sangat loading lama untuk persoalan ini, lelaki itu segera bergegas menyusul Vianka ke dalam kamarnya.
SKIP
Malam ini sangat menegangkan bagi Vianka, setelah mendapat ceramah panjang dari abangnya tadi setelah pulang sekolah.
Bagaimana tidak menegangkan, sore tadi Vianka sudah menyetujui permintaan Samuel yang menyuruhnya untuk tidak lagi menyembunyikan identitasnya, baik di sekolah maupun di sosmed.
Vianka sudah membuat grup di sekolahnya terkejut akan pernyataan yang Vianka berikan, hal itu membuat seluruh sekolah di bandung gempar membicarakan seorang Vianka Pouril alias Vianka si kaca mata tebal.
Semua ini atas bujukan Samuel dan Axel, kedua lelaki yang sangat Vianka sayangi sampai Vianka tak bisa menolak semua keinginan mereka.
Malam ini juga Samuel akan mempertemukan Vianka dengan Satria, Delva dan Priclla adik dari Satria dan pacar dari Delva. Vianka masih ragu untuk bertemu dengan Satria, dia masih ketakutan melihat wajah Satria. Tapi berkat rengekan Axel yang memintanya untuk berani, Vianka mengiyakannya asal dia harus ditemani Axel di sampingnya.
“Semua udah siap Zack?” Tanya Sam pada Zacky yang tengah menyiapkan makanan untuk nanti bakar bakaran.
“Beres bang.” Sahut Zacky.
“Sip dah, nanti anak anak kesini jam delapan, masih ada sisa tiga puluh menit lagi, sini lo ikut gue.” Ajak Sam.
Di dalam kamar Vianka.
“Xel, kok aku deg degan ya?” Tanya Vianka seraya memainkan rambut Axel yang tengah tiduran di paha Vianka.
“Mana sini aku pegang yang.” Ujar Axel hendak menjulurkan tangannya pada d**a Vianka.
‘PLAKK’
“Modus.” Ledek Vianka sembari menggeplak tangan Axel dan menghempaskan kepala Axel dari pahanya.
“Ish yang sakit.” Ringis Axel mengusap kepala dan tangannya bergantian.
“Apaan manggil yang, gak cocok banget dengernya kalo keluar dari mulut kamu.”
“Emang aku ngomong apaan tadi?” Tanya Axel usil.
“Gak tau, emang kamu bisa ngomong?” Acuh Vianka saat tau kemana arah pembicaraannya.
“Yah galtot deh.” Ucap Axel pura pura sedih.
Saat tengah asik saling meledek, Vianka dan Axel mendengar keributan dari belakang rumah tepatnya depan kolam renang, mereka bergegas keluar menuju balkon untuk melihat apa yang terjadi.
Sampai sebuah teriakan membuat Vianka mendadak gemetar ketakutan, “ VIANKA!”