♡ Living Flawless 1
'PLAK'
"Kamu pikir bisa miliki dia seutuhnya hah?"
“Saya tegaskan sekali lagi, dia milik saya.”
"Tapi dia masih suami sah saya."
'PLAK'
"Sah di mata agama saja bukan?"
'PLAK'
"Cukup sudah saya baik pada kamu! Saya muak sama kamu!"
'PLAK'
'BUGH'
"Tak ada alasan lagi untuk kamu hidup, kamu sudah gagal melahirkan seorang anak laki - laki."
'TUK'
'TUK'
'TUK'
"Ucapkan selamat tinggal pada mama mu sayang, cepat."
'DOR' ——— "NO!" Gadis itu terpaksa bangun dari tidurnya karena mimpi yang selalu datang menghampiri tidurnya.
Keringat dingin terlihat bercucuran dari dahi kemudian turun membasahi tubuhnya, terlihat dari seluruh pakaian yang dia kenakan basah.
Gadis bermata coklat itu melirik ke arah samping, tatapannya terkunci pada jam yang berada di atas nakas, pukul empat lewat dua puluh menit.
"Huft! Semakin kesini mimpi itu terasa semakin nyata." Ucap gadis itu.
Untuk sejenak, gadis itu menghela nafas keras, menyeka air mata yang secara tak sadar sudah tumpah ruah membasahi pipinya, dadanya terasa berdenyut sakit tanpa sebab, perasaannya hancur tak tahu kenapa, seperti ada ribuan jarum yang menusuk hatinya. “Ini kenapa pake nangis segala, gak jelas banget deh.” Lanjutnya sembari mengusap kasar pipinya yang diiringi kekehan.
Pagi ini, sama seperti pagi-pagi sebelumnya dia harus bangun dengan keadaan basah karena keringat yang membanjiri seluruh tubuhnya padahal pendingin ruangan di kamarnya selalu menyala. Ia turun dari atas tempat tidur, meraih remot di atas meja untuk mematikan pendingin ruangan lalu bergegas menuju kamar mandi berniat membersihkan diri. Masih pagi untuk mandi , namun biasanya dia akan merendam tubuhnya di bak mandi sampai waktunya berangkat sekolah.
Vianka Pouril, atau sering disebut Vianka. Gadis yang memiliki wajah imut dengan penampilan layaknya gadis seusianya. Namun mengingat postur tubuhnya yang kecil seringkali dia dikira bahwa usianya menyamai anak SD, ditambah lagi dengan mata yang agak besar membuat kesan menggemaskan dalam dirinya, lengkap sudah dia untuk di bully orang - orang karena badan kecilnya.
”Sumpah ya, gue baru nyadar kalo gue itu imut banget.” Tunjuk Vianka yang kini tengah berdiri menghadap cermin, melakukan beberapa kali putaran dengan gaya yang sangat anggun sambil tersenyum menatap dirinya di balik cermin.
“Pantes aja tiap jalan keluar banyak yang ngeliatin, kayaknya makin hari gue itu makin cantik deh, fiks gue jatuh cinta ama diri gue sendiri.” Ucap Vianka sambil terus menunjuk dirinya yang berada di dalam benda persegi panjang itu.
“Kalo sampai mereka tau gimana gue aslinya pasti pada deketin gue deh, secara kan gue pinter, kaya, cantik lagi duh jadi kepedean gini sih.” Kekeh Vianka.
“Vianka sayang, ayo turun kita sarapan dulu.” Teriak wanita paruh baya membuat Vianka mendengus kesal merasa terganggu.
“No Mam, aku buru-buru sekarang udah siang.” Balas Vianka bergegas keluar kamar untuk turun ke bawah.
“No honey, kali ini papa gak akan biarin anak gadis papa yang satu ini kelaparan pas upacara, lagian bukannya kamu ada jadwal interview nanti sore kan? Jadi harus sarapan dulu biar kuat.” Titah papa Vianka diangguki sang mama, “kalo enggak mau sarapan juga gak papa sih tapi ya nanti papa kamu bakal pindahin kamu ke sekolah milik papa, ya kan pa?” tanya mama.
Hal itu membuat Vianka merenggut kesal, “ish masalah gitu doang maen pindah sekolah sih pa, lagian apa hubungannya coba sarapan sama pindah sekolah. Ah papa sama mama kok gitu , Vianka kan bentar lagi masuk SMA jadi sayang banget masa mau pindah sih.” Gerutu Vianka, "iya deh aku makan nih." Pasrahnya saat melihat tatapan tajam papa karena rajukannya.
Vianka kali ini menurut dan memilih menghampiri kedua orang tuanya di meja makan.
“Kenapa kamu buru-buru kerja sih usia kamu kan baru 16 tahun, itu terlalu muda untuk berkerja sayang.” Kata mama Vianka seraya menyiapkan makanan suaminya ke dalam piring.
“Nih ya ma-pa Vika itu mau belajar mandiri, karena apa? Ya karena Vika mau." Ujar Vianka seraya mengeluarkan cengirannya.
"Mama serius sayang." Ujar Dina.
"Kalo masalah usia buat kerja ya menurut Vika usia 16 tahun udah mateng buat mencari pengalaman kerja, mama benar Vika masih muda maka dari itu aku mau cari pengalaman selama aku masih muda pa, ma.” Jelas Vianka sambil menyomot lauk dengan tangannya, alhasil tangannya mendapat geplakan dari sang mama.
“Lagian kan masa papa ngebolehin kak Sam kerja di perusahaan papa sementara aku dilarang buat kerja, aku juga mau kayak kak Sam dong.” Cemberut Vianka membuat papanya menggeleng-geleng heran menatap anak gadis satu-satunya itu.
“Kamu ini ya, disaat gadis lain berfoya-foya menikmati uang dari orang tuanya kamu malah menyia - nyiakannya.” Ucap papa.
Vianka menggelengkan kepalanya, "papa ini ya, dari dulu kan Vika selalu diajarin papa buat sering - sering lihat ke bawah. Semenjak itu Vika sering lihat ke bawah pa, cari koin." Canda Vianka seraya menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
"Bukan itu maksud papa sayang." Sahut Deni sedang menahan kesal pada anak perempuan satu - satunya itu.
"Nah, Vika juga gak gitu kok pa maksudnya." Geleng Vianka.
‘TAK’
“Lo itu ya dek hidupnya enggak pernah santuy.” Cibir Samuel kakak Vianka yang baru saja datang langsung menyentil kening adiknya itu.
“Ish sakit tahu bang, dateng - dateng maen pukul aja." Protes Vianka seraya mengusap keningnya, "Abang gak tahu aja kalo hidup Vika itu kelewat santuy tau.” Lanjut Vianka di balas kekehan sang kakak.
“Santuy gimana sih, berangkat sekolah subuh bener bel sekolah pulang paling akhir, dateng ke rumah langsung masuk kamar, hari libur tetep aja diem di rumah nonton kartun, sekalinya keluar harus gue paksa, enggak berwarna banget sih hidupnya.” Sindir Samuel.
“Nah maka dari itu kali ini gue mau nyari pengalaman kerja biar ga monokrom lagi warna hidup gue Bang.”
“Whoaa ternyata adek gue bisa pake Lo-Gue juga hahaha kaget gue,” tawa Samuel kencang sampai lupa kalau dia tengah makan bersama kedua orang tuanya.
‘BRAK’
“Samuel!" Geram sang papa merasa terganggu.
“Hehe maafin Sam pa, khilaf.” Cengir Samuel, “Eh btw lo mau kerja dimana emang?” Tanya Sam sedikit berbisik pada Vianka.
“Gue mau ngelamar jadi karyawan Kafe kak, di Flawless Cafe.”
“Hah? Gue kira lo mau kerja di perusahaan gede taunya ngelamar di Kafe .”
“Biarin sih, emangnya kenapa kalo gue jadi karyawan Kafe hm? Mama sama papa aja gak keberatan ya kan ma?”
Kedua orang tuanya hanya berdehem membuat Vianka meringis, sebenarnya untuk mendapatkan persetujuan kedua orang tuanya itu Vianka harus rela melakukan semua keinginan orang tuanya itu. Awalnya mereka tidak setuju mengingat Vianka yang sangat ceroboh, namun sepertinya sudah cukup bagi mereka mengarahkan anaknya itu, kini giliran anaknya yang menentukan semua keinginannya.
“Ya udah sih kalo itu kemauan lo gue terima, asal inget loh harus bisa jaga diri oke. Tempat lo kerja nanti itu bukan Kafe sembarangan, cuma anak-anak kaya yang bisa maen kesana. So, lo harus bisa jaga diri apalagi pengunjungnya anak bandel semua.” Tutur Samuel menasihati Vianka.
‘Iyalah gue tahu kali, kan emang itu Kafe milik gue.’ tawa Vianka dalam hati.
“Iya bang, gue bisa jaga diri kok.” Balas Vianka seraya tersenyum.
“Ya sudah cepat selesaikan makannya keburu siang, jangan ngoceh melulu. Papa pergi duluan udah kesiangan, kamu berangkatnya sama abang aja ya.” Suruh pria paruh baya di samping mama seraya berdiri lalu menuju ke arah tangga diikuti sang mama.
“Ih papa, Vika mau bawa mobil aja,” Rengek Vianka.
“Kamu selalu begini tiap pagi, nurut aja kenapa sih, lagian mau bawa mobil atau enggak juga tetep aja gak kamu bawa sampe sekolahan.” Ringis mama seraya menggeleng heran.
"Udah ma, biarin aja." Ujar Deni, "bantuin papa bawa berkas di atas ma." Ajaknya seraya menaiki tangga diikuti Dina di belakangnya.
Tiba-tiba sang kakak menyahut, “lo itu harusnya bersyukur dianterin sama gue cowok ganteng yang punya banyak fans gini, jangan kaku banget lah hidupnya, coba bikin perubahan dong masa mau kayak gitu terus sih.”
“Gitu gimana sih kak?” Kesal Vianka.
“Ya gitu, lo gak pernah mau nunjukin kalo lo itu bisa. Apa lo seneng di injek terus sama musuh-musuh lo?”
“Aku enggak masalah mereka mau gimana sama aku, selagi mereka gak ngelunjak ya masih bisa aku maklumin, lagian ini pilihan aku kok kak.”
"Maklum? Disaat lo diinjek gitu lo masih bisa ngertiin mereka? Ngelunjak? Lo diem aja bikin mereka makin ngelunjak tau, ckckck"
"Ya gue sih fine aja bang, selagi mereka enggak ngusik keluarga ya gue masih bisa kendaliin semuanya. Lo tahu gue kan, gue itu orangnya gak bisa sabar. Jadi ya menurut gue ini cara yang pas buat ngendaliin emosi gue." Jelas Vianka panjang lebar.
Samuel menghela nafas kasar, “lu paling bisa bikin gue diem gak bisa jawab,” Kesal Sam seraya menarik Vianka kedalam pelukannya dengan gemas.
“Hehe, lo nya aja yang kurang kosa kata” Balas Vika cengengesan seraya meledek.
“Tapi inget setelah lulus nanti, lo harus satu sekolah sama gue oke.” Pinta Sam sedikit jeda lalu berbisik tepat di telinga Vianka, “Gue enggak mau adek gue jadi bahan bullyan lagi abis itu pura-pura berangkat sekolah padahal kena skors gara-gara telat masuk pas dijailin temen-temen kelas lo, jangan nanya kenapa gue bisa tau.” Lanjut Sam sedikit mengelus kepala Vianka dengan sayang.
Vianka kaget bukan main mengapa kakaknya bisa mengetahui hal yang sangat privasi itu, “lo tau kak?” Cicit Vianka hanya terdengar di telinga Samuel, "pasti si Zacky tukang kompor." Gerutunya kesal.
Bukannya menjawab, kakak lelakinya itu hanya menatapnya acuh seolah tak peduli.
“Udah ya ma, pa aku berangkat dulu.” Pamit Vianka sembari teriak.
“Hati-hati,” Balas Dina berteriak.
“Huft! Bagaimana kalo gue kesiangan lagi? Kalau begini terus gue bisa-bisa di skors lagi.” Gumam Vianka seraya menyalakan mobil kesayangannya bergegas menuju sekolah.
#
‘BRUMM’
‘BRUMM’
“Tuh kan gue telat lagi." Oceh Vianka menatap kesal gerbang sekolahnya yang sudah menutup.
Kali ini dia memberanikan diri membawa mobil ke sekolahnya, niatnya supaya tidak telat namun ternyata malah seperti ini.
Gerbang tertutup dan sudah banyak murid berbaris di lapangan.
‘TIN’
‘TIN’
"PAK! Buka gerbangnya dong." Teriak Vianka seraya mengeluarkan kepalanya pada jendela mobil.
‘BRAKK’
“Berisik woy!” Ucap seorang lelaki seraya mendudukan dirinya di samping kemudi, membuat Vianka tersentak kaget akan kedatangan lelaki itu.
“Reyhano Zacky! Turun gak dari mobil gue!” Umpat Vianka seraya memukul badan Zacky.
Lelaki yang baru saja masuk adalah teman Vianka satu - satunya di sekolah, hanya Zacky yang mau berdekatan dengan Vianka si gadis udik berkacamata tebal.
“Weiss, bisa lo gue juga ternyata. Lo lagi ngapain siih disini Vik? Biasanya juga suka di titipin ke warung belakang mobilnya. Lo mau jadi bahan tontonan mereka?” Tanya Zacky seraya menunjuk kerumunan siswa yang sedang berdiri di lapangan.
“Gue mau masuk Ky, tadinya gue mau nyuruh pa satpam buat bukain gerbang. Taunya dia gak ada,” balas Vianka.
“Ya bukan pake klakson juga dodol, gimana kalo nanti lo ketauan guru?”
“Pasti gue kena skors lagi lah.”
“Nah lo kan tau.”
Dia melirik jam yang bertengger di tangan ZAcky, “pantesan, udah mau jam delapan sih.”
“Menurut lo baru jam berapa hm?”
“Perasaan tadi gue berangkat jam setengah enam deh.” Ucap Vianka seraya merogoh saku seragamnya.
“Setengah enam pala lo, tadi bang Samuel bilang kalo jam yang lo telat sejam terus dia minta tolong sama gue buat ngasih tau lo.”
“Ah lo mah kenapa kagak ngasih tau gue?” Ketus Vianka masih merogoh saku seragam dan roknya.
“Gue udah nelpon lo berkali - kali kagak diangkat, terakhir yang ngangkat malah nyokap lo.”
Vianka menepuk jidatnya keras seraya mengaduh, “ Duh, kekencengan.”
Zacky yang melihat tingkah Vianka menggeleng takjub pada gadis di depannya, “mana sini gue usapin, lo kira itu jidat batu apa?” ledek Zacky seraya mengusap pelan kening Vianka.
“Ga usah, minggir. Turun gih, gue mau ke Kafe!” Titah Vianka pada Zacky.
Perihal Cafe milik Vianka Zacky sudah mengetahuinya, bahkan lelaki itulah yang membantu segala keperluan Vianka untuk membangun Cafenya.
“Gue ikut ya Vik, sekalian mau ke Toko Kue mama!”
“Hm, tapi lo turun dulu gue males nyetir.”
Vianka sudah menganggap Zacky seperti Samuel, lelaki itu selalu ada membantunya saat Fany menjahilinya. Bahkan Zacky sudah mengetahui seluk beluk keluarga Vianka, saking seringnya dia mengikuti Vianka.
“Ga usah turun, sini geser aja!” Titah Zacky seraya mengangkat badan mungil Vianka ke jok belakang, lalu menggeserkan tubuhnya ke kursi pengemudi.
Hal itu membuat Vianka terdiam kaku, mata bulatnya semakin melebar membuat kaca mata yang dia kenakan melorot ke bawah, tak lupa juga dengan mulut yang terbuka memberi kesan imut bagi yang melihatnya.
“Lo masih mau disana Vik? Sini ke depan, gue bukan supir.” Cibir Zacky.
“Eh, iya - iya.” Ucap Vianka sambil tersenyum canggung.
Suasana di dalam mobil menjadi canggung, membuat Vianka terpaksa untuk menyalakan radio.
“Mampir dulu ke toko bunga ya!” Ucap Zacky di balas anggukan Vianka.
“Eh iya, lo sibuk ga Ky?”
“Kenapa emang?”
“Anter gue nyari apart dong, kayaknya nanti pas masuk SMA gue mau pindah ke apart aja jauh dari rumah soalnya.” Zacky mengangguk sebagai balasan, membuat Vianka tersenyum manis seraya berkata, “makasih Eyhaaan.”
"Hmm." Balas Zacky dengan deheman.