"Soo Jin-aaaah! Kalau kau mau sarapan, sudah aku siapkan yaaaa!"
Ia tersenyum kecil. Padahal ia sudah bilang agar tak perlu mampir. Ia kan bisa mencari makan sendiri. Tapi yang namanya A Yana memang benar-benar bebal. A Yana dan keluarganya sungguh baik sekali padanya. Memberikan nama untuknya bahkan dimasukkan pula ke dalam daftar keluarga mereka untuk membantunya tinggal di sini. Ia berusaha menghilangkan identitasnya di sini. Tapi tak yakin. Afiliasi ayahnya maupun tunangannya sangat kuat. Ia mungkin salah karena melarikan diri ke sini. Namun ke Eropa atau Amerika?
Menurutnya lebih berisiko. Bisnis ayahnya dan juga tunangannya sangat banyak. Mereka bisa mengerahkan banyak orang untuk menangkapnya. Dan ya memangnya di sini tidak?
Di sini iya. Tapi ia punya kedudukan sebagai warga negara di sini. Ya ia sampai pindah kewarganegaraan dan menghilangkan nama aslinya. Tapi masih tak yakin juga akan bisa mengelabui mereka. Ia memang gila. Namun ia punya alasan kenapa ia melakukan ini. Apa alasannya?
Ia tak mau menikah. Titik.
Ia tidak mencintai tunangannya. Lalu harus kah dipaksa hanya karena persoalan bisnis? Ia merasa seperti dijual. Walau tak begitu jalan ceritanya. Namun intinya ya penguatan bisnis.
Arsenia Gavriel. Perempuan-perempuan lain mungkin akan rela menyerahkan segalanya untuk lelaki itu. Ia? Ia tak mau. Ia tahu kalau lelaki itu yaaa baik, ya sempurna dari segi apapun. Tapi baginya, tak menarik. Tak ada yang membuatnya bisa tertarik. Tak ada hal yang bisa membuatnya jatuh cinta.
Hari ini ia hendak hadir di salah satu kantor untuk wawancara kerja. Ya ia tak mungkin bertahan di sini tanpa pekerjaan. Walau uangnya banyak karena sengan cerdik, ia mengalihkan dana pada akun A Yana. Lebih tepatnya memang menggunakan identitas A Yana. Lalu dipindahkan lagi ke akunnya di sini dengan nama Hong Soo Jin. Ia juga membagi beberapa ATM ke beberapa tabungan berbagai negara dengan identitas Hong Soo Jin. Kalau ada apa-apa, A Yana dan keluarganya akan mengamankan semua danya. Dana yang tentu saja tak sedikit karena sebelum kabur di sini, ia membantu ayahnya di perusahaan. Ia juga berakting dengan sangat baik untuk mengambil hati tunangannya demi menguras uangnya. Hahaha. Lantas berhasil?
Uangnya berhasil masuk karena Arsenia mencintainya. Tapi cowok itu marah sekali karena tahu ia dipermainkan dan ya tahu kan ending-nya bagaimana?
Eits ending-nya belum kabur ke Korsel. Ia pergi ke Malaysia dengan alasan melanjutkan S2 dan di sini lah ia bertemu dengan A Yana. Sementara hubungannya dengan Arsen justru memburuk. Apalagi ia semakin blak-blakan kalau ia tak mencintai lelaki itu. Ia terpaksa menjalankan hubungan bersamanya. Ia juga tak ingin menikah dengannya. Namun Arsen tetap tidak menyerah. Gerah karena semakin tahun mendekat, ia dipaksa menikah dari segala arah, ia memilih kabur ke sini. Ya perjalanannya tentu cukup panjang kan?
Lalu kini, ia berusaha berpenampilan biasa saja agar tak menarik perhatian. Namun tetap gagal karena wajahnya yang cantik itu. Ia sempat meminta A Yana untuk menemaninya ke rumah sakit. Untuk apa? Operasi plastik. A Yana melongo kala itu mendengar keputusannya. Apalagi yang mau dipercantik dari seseorang yang sudah cantik?
Ia hanya ingin menghilangkan identitas sebagai Narsha. Hanya itu. Walau hatinya juga masih bimbang. Wajah ibunya tentu saja masih terbayang. Entah apa kabarnya, ia juga tak bisa menghubungi satu orang pun dari keluarganya. Karena ayahnya tentu menutup semua pintu hingga ia mau kembali.
Tapi saat ia sampai di rumah sakit, tak ada satu pun dokter yang mau mengoperasinya. Karena wajahnya dianggap sudah sempurna. Sebuah kecantikan yang orang-orang di sini sangat menginginkannya. Mereka tak mau mengubahnya bahkan mau dibayar mahal sekalipun. Tapi ia tentu saja tak bisa membayar mahal semahal itu. Ia butuh uang karena ia tak tahu bagaimana hidupnya mendatang.
Ia berjalan menuju halte lalu duduk di sana. Menunggu rute bus yang akan mengantarkannya hingga ke sebuah kantor. Ia menghembuskan nafas. Ia masuk ke dalam bus lalu duduk sambil melamun.
@@@
Ia terus memantau pencarian Narsha di Korsel. Tentu saja sangat mudah baginya untuk melacak keberadaan gadis itu. Memangnya stafnya orang-orang bodoh?
"Begitu dapat, langsung bawa ke Indonesia."
Ia sudah tak bisa menunggu-nunggu lagi. Semakin dibiarkan, gadis itu akan semakin senang. Cinta itu kan bisa datang kalau sudah hidup dengannya. Lagi pula apa susahnya menerimanya? Ia mencintainya kok. Ia tak akan menyakitinya. Ia justru akan sangat menjaganya. Ia mengusap wajah. Lelah menghadapi Narsha selama beberapa tahun terakhir.
"Saya harus ketemu orangtuanya Narsha. Kamu bisa kosongkan jadwal saya hingga sore."
Sekretarisnya mengangguk. Ia memang sudah berjanji akan datang ke restoran untuk menemui mereka dan makan siang di sana. Ia berjalan menuju lift hingga akhirnya tiba di lobi. Lalu keluar dari sana dan masuk ke dalam mobil. Dalam sekejab, sopirnya mengantarnya menuju sebuah restoran yang lokasinya tak terlalu jauh. Baru turun di depannya, ia sudah melihat seseorang yang dikenalnya. Yeah sesama pengusaha. Cowok itu langsung menyapa begitu melihatnya.
"Hei, Sen!"
Ia mengangguk lantas ya sedikit bertos ria sebagai ganti berjabat tangan.
"Makan?"
"Ya baru akan. Gue masih nunggu yang lain. Biasa lah."
Ya. Ia mengangguk-angguk. Sudah hapal dengan geng Adhiyaksa. Jadi ia berbicara sebentar dengan Ferril lalu masuk ke dalam restoran.
"Oh anda sudah ditunggu di sebelah sana."
Ia diantar menuju ruangan khusus yang sudah dipesan. Orang kaya memang tak suka kalau pembicaraannya didengar oleh banyak orang. Jai ia bergegas ke sana. Begitu tiba, langsung menyalami. Begitu duduk, ia baru menyadari wajah sendu ibunya Narsha. Ya pasti sedih lah karena anaknya tak berkabar.
"Kamu dapat kabar dari Narsha?"
Ia selalu berupaya untuk berpura-pura membiarkan Narsha kabur di depan ayah dan ibunya. Ya biar terkesan hubungan mereka baik-baik saja. Padahal ayahnya Narsha juga tahu kalau anaknya tak mencintai lelaki yang hendak ia jadikan calon menantu ini. Tapi ayahnya juga tak menganggap serius. Sama seperti Arsen, menurutnya anaknya bisa mencintai Arsen nanti.
"Yaa, om."
"Kapan kamu akan membawanya kembali?"
"Secepatnya, om."
Si om mengangguk-angguk. "Kamu tahu kalau hanya kamu yang bisa ku andalkan bukan?"
Arsen mengangguk. Ya kalau berbicara ini memang benar. Kakaknya Narsha kan sudah menikah tapi kemudian bercerai. Lebih tepatnya, dipaksa untuk bercerai begitu anaknya lahir. Ya menikah karena hamil. Tapi keduanya sebetulnya saling mencintai. Namun level ekonomi mereka berbeda jauh. Cowok itu didepak sejauh-jauhnya dan hingga kini tak tahu di mana keberadaannya. Rasa-rasanya, kejadiannya juga belum lama.
Itu hal lumrah bagi mereka. Karena mereka hanya ingin bibit unggul. Bahkan ada kemungkinan, anak itu juga akan diungsikan entah ke mana. Karena ya tadi, ada gen lelaki yang tidak seharusnya menjadi menantu dari keluarga besar Narsha. Tak heran kalau Narsha terkena imbasnya. Pengawasan terhadapnya jauh lebih ketat. Terutama soal lelaki.
"Begitu Narsha kembali, segera siapkan pernikahan."
Arsen mengangguk. Ia bukannya tak punya pilihan selain menuruti. Tapi karena ia juga memiliki hati untuk gadis itu, ia juga ingin menikah. Usianya sudah 33 tahun. Ia sudah menunggu Narsha cukup lama. Kini saatnya ia mewujudkan semuanya. Tapi ia juga tak mau memaksakan. Ia juga ingin Narsha menginginkan pernikahan ini karena dia mau. Bukan karena dia terpaksa.
@@@
"Di mana lo, bro? Mau makan bareng kita?"
Ia terkekeh. Sayangnya ia tak berada di sekitar Jakarta sekarang. Tangerang terllau jauh dan memakan waktu untuk ke sana. Meski ia bisa saja kan kalau mau ke sana melalui jalur udara.
"Lain kali, bro. Gue lagi di rumah kyai. Ya biasa lah."
"Oke, pak ustad!"
Ia terkekeh lantas teringat sesuatu. "Eh iya, lihat Ando? Udah lama gak ketemu Ando di sini."
"Oh bentar." Ia berjalan menuju Ando. "Juna," tukasnya.
Ando menerima telepon itu.
"Kenapa?"
"Pak kyai nanyain lo tadi. Katanya udah lama gak pernah ke sini lagi."
Ando tersenyum tipis. Ia memang memutuskan untuk tak ke sana lagi. Rumah tangganya bisa benar-benar bubar kakau ia lakukan itu meski hanya sekedar untuk mencari ilmu. Ya mungkin beberapa bulan belakangan? Yang jelas semenjak istrinya hamil, ia memutuskan tidak ke sana. Segala keperluan, bisa ia titipkan pada abang iparnya. Toh rumah iparnya lebih dekat bukan?
"Ya. Titip salam aja buat beliau."
"Oke, bro."
Juna mengiyakan. Ia justru di sini hari ini karena baru saja dikenalkan dengan salah satu keponakannya si pak kyai. Ia tentu saja tak mengatakan kepada siapapun persoalan ini. Ya tak mau diledek juga. Ia juga punya niatan untuk menikah kok. Ia tak sadar kalau beberapa perempuan menatapnya dari kejauhan. Ya teman-temannya gadis itu tentu saja tahu kalau ia yang baru saja dikenalkan. Tapi masih belum tahu akan berlanjut atau tidak. Rumah si gadis tak terlalu jauh dari pesantren ini. Namun hampir setiap hari ia ke sini karena membantu mengajar beberapa mualaf di sini.
"Aku sepertinya mengenalnya."
Tutur perempuan bermata sipit dan tampak cantik. Sudah lama ia tinggal di sini sejak keluarganya resmi mengusirnya. Menjadi mualaf tentu tak mudah untuk keturunan Cina sepertinya.
"Kenal? Kenal dari mana?"
"Ya ampun. Masa kamu gak tahu sih, Raaan? Dia terkenal tauk."
"Ter...ke..nal?"
Si gadis mengangguk. Ia mengambil ponselnya tapi dilarang gadis yang bernama Ranee itu. Mereka tak diizinkan memakai ponsel sekarang di area pesantren. Jadi mereka berjalan dulu kekuar dari gerbang lalu menyebrangi jalan dan masuk ke g**g kecil.
"Nih....Juna kan?"
Ia memperlihatkan foto Juna yang tak hanya sendiri tapi juga bersama beberaoa lelaki. Fokus Ranee memang tertuju pada wajah Juna yang ganteng dan adem itu. Sedang kan fokus Rosi justru tertuju pada foto si pemilik akun. Yeah yanga da di dalam lingkaran kecil di atas foto yang diposting itu.
"Kamu sering membuka akun cowok itu? Bang Ando kan?"
"Hah?"
Ia malah terbengong-bengong. Lalu menatap lagi dan ya. Kalau tak begitu, mana mungkin ia tak cepat mencarinya. Ia sih sempat mendengar kalau gadis keturunan Cina ini yang sempat dikenalkan kyai mereka pada lelaki bernama Ando untuk dijadikan istri. Tapi ia tak tahu apakah rumor itu benar atau tidak. Karena perempuan ini juga tak pernah memberikan klarifikasi apapun.
"Siapapun tahu siapa mereka, Rosi."
Ia berdalih. Lalu mengalihkan pembicaraan pada Juna. Ia banyak menceritakan soal Juna yang ia tahu karena lelaki itu adalah sahabat baik Ando.
@@@
Ada hal yang terkadang tak disadari manusia. Perihal takdir, yaitu titik pertemuan. Terkadang kita bertanya di mana seseorang itu? Seseorang yang sangat kita rindukan. Kita tak ingin mencari karena kita tahu, kalau dicari tak akan bertemu. Tapi kalau kita biarkan saja perasaan penasaran itu, seringnya malah tiba-tiba muncul di depan mata. Ya kan?
Namun itu juga tak terjadi pada semua orang. Karena hanya mereka yang ditakrirkan lah yang akhirnya akan dipertemukan. Ini kan persoalan pilihan Tuhan. Sebagai manusia ya hanya bisa menjalani hidup dengan baik, berusaha dengan baik, dan berdoa banyak-banyak. Usaha dunia dan akhirat harus diseimbangkan. Ya kan?
Saat Alfa naik ke dalam bus, ia justru berjalan ke arah belakang. Ikut berdiri di sana. Karena ia tahu kalau berdiri di dekat pintu, akan menghalangi orang yang hendak masuk dan keluar. Ya sayangnya ia berjalan ke arah belakang. Coba kalau ke arah depan?
Ia akan menemukan perempuan yang akhir-akhir ini mampir ke kepalanya. Bukan untuk menyapa apalagi membuat keributan. Hanya mampir tanpa kata tapi penuh senyuman di dalam khayalannya. Ya mungkin ia memang sudah gila karena membayangkan hal itu. Saking sudah lamanya tak bertemu. Yang dibayangkan justru sedang duduk termenung. Di dalam kepalanya yang selalu was-was. Takut ada yang tiba-tiba mengikuti dan mengejar. Karena hidup begininya pun tak mudah bukan?
Andai keluarganya seperti keluarga A Yana yang bisa menerima A Yana apa adanya. Walau diawal juga penuh keterkejutan. Ia untuk menentukan pilihan hidup saja susah. Tak diberikan kesempatan. Dilarang. Karena sama saja dengan mengkhianati keluarga. Kultur keluarganya begitu kuat. Ia sampai tak tahu harus bagaimana lagi menghadapinya.
Ia menarik nafas panjang lalu memerhatikan sekitar. Tampaknya, ia sudah hampir sampai. Ia tentu sudah cukup hapal jalanan Seoul yang tak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Karena kalau yang jauh, ia tak mungkin akan tahu juga.
Ia segera berdiri karena hampir sampai. Berjalan sedikit menuju pintu depan. Yeah bukan pintu belakang. Kalau ia naik dan turun di dekat pintu belakang, mungkin ia akan bertemu lelaki itu. Lelaki yang juga sudah berdiri di dekat pintu belakang. Keduanya sama-sama bergerak turun dari bus yang berhenti tepat di depan halte. Banyak gedung-gedung perkantoran yang menyambutnya di pagi yang cukup hangat ini.
Ia berjalan menuju gedung kantor itu. Sementara Alfa tak sengaja menjatuhkan barang milik orang di sebelahnya. Ia membantu mengambilkan meski diomeli dalam bahasa Korea. Lalu membungkuk sebagai permohonan maaf dan berjalan ke arah yang sama dengan Narsha. Ke pintu yang sama. Tapi sayangnya, gadis itu sudah sampai di lobi lebih dulu.
Saat Narsha berdiri di dekat meja lobi, Alfa justru lewat di belakangnya dan kemudian masuk ke dalam lift. Mereka bertemu tapi tak menyadari.
@@@