DP 13. Ancaman

3192 Kata
Delisha bisa berbicara leluasa pada Erion seperti ia masih hidup, karena saking sempurnanya kemampuan animatronika Erion. Jika diibaratkan teknologi manusia, ia membuat manusia andoid yang memiliki artificial intelegensi (AI) paling sempurna. AI yang bukan sekadar mesin, tetapi ia punya perasaan, ia juga sensitif terhadap emosi lawan bicara, situasi sekitar, dan memikirkan apa respons terbaik atau jawaban terbaik untuk setiap interaksi. Kerja AI ini dipengaruhi IQ dan EQ dasar Delisha yang telah tertanam selama ia hidup. Karena Devdas masih tergantung padanya, maka Delisha berusaha membangun komunikasi yang baik dengan Erion yang memberinya baterai. Di lain pihak, Erion jadi merasa memiliki pendamping karena Delisha akan bicara berdasarkan AI (hati)-nya. Mereka bisa beradu argumen atau Delisha akan menjawab pertanyaan seputar kehidupannya sebagai manusia. Tidak menariknya umat Erion karena memiliki keseragaman pikiran, mereka berfokus pada mensucikan diri dan menguasai ilmu kesaktian semaksimal mungkin. Hal itu membuat mereka minim memiliki nafsu dan Erion, sebagai raja, tidak pernah mendapat pertentangan dari umatnya. Apa pun yang dikatakannya, mereka akan menyetujuinya. Dinamika hubungan antara laki-laki dan perempuan juga sangat datar. Interaksi lawan jenis di kehidupan jin udara, selain hanya akan dilakukan atas petunjuk tetua, juga jika saatnya tahun membuat keturunan. Misal, jika banyak jin udara yang tewas karena perang. Untuk melakukan ritual asimilasi atau pernikahan cakra ini, diperlukan posisi bulan berada di titik terdekat dari bumi (perigee). Bulan akan terlihat lebih besar dan terang, yang disebut 'Supermoon'. Cakra bulan yang terpancar maksimal akan membantu keromantisan penyatuan dua insan, karena itu cakra Delisha sangat dibutuhkan sebagai pemberkatan setiap kelahiran jiwa baru. Itu seperti tugas ratu dalam kerajaannya. Kenapa jin udara tidak mengambil orang dari golongan mereka sendiri? Perlu diingat lagi, mereka bekerja mengikuti ramalan/arahan tetua atau leluhur. Tampaknya titisan bulan memang selalu lahir dari golongan manusia, karena mereka kaum terlemah. Erion melihat kenyataan itu dari Devdas yang dibuang menjadi manusia. Pria itu menjadi sangat lemah, bahkan kepada perempuan yang notabene makhluk paling lemah gemulai, ia bertekuk lutut. Bangun dari tidurnya, Devdas tidak ingin berpisah dari wanita-wanitanya. Ia cumbui lagi mereka, ia tunggangi satu per satu replika Delisha dan menghancurkannya. Selama berjam-jam Devdas berposisi seperti binatang berkaki empat bersanggama. Devdas menjadi lupa waktu, sehingga Erion tidak mereproduksi replika Delisha lagi. Ketika replika terakhir hancur, Devdas terhenyak telungkup di bantal. Jasad Delisha sudah lama ditidurkan kembali agar tidak perlu melihat betapa menyedihkannya pria itu. Devdas mungkin mendapatkan kepuasan lahiriahnya, tetapi kenyataan bahwa wanita itu hanya replika dan tubuh mereka tidak sehangat manusia asli, menghampakan hatinya. "Kau terlalu lama di sini. Apakah kau tidak ingat anak-anakmu?" Erion memperingatkan Devdas. Devdas diam saja. Di benaknya terpikir anak-anaknya sedang asyik bermain dengan mama kecil mereka. Sementara ia menikmati 'Mama' mereka di sini, biarlah anak-anak menghabiskan waktu bersama-Nya di sana. "Ada yang harus kusampaikan padamu," lanjut Erion. Devdas bereaksi. Ia membalik tubuh seraya menoleh Erion. Mukanya dingin dan tatapan juga dingin. Ia iri dengan kekuatan Erion. Setelah kekuatan cincin, ia ingin meminta kekuatan animatronik. Ia ingin bisa menghidupkan Delisha sesuka hatinya. Ia jadi bertanya-tanya kenapa Tuhan tidak membuatnya sesakti Erion? Namun, Devdas hanya bersuara dingin. "Apa yang ingin kau sampaikan?" "Soal cincin kekuatan es." Kening Devdas mengernyit. Bukankah katanya ia tidak punya? Ternyata ia memilikinya. Bagaimana caranya? "Kenakan pakaianmu. Kita bicara di sasana latihan fisik. Akan kutunggu kau di sana," ujar Erion lagi lalu ia berlalu dari hadapan Devdas. Devdas bergerak mencari pakaiannya. Ternyata baju yang dikenakannya tempo hari sudah dalam keadaan bersih dan terlipat rapi ditaruh di atas meja. Ia kenakan pakaiannya sekalian merapikan rambut dan keseluruhan penampilan saat mematut diri di dinding yang mengilat bagai cermin. Ia keluar dari aula hiburan, melewati makam Delisha, di mana jasad istrinya itu berbaring tenang dalam peti kristal. Ia ingin menghampiri, tetapi rasa segan karena ia baru saja berseronok dengan 10 orang dirinya, akan tetapi itu belum cukup. Devdas tersadar ia telah menjadi kemaruk. Avram menyambangi Devdas. "Lewat sini, Tuan!" ujarnya mengarahkan tangannya ke selasar yang harus Devdas tuju. Devdas menghela napas memantapkan diri. Ia melangkah mengiringi arahan Avram. Mereka tiba di aula yang tidak jauh berbeda dengan aula sebelumnya. Ruangan terbuat dari dinding kristal, luas, dan tidak terlihat perabot apa pun. Erion berdiri di ambang ruangan dan kedua tangan bertaut di belakang. "Ruangan apa ini?" tanya Devdas yang keheranan kenapa mereka mesti berada di ruangan itu padahal tidak ada apa-apanya. "Seperti aku sebutkan terlebih dahulu, ruangan ini adalah tempat kami berlatih serangan fisik. Kau akan lihat kegunaannya sebentar lagi. Sekarang biar kuberitahu satu hal dulu." Erion menengadahahkan sebelah tangannya dan muncul cincin melayang di telapak tangannya. Cincin batu kristal berwarna kebiruan, memancarkan cahaya kebiruan pula. "Cincin ini terbuat dari sisik siluman naga es. Aku hanya perlu mengambil sekeping dan itu pun bukan hal mudah karena tetua tidak memperbolehkan kami membunuhnya sementara siluman itu tidak akan mau memberikan sisiknya barang sekeping pun karena tahu kekuatannya. Cincin ini akan menjadikanmu memiliki kekuatan membekukan. Aku harus memperingatkanmu bahwa kekuatan pembeku cincin ini sangat kuat. Sekali kau sudah membekukan sesuatu, maka kau tidak akan bisa mengembalikannya. Akan beku selamanya, jadi gunakan secara bijak." "Bahkan padamu? Pembuat dan juga pengendali kekuatan es?" selidik Devdas. Erion menyengir. "Kami jin udara. Akan sangat sulit membekukan kami, tetapi kau bisa mencobanya lebih dulu." Tiba-tiba Erion mengibaskan tangan dan energi pembeku mengenai tubuh Devdas. Devdas terbelalak dan mukanya membiru dengan ekspresi penuh kebencian. Dingin sangat cepat menjalar di tubuhnya. Badannya berubah menjadi kristal es dan ia tidak bisa melakukan apa pun untuk mencegahnya. "Sialan!" desis Devdas sebelum ia membeku seutuhnya. Terakhir dilihatnya senyum tipis Erion, lalu langit-langit ruangan kristal karena tubuhnya roboh ke lantai dan pecah menjadi serpihan-serpihan es. *** Sudah berhari-hari ayah mereka tidak pulang sehingga anak-anak sedih jika berada di rumah. Mereka senang berada di sekolah karena berteman Delisha, tetapi hanya sampai jam penitipan, lalu mereka harus pulang. Sampai hari Jumat, keesokannya libur, mereka mengajak Delisha bermain ke mansion. "Ayolah, Delisha-ji. Kita bisa memasak bersama lagi. Aku pikir ayahku akan segera pulang dan ia pasti akan senang jika mencicipi kue buatanmu," pungkas Rani. "Oh ya?" gumam Delisha dengan pipi merona yang tidak disadarinya. Tidak menyangka apa pun yang dibuatnya dipuji menyanjung seperti itu. Aaryan dan Chander menangkap gelagat itu, segera menambah memuji-muji mama kecil mereka. "Haan, Delisha-ji. Kita juga bisa berbelanja, membeli bahan apa saja yang kita butuhkan untuk membuat kue apa saja. Semua kue buatanmu sangat lezat, kami bisa memakannya setiap hari tanpa merasa bosan. Bagaimana jika membuatnya di rumah kami, jadi kami bisa punya banyak persediaan. Ayolah, anggap kita bermain rumah-rumahan dan kau ibu yang mengurus anak-anaknya." Rani pun lekas mengangguk-angguk seraya menambahkan, "Setelahnya kita bisa manicure dan pedicure, sambil memakai face mask dan merawat rambut kita." Permainan seperti itu memang permainan yang disukai anak gadis. Shopping, cooking, baby sitting, dan beauty make over. Delisha tentu saja tambah semangat. "Aku akan minta izin ayahku dulu," katanya lalu bergegas pergi mencari ayahnya. Richard Lee ada di ruang kerjanya untuk menyelesaikan beberapa laporan, mendapati putrinya dan Siberian datang dengan mata berbinar-binar serta bersuara merengek, "Please, Daddy ... please ...." untuk kesekian kalinya dalam seminggu ini, Richard akhirnya menyerah. "Oke, baiklah, Baby ... kau boleh pergi." "Yeaaay!" Delisha dan anjingnya langsung melompat kegirangan. "Tapi ingat, bawa Siberian bersamamu dan aktifkan ponselmu. Kalau ada apa-apa segera hubungi Daddy, okay?" "Okay, Dad!" sahut Delisha penuh semangat. Ia kecup pipi Richard lalu berlari kecil meninggalkan ruangan diiringi anjing penjaganya. *** Melihat patung es Devdas terpecah belah, Erion tertawa karena ia tahu Devdas masih bisa menyaksikannya. Ia gunakan kekuatan angin, membentuk pusaran angin kecil yang mengipasi sekitar sehingga es Devdas cepat mencair. Beriringan potongan tubuhnya mulai melembek, sel-sel Devdas beregenerasi dan membentuk badan utuh lagi. "Aakh!" hela napas Devdas ketika ia hidup kembali. Jantungnya berdetak kuat memompakan darah ke seluruh pembuluh yang mulai terbentuk. Matanya yang terbelalak, mulai berkedip-kedip dan selanjutnya anggota tubuh lainnya bisa bergerak. Pakaiannya yang hancur diperbaharui oleh Erion hanya dengan kibasan tangan. Devdas sangat geram jin itu menggunakan dirinya untuk memeragakan kekuatan yang bisa segala dengan sangat mudah. "Itu tadi contoh ilmu pembeku jin udara, Devdas, kami bisa memulihkan apa yang kami bekukan, tetapi jika menggunakan kekuatan cincin ini, apa yang kau bekukan tidak akan bisa dipulihkan," perjelas Erion. "Ya, ya, aku mengerti," sahut Devdas gusar. "Karena itu, di ruangan ini kau harus berlatih dulu menggunakan cincinnya supaya tidak terjadi kecerobohan." Devdas mencoba berdiri dengan kekuatannya yang ada dan ia ngos-ngosan karena baru pemulihan. Posturnya masih bungkuk, berangsur-angsur menegak. Sepasang mata abu-abu gelap Devdas terpicing pada Erion. Jin itu membalasnya dengan seringai angkuh. Erion menyerahkan cincin kekuatan es ke tangan Devdas. "Sekarang cobalah!" ujar Erion. Devdas mengenakan cincin itu di jari manis tangan kiri. Ia langsung merasakan tangan kirinya menjadi sangat dingin dan mengeluarkan uap es. Devdas menyeringai. Tanpa basa-basi, ia menembakkan bola energi es ke Erion. Jarak mereka sangat dekat, dipikirnya tidak mungkin Erion sempat mengelak. Namun, ternyata dari tubuh Erion terbentuk perisai udara yang menangkis serangan itu. Alhasil bola energi Devdas pecah membentuk tameng es. Devdas terbelalak Erion bisa menepis serangannya dengan sangat mudah sementara Erion tertawa-tawa, senang membuat Devdas kecele. "Kau menyerang seorang master pengendali es dengan jurus es, itu sungguh trik yang luar biasa, Devdas," ejek Erion. "Berengsek!" desis Devdas. "Tapi aku mengapresiasi tindakan nekatmu. Percobaan yang bagus untuk penggunaan pertama dan kau bisa mempelajari bahwa jurus itu bisa ditangkis asalkan kau lebih cepat. Untuk mengasah kemampuanmu, ruangan ini akan menyiapkan serangkaian latihan untukmu. Kau harus menjalaninya atau aku tidak bisa memercayakan cincin itu padamu." Devdas jadi sedikit sangsi. "Jadi, maksudmu kau memang membuat cincin ini khusus untukku?" Erion angkat bahu. "Memangnya aku atau umatku perlu instrumen semacam itu? Aku membuatnya karena katamu kau membutuhkannya. Apa kau berusaha tidak menganggap ini supaya kau tidak perlu berterima kasih padaku? Kau tidak dalam posisi yang pantas untuk jual mahal, Devdas." Devdas bergumam sebal. "Kau memberiku cincin ini, cincin itu, apa kau mencoba menjebakku? Tidak mungkin cincin-cincin itu tidak ada efek sampingnya, benar kan?" Erion berkata dengan santai. "Ah, ya, soal itu. Karena kau menyebutnya, maka akan kukatakan padamu efek sampingnya. Cincin penghilang akan membuat wujudmu benar-benar hilang jika kau terlalu lama memakainya. Cincin pembeku juga begitu, kau akan membeku jadi es jika terlalu lama memakainya." "Seperti apa terlalu lama yang dimaksud di sini?" tanya Devdas lagi. "Keseringan dan sekitar seharian dipakai terus menerus. Kau bisa mengetahuinya jika di sekitar jari manismu mulai terpengaruh. Seperti menjadi transparan atau beku." "Oke, aku paham sekarang," gumam Devdas seraya menatap kedua tangannya. Tangan kirinya memancarkan energi es, tangan kanannya memancarkan energi api sinar matahari dan Nigrum Mortem. "Nah, silakan mulai berlatih. Aku ucapkan semoga berhasil!" ucap Erion lalu ia undur diri dari ruangan tersebut. Devdas langsung berkonsentrasi. Di ruangan aula yang lapang, bermunculan manekin-manekin berbentuk manusia dan aneka siluman. Seperti arena latihan menembak umumnya, maka Devdas bisa melatih akurasi dan presisi jurusnya. Dengan kedua tangan memegang dua elemen yang berbeda, maka Devdas bisa mengkombinasikan serangannya. Untuk beberapa waktu, ia sibuk berlatih terutama jurus es di tangan kirinya yang belum terlalu mahir. Semakin mahir Devdas, maka tingkat kesulitan wahana pun semakin tinggi, seperti musuh yang bisa berkelit serta balas menyerangnya. Devdas seolah bertemu lawan yang sepadan sehingga ia giat menjalani latihan tersebut. Selama Devdas menikmati waktunya, anak-anaknya juga. Mereka menikmati weekend bersama si Mama kecil. Delisha diizinkan menginap di mansion keluarga Ali Hussain. Ia membawa serta Siberian. Di perjalanan ke sana, bukan hanya anak -anak yang senang, Vijay juga. Kehadiran Delisha di tengah-tengah mereka menjadikan keluarga itu serasa utuh kembali. Sepanjang perjalanan, keempat anak itu berceloteh tentang banyak hal. Sebelum tiba di mansion, mereka mampir ke toserba dan berbelanja aneka bahan makanan. Sesampainya di rumah, hari sudah gelap. Penjaga rumah menyalakan lampu-lampu. Vijay membukakan pintu depan untuk anak-anak, setelahnya ia memarkir mobil ke garasi, lalu beristirahat. Suasana mansion yang sunyi langsung berubah ramai oleh tawa canda dan percakapan anak-anak. Sambil membawa belanjaan ke dapur, mereka jalan berbarengan. Namun, Delisha merasa sedikit waswas pada hawa dalam rumah itu. Siberian turut merasakan hal yang sama dengan Delisha. Anjing itu berputar-putar dan menyalak tak tentu arah karena gelisah. Delisha bergumam dengan suara direndahkan pada Rani seraya mengitarkan pandangannya. "Kamu yakin Miss Gea tidak ada di rumah? Aku merasa sepertinya ia masih ada di sekitar sini." "Awalnya kami juga merasa begitu, tetapi jika Miss Gea benar-benar ada, ia tidak akan melewatkan kesempatan untuk membuat ulah, bukan? Lagi pula, sudah berhari-hari kami tidak melihatnya." "Oh, mungkin hanya perasaanku saja," lirih Delisha. "Ya, mungkin karena ia orang yang benar-benar mengesalkan sampai-sampai bekasnya masih melekat di rumah ini," imbuh Rani yang membuat si kembar berceletuk. "Ya, karena dia sangat sukar dibasmi. Ia seperti amuba yang berkembang biak sangat cepat. Mungkin rumah ini harus disteril ulang. Jika Papa kembali, ia akan melakukannya, karena Papa juga sangat tidak menyukai Miss Gea. Papa hanya suka De ... Hmmmph!" Mulut si kembar segera dikempit Rani dengan kedua tangannya yang membawa kardus belanjaan. Ia buru-buru meralat ucapan adik-adiknya karena Delisha memandangi keheranan. "Ehehhe eh, Papa hanya suka Mama kami. Itulah kenapa Papa tidak suka pegawai perempuan." Delisha mangut-mangut lanjut berjalan sambil asyik dengan pikirannya sendiri, sementara Rani tertinggal sibuk mencekik adik-adiknya agar tidak mengacau lagi. Lumrah lah ya, remaja akil baligh sudah mulai tertarik soal seksual, romantisisme cinta, ketertarikan lawan jenis, serta penampilan. Dari mana mereka mendapat asupan kalau bukan dari internet? Apalagi iklan aplikasi n****+ dewasa sering seliweran di berbagai aplikasi, menyuguhkan aneka cerita berbagai genre. Delisha mengkhayalkan cerita seorang duda yang terpaksa mencari baby sitter untuk anak-anaknya, kemudian akhirnya menikahi baby sitter tersebut. Miss Gea cocok sebagai tokoh baby sitter tersebut. Dari baby sitter anak- anak, menjadi baby sitter si bapak. Bisa saja kebencian Mister D pada Miss Gea menjadi awal percintaan mereka. Apalagi Miss Gea kerap mengiringi Mister D bepergian. Pria itu mungkin berkata tidak suka pada Miss Gea supaya anak-anaknya tidak sedih karena mereka masih mengenang mendiang ibu mereka. Miss Gea kejam bisa jadi hanya pendapat anak-anak karena ketidaksukaan mereka. Lagi pula, tahu apa anak-anak soal hubungan orang tua mereka? Bagaimanapun, pendapat anak-anak sering tidak didengar jika orang tua mereka ingin berhubungan dengan seseorang. Delisha berhenti membayangkan hal itu karena tiba di dapur dan ia menaruh kantong belanjaan di pantri. "Jadi, apa yang kita masak lebih dulu?" tanyanya seraya berbalik badan dan anak-anak Mister D ada di sisinya tengah tersenyum manis. "Apa pun yang kau sukai, Delisha-ji," jawab mereka. "Kita bisa mulai dengan pizza dan kentang goreng, lalu puding yang bisa kita simpan untuk disantap besok siang saat cuaca panas," ujar Delisha sambil mengeluarkan belanjaan dari kantong kertas. "Oh, ini ada sereal Honeystar, kita akan membuat bola-bola cokelat putih dengan sprinkle sereal bentuk bulan sabit dan bintangnya." Aaryan, Chander, dan Rani lekas mengangguk asalkan Delisha senang agar ibu kecil mereka kerasan di rumah itu. Rani meletakkan kantong belanjaan bawaannya. Delisha segera mengeluarkan isinya. "Nah, sementara aku mengeluarkan belanjaan ini, kalian ganti baju dulu dan bersih-bersih badan. Jika sudah, baru kita mulai memasak bersama." "Baik, Delisha-ji!" seru ketiga anak itu serempak, lalu mereka berlarian ke kamar mereka di lantai dua untuk berganti pakaian sesuai arahan Delisha. Ketiganya berbisik-bisik, "Ternyata ibu kita memang suka mengatur sejak anak-anak ya?" Lalu mereka cekikikan agar kegembiraan mereka tidak terlihat mencolok. Rasanya menyenangkan mulai diatur-atur lagi dengan cara keibuan Delisha. Sambil menunggu anak-anak turun, Delisha mengirim pesan pada ayahnya, membuka aplikasi cookpad, dan membaca-baca resep. Siberian yang gelisah menyalak ke arah atas berkali-kali seakan ada sesuatu yang asing di dalam rumah. Delisha juga merasa demikian, tetapi ia berusaha mengabaikan karena ia ingin bersenang-senang di rumah itu. Di samping itu, jika ada apa-apa, ada Tuan Vijay dan anak-anak Mister D yang punya kesaktian. Delisha berusaha menenangkan Siberian dengan mengusap badannya. "Sibe, tenanglah, boy. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan," katanya lembut Siberian menjadi kalem, tetapi lebih karena merasa bersalah. Ia meringis seraya tertunduk dalam lalu rebahan di keranjangnya. Tak seberapa lama, Aaryan, Chander, dan Rani datang ke dapur, kemudian Vijay juga bergabung dan mereka memasak makan malam bersama-sama. Pizza yang sangat enak karena topping keju mozzarella dan daging yang melimpah, kentang goreng bertabur garam dan lada lebih ke selera India, lalu minumnya sebotol besar cola, yang dituang ke gelas-gelas. Siberian bahkan turut mendapat jatah. Hidangan seperti itu saja bagi anak-anak sudah merasa seperti sedang berpesta layaknya orang dewasa. Setelah makan- makan, acara dilanjutkan dengan menonton film. Namun, larut malam, mereka tidak dapat menahan kantuk, sehingga mereka tertidur pulas di sofa bed depan televisi. Vijay mengontrol isi rumah dan membiarkan mereka tidur bersama karena momen tersebut sangat langka seperti keajaiban. Delisha tidur diapit ketiga anaknya, tampak berdekapan saling merindukan. Situasi aman-aman saja, maka Vijay pun ke kamarnya untuk beristirahat. Saat semua orang terlelap dan orang yang menjadi targetnya hadir, Gea keluar dari persembunyian di plafon lantai teratas mansion itu. Ia berada dalam fase jin sehingga mata manusia biasa tidak akan melihatnya. Awalnya, ia ingin mengerjai anak-anak saja, tetapi setelah mengetahui kelicikan Devdas memanfaatkan dirinya menjadi santapan para werewolf dan vampir, Gea menjadi tidak segan-segan untuk melakukan tindakan ekstrim demi mewujudkan keinginannya. Ia sebarkan bubuk tidur ke udara agar semua penghuni rumah terlena, sehingga mereka akan tidur sangat nyenyak. Dalam fase demikian, maka sangat mudah memanipulasi pikiran seseorang dan targetnya adalah Delisha. Gea menyeringai. Menyiksa Delisha akan jadi balasan setimpal untuk Devdas Star Tailes. "Delisha ... kemari ...," panggilnya. Delisha mendengar suara itu sebagai suara pria yang sangat dalam dan parau berbisik di telinganya. "Siapa ...?" sahut Delisha lemas karena ia berusaha membuka matanya, akan tetapi rasanya sangat berat. "Delisha ... kemari ... ikut aku ...," kata suara itu lagi. "Kau ... siapa?" tanya Delisha yang merasa bangun tidur dan melihat sekelilingnya mencari-cari sosok yang memanggilnya. Padahal aslinya dia bergerak tertatih-tatih hendak duduk, lalu berdiri step by step. Delisha melihat sekelebat punggung pria berjubah tidur satin bermotif mahkota Viktorian terbuat dari sulaman benang emas, sosok yang pernah dilihatnya berada di halaman mansion. Apakah itu Mister D? pikir Delisha. Delisha membuntuti sosok itu berjalan melintasi ruangan-ruangan lalu menaiki tangga ke lantai dua. Pada kenyataannya, Delisha bergerak sendiri, terseok-seok berjalan. Siberian yang tiduran tak jauh dari anak-anak, terbangun dan langsung waspada. Melihat tuannya berjalan dalam tidur, Siberian segera mengiringi sambil menyalak-nyalak berusaha membangunkan Delisha. Namun, gadis itu tidak merespons. Siberian terus menyalak, hingga suaranya terdengar sangat ribut, tetapi tidak ada seorang pun yang datang. Siberian gigit bawahan baju tidur Delisha, tetapi tidak berhasil menghentikan langkahnya. Siberian berlari secepatnya ke ruang televisi. Ia menarik-narik lengan si kembar, lalu Rani, tetapi ketiga anak itu bergeming. Ia menyalak sekeras mungkin di dekat anak-anak, tetap saja tidak ada seorang pun terbangun. Akhirnya, Siberian kembali menyusul Delisha yang sudah naik hingga ke lantai tiga. Delisha masuk ke sebuah kamar. Siberian mengejarnya. Namun, apa yang terjadi? Pintu kamar itu tertutup rapat dan ditahan dari dalam sehingga tidak bisa dibuka lagi. Siberian mencakar-cakar daun pintu sambil menggeram dan menyalak keras, meminta pintu dibuka, akan tetapi setiap usahanya tidak membuahkan hasil. Sementara di dalam kamar, Gea pandangi berkeliling gadis belia itu. Seringai Gea semakin lebar. Gea mengangkat tangan kanannya dengan jemari siap mencakar, kemudian ia terobos da.da Delisha dan terpancar cahaya terang dari lubang astral yang dibuatnya. "Kyaaaaaaa ...." Teriakan melengking Delisha terdengar ke seluruh penjuru mansion. Mata, mulut, telinga, dan seluruh panca inderanya terbuka lebar akibat reaksi sakit yang sangat kuat hingga terasa mencerabut tulang belakangnya. Tubuh gadis belia itu sampai terangkat melayang di udara dan mengeluarkan cahaya semakin terang. Teriakannya terhenti tiba-tiba. Mata Delisha terbalik hingga putih seluruhnya. Seluruh badannya bergetar kejang-kejang. Giliran suara Gea yang membahana dalam rumah itu. "Huahahahaha ....!" *** Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN