DP 12. Werewolf VS Vampire

3924 Kata
Rumah kosong dan ayah mereka sedang pergi jauh, anak-anaknya lalu mengajak menginap di sana, terdengar seperti sebuah jebakan bagi Richard. Ia khawatir itu akal bulus Devdas ingin meng-grooming putrinya. Ia tidak mengizinkan Delisha pergi main ke sana. Delisha kembali menemui anak-anak memberi tahu jawaban ayahnya. "Sorry, guys. Daddy tidak memperbolehkan aku main keluar rumah. Ini masih hari sekolah, katanya." Anak-anak Mister D pulang patah semangat. Mereka tiga anak kecil kaya raya, tetapi tanpa ayah ibu mereka, anak-anak itu merasa hampa. Di perjalanan, Vijay berusaha menghibur mereka. "Sudahlah anak-anak, jangan sedih, mungkin di lain hari." "Ya, Uncle ...," sahut mereka lesu. Hari itu, Devdas dan rombongan pergi ke pegunungan Kashmir. Kawasan itu disebut surga dunia karena keindahannya. Jika ingin berada di pegunungan bersalju, hamparan rumput hijau, pepohonan yang asri, ladang bunga aneka warna indah rupanya, sungai-sungai yang mengalir jernih, gua-gua atau kuil bawah tanah, bahkan gurun pasir, semuanya ada di Kashmir. Mereka menuju perbukitan sejuk nan dingin, di mana ladang rumput menjadi tempat menggembala domba dan hutan-hutan pinus tempat yang terisolir, cocok untuk sekelompok orang melakukan kegiatan rahasia. Seperti kelompok serigala jadi-jadian biasa menjadikan itu tempat berburu. Cuaca sedikit bersalju sehingga para vampir tidak terganggu dengan sinar matahari, baik bagi non pengguna serum emas Fairouz Khan's dan juga pengguna serum emas yang berkhasiat menepis efek buruk sinar matahari bagi vampir. Dunia sains sudah begitu canggih, sehingga kehidupan makhluk-makhluk ini pun berevolusi sampai ke tingkat sedemikian rupa, sangat persis manusia biasa, tetapi tidak menghilangkan keabadian serta kekuatan asli para vampir. Namun, di lain pihak, tidak banyak yang berubah dari pola hidup para werewolf. Mereka tetap berburu, makan daging, berdarah panas, dan membenci vampir. Apakah para werewolf membenci vampir karena mereka membunuh manusia dan werewolf adalah golongan yang melindungi manusia? Tidak, mereka tidak seperti itu. Para werewolf sama buruknya dengan vampir. Mereka membunuh manusia sebagai sumber makanan. Itu sudah sifat alami dua jenis makhluk tersebut, sehingga Xelios menetapkan aturan bahwa mereka boleh berburu tetapi memiliki batasan jumlah. Usia dan gender tidak diperhitungkan. Karena mereka hidup membaur dengan masyarakat, maka pembunuhan atau perburuan itu menjadi lebih strategem. Maksudnya, orang yang dibunuh adalah target karena ada kepentingan pihak tertentu. Tak jarang vampir atau werewolf memiliki pekerjaan sampingan sebagai pembunuh bayaran dan mereka bisa melakukannya dengan mulus. Jadi, antara dua kelompok itu selalu ada perang dingin. Belakangan karena merasa terusik oleh naiknya pamor publik orang-orang vampir, pihak werewolf jadi panas dan merasa perlu mengambil tindakan nyata. Jika Anda pernah menonton film Twilight saga dan menyaksikan adegan di mana mereka bertempur secara terbuka, yah, adegannya mirip seperti itu. Di sisi kiri golongan vampir, di sisi kanan golongan werewolf, di tengah-tengah mereka saling bunuh. Bedanya, ini bukan soal cinta atau ramalan masa depan atau benar salah. Ini murni soal kekuasaan. Dari sebelah kiri mendesis dan mengeluarkan gigi taring mereka, sementara di sebelah kanan tidak pakai baju, badan penuh bulu, dan melolong. Jumlah mereka ada ratusan. Jika terjadi pembantaian, maka sangat repot membersihkan jasad mereka. Area itu juga mulai sering dikunjungi wisatawan. Seseorang bisa memergoki keadaan itu, dan jika saksi demikian harus dibunuh, maka tambah rumit urusannya. Selanjutnya kedua belah pihak bersengketa itu sama-sama menggeram dan maju dengan kecepatan penuh. Devdas yang bertengger di pucuk pohon cemara, menggerutu, "Ya ampun. Aku benci melakukan ini!" Ia terbang turun ke medan pertempuran itu sambil melebarkan jala Nigrum Mortem membentuk dinding yang membatasi kedua kelompok. Berbeda jika menghadapi jin atau siluman, urusan dengan mereka per individu. Per orangan, begitu satu orang itu selesai, maka masalah beres. Namun, berurusan dengan vampir dan werewolf, berurusan dengan seluruh komunitas. Menyebalkannya, petinggi mereka orang-orang yang berpengaruh di dunia. Senangnya, mereka tidak peduli soal Delisha, kecuali memandangnya sebagai objek manusia biasa. Mereka mengenali senyawa hitam yang membentang menghalangi memberangus musuh yang sudah di depan mata. Semua kepala menoleh ke arah senyawa itu muncul dan tampak oleh mereka pria bermantel hitam memijakkan kaki di daratan dengan sangat elegan. "Tuan Devdas Star Tailes ...," desis mereka. "Namaste!" salam Devdas. Ia mengenali dua orang yang merupakan pimpinan masing-masing kelompok, yaitu Soumya Kapoor (vis. Gurmeet Sitaram Choudhary) dan Emran Khan (vis. Imran Abbas) 'adik' Fairouz Khan (vis. Fawad Khan). "Tuan Star, namaste! Kenapa kau muncul di saat sekarang? Aku kira kau sudah pensiun," sindir Soumya Kapoor yang berubah kembali bentuknya menjadi manusia. Jadi, ia bugil di tengah-tengah salju. Jika skala seksi sama dengan temperatur, maka salju yang akan meleleh jika berlawanan dengan tubuh Soumya. "Apa kau tidak tahu kabarnya? Aku sekarang bekerja untuk Xelios. Aku rasa kau tahu siapa dia," sahut Devdas. "Ouh, pria tua itu. Dia tentu memegang kendali penting, tetapi apa kau tahu, Devdas? Ia memiliki banyak uang yang bersumber dari organisasi. Semua keputusan yang diambilnya selalu berpihak kepada para vampir. Kenapa? Karena mereka memberinya uang yang sangat banyak!" Devdas bermuka datar saja. Ia tahu itu. Lalu, apa masalahnya? Jika Khans menyogok, kenapa Kapoor tidak melakukan hal yang sama? Ada apa dengan mereka? Ingin hidup bersih dan suci atau simpelnya, mereka tidak punya cukup uang? "Itu hanya dugaanmu atau kau memang punya buktinya?" tanya Devdas. "Jika memang benar, lalu apa kerugian yang diakibatkannya? Aku tidak melihat ada masalah kecuali kalian yang hendak saling bunuh dan Xelios tidak ingin itu terjadi." Devdas mengungkapkan sambil membersihkan kotoran di sudut matanya. Penampakan tubuh Soumya membuat matanya perih. Emran Khan kemudian buka suara. "Mereka hanya cari-cari perkara agar ada alasan memulai perburuan vampir lagi. Karena tetua mereka beranggapan jika tidak memburu vampir lagi, maka mereka mengkhianati leluhur yang telah mewariskan darah binatang turun temurun." Terhadap alasan Emran Khan, Devdas menguap lebar. Ia merasa mengantuk karena Gea mengganggu tidurnya malam tadi. "Kau Emran Khan, bukan?" sapa Devdas. "Betul, Tuan." "Kau seharusnya memberi salam dulu pada orang yang lebih tua darimu." "Maaf kijeah. Assalamu 'alayka, Sir!" ucap Emran sambil membungkukkan badan bersalut. "Wa alaikum assalam," sahut Devdas. "Nah! Dengan sendirinya kalian semua sudah disuruh berdamai 'kan? Jadi, jangan menghadapi permasalahan ini dengan perkelahian. Kerusakan, perkelahian, dan peperangan tidak akan pernah membawa solusi. Yang ada hanya masalah berkepanjangan dan kerugian terus menerus." Emran menunduk sungkan. Ingin menyolot sok benar juga tidak bisa karena sudah aturannya menghormati yang lebih tua. Devdas bicara lagi. "Jadi, kau pemimpin mereka sekarang? Mana Fairouz?" Emran tersentak, segera menjawab. "Bara bhai sedang menjalankan program memiliki anak. Jadi, ia menjauh dari kehidupan sosial dulu untuk sementara." Devdas tercenung. "Oh? Wow. Penelitiannya semakin berkembang saja." "Betul sekali, Tuan. Karena kalangan kami tidak bisa bereproduksi, jadi ia mencari cara agar bisa punya keturunan sendiri. Itu akan berguna bagi pasangan yang memilih ingin memiliki anak kandung, sehingga nantinya tidak perlu lagi mencari manusia lain untuk diubah. Saya rasa daftar tunggunya sudah banyak yang ingin mencoba program ini." [Kalian bisa mengecek work ME AND MILLIONAIRE'S BABY nantinya. A bit fantasy, a bit romance, a bit my absurdity. Rate 21 is a must!] Devdas jadi terpikir sebagai manusia abadi juga ia tidak bisa punya anak semenjak Nigrum Mortem tinggal dalam tubuhnya. Siapa tahu Delisha yang baru ingin memiliki anak? Siapa tahu .... *** Soumya melihat gelagat Devdas yang lebih condong ke sayap kiri, jadi emosi. "Nah, nah, nah, lihat 'kan? Kau juga mulai terpengaruh oleh mereka. Kau tidak bisa begitu, Devdas. Jika kau datang untuk menengahi, kau harus bersikap adil!" Sejak kapan Soumya jadi retorika begini? Devdas mendelik berkeliling. "Aku bukan penegak keadilan, Soumya. Aku hanya pria biasa yang ingin hari-hariku tenang, kau paham? Jadi, jangan harap kau mendapatkan keadilan dariku." "Jadi, apa solusimu soal ini? Kami bangsa pemangsa. Harus ada darah yang ditumpahkan dalam setiap pertempuran. Kami tidak akan mundur atas nama perdamaian. Kami menuntut apa yang kami inginkan dipenuhi!" "Apa tepatnya yang kau inginkan?" "Kami harus melaksanakan musim berburu sama seperti yang dilakukan nenek moyang kami!" Devdas lalu menoleh pada Emran Khan. "Kalau kamu, apa yang kamu inginkan?" "Sebenarnya kurang lebih sama seperti yang diinginkan Tuan Kapoor. Musim berburu mereka sama dengan musim berburu kami. Sekali setahun kami melakukannya sebagai ritual, untuk mengasah insting pengisap darah. Saya rasa dengan begitu baru bisa dianggap adil." Hiih, anak kecil sok-sok mendidik aku, cibir Devdas yang tidak diutarakannya langsung. Namun, ucapan kedua pimpinan itu jadi bahan pertimbangannya. Jika mereka ingin berburu, maka ia harus mengusahakannya, bukan? Jadi, semua orang senang. Rasanya, ia punya solusi yang tepat. Devdas mengarahkan Nigrum Mortem ke arah jauh di belakangnya, ia tarik kembali dan muncullah Gea di tengah-tengah kedua belah pihak itu. Jin wanita itu mencak-mencak. "Apa-apaan ini, Tuan Devdas? Masalahnya belum selesai, kenapa aku dibawa ke sini?" "Aku rasa kau bisa menjadi kunci perdamaian mereka, Miss Gea. Eh, setelah kupikir-pikir ada manfaatnya Xelios mengirimmu padaku." Mata Gea terpicing mengecam, "Apa maksudmu, Devdas?" Tanpa basa-basi, Devdas menembakkan bola energi pada Gea. Wanita itu meledak menjadi dua. Lalu Devdas tembak lagi keduanya sehingga Gea mereplika diri lumayan banyak. Sekalian ia meluapkan kekesalannya. Sudah diketahui setiap kali mati Gea akan mereplika diri, tetapi kali ini Gea malah kelihatan tidak senang. Ia dibunuh dengan sangat cepat sehingga ia tidak sempat bertindak, apalagi menghindar. Kemudian Devdas berhenti sebentar untuk membuat pengumuman. "Kalian bisa buru wanita ini. Dia akan bertambah setiap kali mati, tetapi jika kalian bisa melahapnya utuh, maka dia akan benar-benar mati. Menurutku rasa wanita ini mirip manusia. Silakan santap dia!" Para vampir dan werewolf memandangi para Gea dengan mata nyalang dan liur terbit di sela taring-taring mereka. Kaum Soumya yang berubah jadi manusia bahkan kembali ke wujud serigala mereka. Gea menatap penuh kebencian pada Devdas sementara pria itu tersenyum mencemoohnya. "Sialan!" desis Gea. Ia memasang kuda-kuda hendak kabur. Devdas menghilangkan dinding pembatas Nigrum Mortem-nya sebagaimana itu adalah tanda perburuan dimulai. Seluruh makhluk predator yang kelaparan dan haus darah itu menerjang bersamaan, gerakan mereka gesit dan tangkas menerkam buruan. Gea tidak sempat kabur seperti tujuannya, ia sudah digigit atau diterkam. Ketika replika dirinya tercipta, langsung diserbu yang lain tanpa ia sempat berbuat apa-apa. "Kyaaaaahhhh!" Teriakan Gea menggema di seluruh penjuru pegunungan. Dia mati dan mereplika karena dibunuh para vampir dan giliran para werewolf yang menyantapnya dengan menelan seutuhnya dan mengunyah tubuh wanita itu. Itu adalah pesta perburuan yang sangat meriah dan bebas. Percikan-percikan darah jatuh ke salju mewarnai putihnya bebercak merah seperti taburan kelopak mawar. Para vampir meminum darah Gea seperti mereguk sebarel anggur merah kesukaan mereka. Mereka minum sepuasnya karena kapan lagi akan ada pesta semewah itu. Para werewolf bersuka ria memakan daging segar wanita yang prima, muda, dan yang terasa sangat lezat seperti daging hewan ternak kelas premium. Rasa Gea benar-benar lezat seperti manusia sungguhan karena wanita itu jenis hibrida antara jin dan manusia. Devdas tidak peduli soal itu, baginya bisa melihat Gea disantap binatang buas menjadi pemandangan yang menyenangkan. Lagi pula, jika itu untuk perdamaian, ia yakin Xelios dan Gyo tidak akan keberatan. Toh Gea tidak akan musnah. Dia masih hidup dan segar bugar, untuk dimakan lagi. Devdas mengelilingi kawasan perburuan itu dengan Nigrum Mortem agar tidak dimasuki manusia. Ia duduk melandai di dahan pohon menonton pembantaian Gea. Teriakan wanita itu ditambah suara kunyahan rahang para werewolf dan kegesitan para vampir mematahkan leher Gea adalah audio visual yang sangat memuaskan. Beberapa Gea yang terjebak di pertempuran itu berlepotan darah tubuh dan wajah mereka. Gea tidak boleh membunuh para vampir dan werewolf karena otoritas komunitas mereka sangat kuat. Gea marah besar pada Devdas sehingga melesat dengan tinju terkepal ke arah Devdas. "Kau ba.jingan!" teriak Gea. Devdas tersenyum sinis. Ia menjentikkan jemarinya memelesatkan bola-bola api hingga Gea-Gea itu terpental kembali ke medan perburuan dan membelah diri hanya untuk diterkam para pemburu. Devdas tertawa puas. "Huahahaha ...." Gyo yang tidak bisa berbuat apa-apa, duduk di dekat Devdas, mengembuskan napas panjang sepanjang waktu menonton apa yang terjadi pada sister-nya. Sangat tidak disangkanya Devdas akan menggunakan Gea dengan cara sesadis itu. "Kau tahu, Gyo? Jika ia tidak terlalu mengesalkan, aku tidak akan memanfaatkan Gea seperti ini," gumam Devdas seraya menyulut rokok. Devdas aslinya tidak merokok, tetapi Imdad yang membuatnya merokok. "Saya mengerti, Tuan," sahut Gyo penuh rasa hormat. Gea memang perlu mendapatkan pelajaran dari kejadian ini. Yaitu, bahwa ia tidak boleh meremehkan Devdas meskipun ia sangat kebapakan sekarang. Secara taktis, Imdad yang berpengalaman mengatasi masalah dan kepandaiannya tidak bisa dianggap main-main. Gea mungkin tidak memikirkan hal itu. 'Pesta' itu berlangsungnya siang malam. Pagi keesokan harinya, ratusan vampir dan werewolf terkapar kekenyangan. Mereka sampai mabuk sehingga tertawa-tawa tidak jelas, bahkan mereka sempoyongan jika berusaha bangun. Gea saja yang tersisa satu, terbaring sambil menangis kejer. "Brother Gyo .... Hu hu huuuuu .... Aku tidak terima diperlakukan seperti ini! Hu hu hu .... Bawa aku ke Tuan Xelios. Aku mau pulaaaang. Huaaaa aaa aaaa ...." Devdas menyumbat kedua lubang telinganya dengan telunjuk. Ia mengomel gusar. "Aaah! Pagi-pagi sudah harus mendengar teriakannya. Gyo, cepat bawa ia pulang. Aku tidak ingin ia kembali ke rumahku jikalau berbuat sesuatu untuk membalasku. Anak-anakku bisa dalam bahaya." "Baik, Tuan!" jawab Gyo. Ia turun ke daratan, memungut tubuh adiknya. Ia papah Gea keluar arena, lalu melesat pergi jauh. Devdas baru bisa mengembuskan napas lelah setelah tidak ada yang mengawasinya lagi. Ia biarkan sesaat sampai para vampir dan werewolf memulihkan kesadaran mereka. Lagi pula, jika ia tinggalkan begitu saja di saat keduanya sedang dalam kondisi rentan seperti itu, bisa-bisa ada yang datang memanfaatkan situasi. Saat matahari terbenam di sela bukit pegunungan Kashmir, sebagian besar makhluk-makhluk itu sudah bisa bangun dan menata diri. Ia hampiri Emran dan Soumya yang berdiri berdekatan, sedang saling pandang, tetapi dengan kerlingan mata yang bersahabat. "Jadi, bagaimana? Masih ada yang ingin diperdebatkan?" tanya Devdas. "Tidak, Tuan. Saya rasa masalah sudah terselesaikan. Kami bisa pulang tanpa kehilangan apa pun," jawab Emran Khan. Soumya juga mengatakan hal serupa. "Aku terlalu kenyang sampai-sampai aku lupa apa yang kupermasalahkan." Devdas justru merasa dirinya yang sekarang bermasalah. Ia rindu Delisha. Setiap selesai misi, ia pulang, dan Delisha menyambutnya di rumah. Sekarang tidak bisa lagi. Ia lihat Delisha sedang bersiap-siap berangkat sekolah seperti anak sebayanya. Devdas rangkul Emran dan Soumya lalu mengajak mereka berjalan. "Bagaimana kalau kita pesta lanjutan? After party?" "Ke mana?" tanya kedua pria itu. "Kita ke kedai di Nepal, minum madu gila." Soumya mengamati badannya. "Yah, aku tidak mengenakan baju apa pun. Aku tidak tidak tahu lagi di mana tadi aku melepas bajuku. Haruskah aku mencarinya dulu?" Sama seperti dirinya, para pengikutnya juga bugil dan mereka bergerak mencari baju masing-masing. "Tidak usah, tidak usah!" sergah Devdas. "Ini. Pakai mantelku saja." Devdas mengangkat tangan hendak melepas mantelnya, tetapi dicegah Emran Khan. "Dengan seluruh rasa hormat, Tuan, izinkan saya saja yang melakukannya." Devdas dan Soumya pun menunggu. Emran Khan menyuruh anak buahnya menyerahkan kemeja, mantel, dan celana panjang untuk dikenakan Soumya dan sebentar saja pimpinan werewolf itu sudah berpakaian modis dan menawan. "Tampaknya tidak ada kendala lagi. Ayo kita berangkat!" Devdas rangkul erat kedua pria itu dan membawa mereka terbang melintasi kontinen. Beberapa menit penerbangan instan, mereka tiba di atas Nepal, mendatangi sebuah kedai yang cukup ramai meskipun kedai itu letaknya di pegunungan. Mereka mengambil meja tamu di lantai dua yang khusus disediakan jika ingin menyepi. Penampakan mereka sangat manusia, sehingga orang-orang di sana tidak mempedulikan kehadiran mereka. Semua yang datang ke kedai itu bertujuan sama yaitu menikmati minuman mujarab untuk stamina pria. Adalah madu gila, madu yang dibuat lebah dengan mengumpulkan nektar bunga rhododendron. Rhododendron /ˌroʊdəˈdɛndrən/ (dari bahasa Yunani Kuno ῥόδον rhódon "mawar" dan δένδρον déndron "pohon"), yang sering disebut rhodies, disebut juga azalea, disebut juga bunga kadudampit, adalah sebuah genus dari 1,024 spesies tumbuhan berkayu dalam keluarga Ericaceae, baik tumbuhan hijau abadi atau tumbuhan peluruh, dan utamanya ditemukan di Asia, meskipun genus tersebut juga menyebar ke seluruh Dataran Tinggi Selatan Pegunungan Appalachian di Amerika utara. Tumbuhan tersebut merupakan bunga nasional Nepal. Sebagian besar spesies memiliki bunga yang mekar dari akhir musim dingin sampai awal musim panas. Devdas dan Soumya tidak ada masalah menenggak madu yang mengandung halusinogen grayanotoksin itu. Hanya Emran yang ragu-ragu. Biasanya ia hanya minum darah dan anggur. Namun, Devdas mengajarinya satu ramuan baru. Devdas mendapatkan rahasia itu dari jurnal Delisha. "Apa kau membawa pil tambah darahmu?" tanya Devdas. "Ya, Tuan. Kenapa?" "Sini, kemarikan satu." Emran mengambil dari saku dalam mantelnya, menyerahkan sebiji pil berwarna merah tua pada Devdas. Devdas mencemplungkan pil itu ke dalam gelas madu gila Emran. Ia memutar gelas hingga pil itu larut, membuat madu yang berwarna cokelat keemasan menjadi lebih gelap. Devdas menyodorkan gelas itu pada Emran. "Ini, cobalah dulu dan rasakan khasiatnya." Emran menerimanya dengan ragu-ragu. "Anda yakin, Tuan? Anda pernah mencobanya?" "Tidak, ini yang pertama, tapi jika Fairouz Khan ada, ia tidak akan ragu mencicipinya," ungkap Devdas. Soumya menggerutu, "Ya, coba saja. Tidak ada ruginya bagimu karena ini ulah Devdas. Lagi pula, tidak etis kau tidak minum setelah ditraktir orang yang lebih senior." Emran pun menenggak mad honey. Awalnya seteguk lalu ia merasa berenergi. Ia tenggak lagi madu itu dan menjadi semakin bersemangat. "Wah, ini luar biasa! Kenapa bisa begini, Tuan?" Devdas menyengir. "Sudahlah, nikmati saja," gumam Devdas sambil menyeruput madunya. Mereka minum-minum beberapa sesi, membicarakan omong kosong masa lalu, serta tertawa-tawa kegirangan yang tidak bermakna, tetapi mereka merasa bahagia. Devdas tidak terlalu mabuk karena ia harus menjaga agar tidak ada manusia masuk ke ruangan mereka atau kedua pria itu bisa kalap. Gyo yang kemudian hadir menghampiri mereka. Sedikit terhenyak mendapati para pria itu mabuk-mabukan. Jam sudah dini hari waktu setempat. Gyo mengubit Devdas. "Tuan, bukankah hari ini sudah cukup? Sebaiknya Tuan beristirahat sebelum ada misi baru." Agak nanar Devdas menjawabnya. "Oh, Gyo, kau sudah kembali? Kebetulan." Devdas berdiri dari bangkunya. "Hei, Devdas ... kau mau ke mana?" Emran dan Soumya berusaha menariknya agar duduk lagi, tetapi ditepisnya sehingga kedua pria itu tertelungkup di meja. "Urus mereka. Aku mau pergi dari sini," lanjut Devdas. Ia menuju jendela yang terbuka lebar. "Tuan mau ke mana?" sergah Gyo. "Bukankah katamu aku harus istirahat? Aku pergi untuk istirahat. Selamat tinggal." Devdas memelesat sangat cepat ke arah langit malam. Ia menikmati kesunyian saat melintasi gelapnya malam. Namun, bukan ia tidak punya tujuan, melainkan perjalanan yang ditempuhnya cukup memakan waktu. Ia pergi ke istana Erion. *** Erion bergegas menyambut kedatangan Devdas dengan penuh semangat seolah ia merindukan pria itu. Ia memang menanti-nantikan kedatangan Devdas untuk memberitahunya berita bagus. Ia selesai membuat cincin kekuatan es. "Yang Mulia, sabar ...," tegur Avram yang waswas karena ia mendapati lebih dulu Devdas datang dalam keadaan mabuk berat. Erion tidak menggubrisnya. Ia tak sabar berhadapan dengan Devdas. Ketika melihat kondisi pria itu terlihat menyedihkan, ia terhenyak. "Devdas?" sapanya ragu. Ia tidak bisa menjelaskan mengenai cincin kekuatan es apalagi menyerahkannya jika Devdas sedang sekalut itu. Devdas berjalan sempoyongan mendatanginya, lalu nyaris roboh tertahan di dekapannya. "Erion ... izinkan aku menemui Delisha-ku ...," pelasnya. Erion mengernyit sedikit karena Devdas bau memabukkan bercampur darah dan keringat makhluk-makhluk lain. Ia peringatkan Devdas. "Kau tidak bisa menemui Delisha dalam keadaan seperti ini. Bagaimana jika kau khilaf? Jasadnya akan hancur." Devdas menepuk-nepuk pundak Erion berusaha membujuknya. "Aku tahu ... aku tahu ... aku hanya ingin menyentuhnya sedikit dan melihatnya. Kau paham?" Rahang Erion mengeras. "Baiklah, tetapi risiko kau tanggung sendiri. Aku tidak bertanggung jawab akan apa yang terjadi nanti." "Ya, ya... Tidak masalah ... Hehehhe ...." Mereka menuju makam Delisha dan Erion menghidupkan wanita itu dengan perilaku yang sudah tertanam dalam kepribadian asli Delisha. "Tuanku ... Kau datang!" Wanita berpakaian tipis itu mendekap Devdas dan membelai rahangnya yang menggelap. "Kau terlihat sangat kelelahan," desahnya dengan tatapan prihatin. "Ya, sayang, sangat lelah karena menyandang rindu berat padamu ...," gumam Devdas. Ia rangkul Delisha berjalan bersamanya menuju aula hiburan agar bisa berbaring di karpet dan bantalan-bantalan empuk. Erion mengiringi di belakang mereka. Di aula itu, Devdas melepas seluruh pakaiannya, menelanjangi diri sehingga tidak menutup-nutupi lagi keperkasaannya yang berdenyut-denyut meradang butuh dikasih sayangi. Devdas menyuruh Delisha dengan suara parau. "Layani aku, sayang!" "Devdas, kau tidak bisa melakukan itu!" tegur Erion dengan suara lantang sehingga Avram bersiaga di sisinya. Devdas balas berteriak padanya. "Maka jadilah tugasmu membantuku!" Napas Devdas tersengal-sengal menahan marah pada raja jin udara itu. Delisha tersenyum hangat sembari mulai melepas aksesoris di tubuhnya. "Jangan gusar, Tuanku, hamba yakin Yang Mulia Erion bermaksud baik," bujuknya. Devdas menoleh Delisha dan mengusap pipinya. "Ya, aku tahu itu, sayang, tetapi Erion tidak membiarkanku menyelesaikan perkataanku." Memangnya dia bilang apa? batin Erion. Devdas merayu Delisha. "Kau hanya akan menyanyi dan menari untukku, Delisha-ji, biar Delisha lain yang melayaniku." Delisha tersenyum seraya menunduk santun. "Saya mengerti, Tuanku." Lalu ia meraih sitar dan memainkannya sambil menyanyi dan menari. Erion membisu. Devdas kembali menatapnya dengan sorot sangat menuntut. "Ciptakan replika Delisha. 10 orang!" Mata Erion membulat, lalu meredup setelah memahami maksud Devdas. "Baiklah," katanya bernada dingin. "Tapi, para replika ini akan hancur jika kau sanggamai." "Tidak masalah. Bukankah mereka hanya replika?" Erion ciptakan 10 orang Delisha yang sama persis dengan aslinya. Mereka berlarian mengerubungi Devdas dan menggerayangi tubuh perkasa pria itu. "Tuanku ...," desah mereka bermanja-manja. Itu adalah perwujudan hasratnya yang lama tertahan. Akan ia puaskan di tempat itu. Ia bermain-main dengan replika Delisha. Aula dan taman bunga riuh suara tawa kecil perempuan itu dan geraman nafsu Devdas. Mereka berkejar-kejaran dan Devdas akan menangkap mereka lalu menelanjangi mereka. Ia kumpulkan mereka dalam kolam air dan mandi bersama tanpa menghentikan saling menyentuh dan Devdas bisa mengecupi banyak buah-buah yang ranum disajikan khusus untuknya. Ia sentuh lubang surga Delisha-Delisha itu dengan seluruh jemari karena mereka ada 10. Mereka meresah dan menggeliat di tangannya. "Aahhh, Tuanku ...," rengek mereka dengan kerlingan mata berkaca-kaca, pipi berlesung tersipu-sipu. "Oh, Delisha-ji ...," desis Devdas lalu bergantian mereka menciuminya sambil bergejolak dalam kolam. "Tuan ...," pekik para Delisha, frustrasi oleh luapan nikmat sentuhan tangan ajaib Devdas. Puas mandi berendam dan b******u dengan kesepuluh selir itu, Devdas bawa mereka bersamaan para wanita bugil itu menggunakan kedua tangannya, punggungnya, serta Nigrum Mortem-nya. Mereka ke tempat empuk dan Devdas sanggamai mereka satu per satu, yang lainnya akan sibuk membelai tubuhnya dan mengerjai mulutnya dengan menyodorkan buah-buah atau liang bersari jus melimpah. Suara pekikan pasrah mereka membuat kepala Devdas ringan bukan main sehingga ia merasa melayang ke surga. Delisha yang sedang memainkan alat musik, tersenyum sepanjang waktu dan rona wajahnya turut me.sum. Erion berada di balik tirai pembatas, duduk bertopang dagu sambil sesekali mengibaskan tangannya menciptakan Delisha baru lagi. Pokoknya supaya jumlahnya genap 10. Mukanya datar karena kesal, merasa konyol, kenapa istananya sekarang jadi rumah bordil? Avram berlutut di hadapannya dan bergumam pelan. "Yang Mulia, Anda tidak perlu melakukan ini. Ini merendahkan kesaktian Yang Mulia." Erion mendesah, "Begitukah? Tapi jika Devdas dan Rajputana menyadari bahwa hanya aku satu-satunya yang bisa mewujudkan keinginan mereka, bukankah akan mudah membuat mereka berlutut padaku?" Avram tidak bisa berkata apa pun lagi. Jadi, Devdas benar-benar puas bersanggama hingga ia tertidur pulas sambil mendekap kesepuluh replika Delisha. Delisha yang asli berhenti bernyanyi karena pria itu sudah tenang. Ia mendekati Devdas dan berlutut dekat kepalanya untuk mengusap rambut pria itu. Ia tidak berkata apa-apa, hanya kemudian beranjak dari situ lalu menemui Erion. Erion menatapnya lalu membiarkannya berlutut di kakinya. "Terima kasih, Yang Mulia," katanya, membuat Erion besar kepala. "Jangan berterima kasih padaku. Yang seharusnya mengatakannya adalah Devdas, bukan kamu," sergah Erion. Delisha menyandarkan kepalanya di lutut Erion sambil mengusap-usap gaun panjang Erion. "Anda tahu ia terlalu arogan untuk melakukan hal demikian. Jikalau ia tidak mau melakukannya, Yang Mulia jangan marah, karena saya yang akan berlutut atas namanya." Erion usap puncak kepala Delisha yang bercahaya cakranya. "Sangat bijak, Chandni. Tidak mengherankan mereka tidak bisa melepaskanmu. Memilikimu sudah seperti menjadikan Devdas di bawah kakiku." Delisha tertawa kecil dan merayu Erion. "Nah, karena itu jangan pusingkan soal kerepotan membantu Tuanku, Yang Mulia. Sesungguhnya, ia sangat rapuh." "Karena cinta, ha?" "Begitulah." "Itu adalah konsep buatan manusia yang paling sukar aku pahami. Aku rasa aku tidak akan pernah bisa merasakannya." "Mungkin, tetapi apakah Yang Mulia tahu, cinta itu ada dalam setiap jiwa. Suatu saat Yang Mulia akan mengenalnya." "Itu tidak pernah ada dalam ramalan leluhurku, jadi jangan coba-coba menjebakku. Aku tidak akan pernah berakhir seperti tuanmu!" Delisha tersenyum saja dan berdiam diri di bawah belaian Erion. *** Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN