DP 16. Cinta ABG

2897 Kata
Ayahnya mengatakan ia cukup menjadi manusia biasa saja. Manusia biasa umuran remaja, seharusnya bergaul dengan anak sebaya, menghabiskan waktu belajar kelompok, jalan-jalan, makan-makan di luar, berpacaran dengan teman sekelas atau sepantaran, sibuk kegiatan ekstrakurikuler, menikmati waktu seluas-luasnya menjadi remaja. Bukannya menjadi intaian pria berumur dan diajarkan menjadi calon istri sekaligus ibu tiri anak-anaknya. Jika peduli padanya dan ingin melindunginya, Mister D bisa melakukan itu tanpa harus melibatkan nafsunya. Pria itu bisa melindungi dengan perasaan sebagaimana terhadap putrinya sendiri. Delisha menjadi sangat membenci sosok Mister D. Ia selalu waswas pria itu mengintainya, tetapi ia tidak bisa membuktikan hal itu sehingga lambat laun menganggapnya angin lalu. Meskipun aroma wangi itu kadang-kadang tercium olehnya, hanya membuatnya terkenang keseruan bersama Aaryan, Chander, dan Rani. Di satu sisi, ia menghargai keakraban yang terbangun di antara mereka, karena hal itu membuatnya membuka diri dan mulai bisa bergaul seperti anak normal. Namun, di sisi lain, mereka sangat manipulatif dengan kekuatan yang mereka miliki dan itu menjadikan ia harus waspada. Akhirnya, Delisha menjaga jarak dari mereka, terutama Rani yang sekelas dengannya. Di sela istirahat, Keanu menghampirinya dan mengajak bicara. "Aku benar-benar minta maaf atas ucapanku tempo hari, Delly. Aku benar-benar tidak tahu kenapa aku bisa melakukan itu. Rasanya aku terhipnotis. Saat aku dan Rani jalan-jalan perasaanku sangat tidak nyaman dan bahkan kami tidak tahu apa yang kami bicarakan," gumam Keanu. Delisha tersenyum dan menenangkan bocah itu. "Tidak apa-apa, Keanu. Aku bisa memahaminya. Itu bukan salahmu. Aku rasa kadang-kadang kita bisa tiba-tiba bimbang." "Ah, Delisha, aku lega kau bisa mengerti. Jadi, kau memaafkan aku, bukan? Kita masih berteman, 'kan?" "Ya, kita masih berteman." Mereka lalu berjabat tangan. Keanu tersipu-sipu lagi. Ia bicara sambil menggaruk tengkuknya. "Hei, bagaimana kalau Sabtu nanti kita pergi menonton? Ada film animasi menarik yang sedang tayang." "Boleh," jawab Delisha, "tapi aku harus menunggu izin ayahku dulu. Ia belum kembali dari perjalanan bisnis. Aku baru bisa bicara dengannya kalau ia sudah pulang." "Ya, tidak apa-apa. Masih ada beberapa hari lagi. Aku bisa menunggu," sahut Keanu penuh kesabaran. Delisha terenyuh oleh perhatiannya. Mereka lalu lanjut ke kelas bareng. Sambil berjalan, Delisha mengetik pesan pada Rani. [Mulai saat ini, jangan ikut campur urusan pertemananku lagi. Jika aku mendapati kalian masih melakukannya, aku akan membenci kalian selamanya!] Rani tidak membalas pesan itu. Hanya ia memandangi dari jauh dengan sorot lelah. Jika terus-terusan begini, di masa depan, Delisha tidak akan menjadi ibu mereka. Bukan hanya berteman akrab dengan Keanu, Delisha juga mulai aktif di grup basket putri agar pergaulannya bertambah luas. Dia mulai berkenalan dengan anak-anak kelas lain, terutama anak laki-laki. Delisha gadis yang cukup manis serta anak pemilik sekolah, anak laki-laki tidak segan mendekatinya. Di rumah, Rani dan si kembar curhat dengan ayahnya. "Di mana salah kita, Pa? Kenapa Delisha-ji tidak bisa mengerti bahwa kita benar-benar menyayanginya?" Aaryan menyela dengan jawabannya sendiri. "Karena ia bukan ibu kita yang sesungguhnya. Ia tidak punya hati untuk kita. Mama kita benar-benar jahat!" Lalu Aaryan berlinang air mata, diikuti Chander. Rani rangkul adik-adiknya dan menangis bersama-sama. "Mungkin ini sudah takdir kita. Kita tidak akan pernah mendapatkan kasih sayang ibu kita lagi." Lidah Devdas kelu. Ia juga sedang gamang. Tidak ingin memaksakan kehendak, tetapi juga merasa harus menunjukkan perjuangannya. Menjadi pengagum rahasia bukan gayanya dalam bercin.ta. Ia lebih baik berkelahi habis-habisan, walaupun saingannya hanya para ABG. Devdas berdiri lalu membusungkan dadanya memantapkan tekad. "Jangan khawatir, anak-anak! Papa tidak akan menyerah begitu saja. Mama kalian akan kembali. Papa janji." Aaryan, Chander, dan Rani menatap haru ayah mereka. Sehebat itu rasa cinta ayah mereka, seharusnya mendapat penghargaan. Mereka peluk Devdas bersamaan dan menyemangati, "Semoga berhasil, Pa!" *** Berminggu-minggu setelah insiden serangan siluman ular putih, Richard Lee pulang ke Chicago. Pesawat yang ditumpanginya mendarat di bandara saat malam hari. Ketika ia turun dari pesawat, ponselnya kembali aktif dan ia langsung memeriksa pesan-pesan serta email. Ada email dari Vijay berisi rekapan kejadian yang dialami putrinya di kediaman Keluarga Ali Hussain dan peringatan-peringatan Devdas. Pesan-pesan dari Delisha juga masuk berisi keluhannya soal perbuatan anak-anak Mister D dan ayah mereka. Richard segera menelepon putrinya sambil mengendarai mobil. "Daddy, kau sudah kembali?" pekik riang Delisha ketika menjawab panggilan dari nomor ayahnya. "Iya, sayang. Kau di mana? Daddy ingin langsung menemuimu." "Aku di rumah, Dad. Rasanya sekarang lebih baik sendiri daripada tinggal bersama orang-orang yang memanipulasiku." Richard tidak bisa berkomentar soal itu. Ia menyahut singkat. "Aku akan segera tiba." Kemudian ia menutup telepon dan memacu laju mobilnya. Mobil masuk ke garasi, Delisha berlari keluar rumah menyambut ayahnya. Richard keluar mobil langsung dipeluknya erat. "Daddy, aku sangat rindu Daddy ...." "Daddy juga, sayang. Maafkan Daddy baru bisa pulang sekarang." Delisha membantu ayahnya membongkar bawaan. Richard rangkul putrinya seraya berjalan ke dalam rumah. Ia lega bisa kembali ke rumah dan beristirahat setelah perjalanan panjang dan melelahkan. Keesokan paginya, Richard dan putrinya berbicang-bincang sambil sarapan. "Tampaknya kau mengalami kejadian tidak menyenangkan di kediaman Mister D. Kau tidak berteman lagi dengan mereka. Apa kau baik-baik saja tanpa mereka?" Delisha mengangguk dan menatap ayahnya dengan bola mata berkaca-kaca. "Aku berusaha mengatasinya, Dad. Aku rasa aku cukup berhasil. Buktinya aku tidak bermasalah lagi dengan penglihatanku. Aku punya banyak teman sekarang." "Daddy senang mendengarnya." Delisha lalu banyak bercerita tentang teman-teman barunya, rencana mereka jalan-jalan serta ajakan nonton dan makan keluar bersama anak laki-laki. Ia melupakan insiden dugaan Mister D menciumnya karena ia tidak yakin hal itu terjadi sungguhan. Namun, Delisha jadi bertanya, "Daddy tahu soal aku bisa meninggalkan tubuhku dan cara kembali ke tubuhku lagi?" Badan Richard menegang. Ia menjawab sewajar mungkin. "Ya, aku tahu soal itu. Mister D menjelaskan padaku tentang itu dan bahayanya bagimu, karena itu ia melarang kau meninggalkan tubuhmu." "Rasanya seperti bermimpi, Dad. Kadang kala aku tidak menyadari bahwa aku keluar dari tubuhku. Tapi itu tidak masalah lagi, selama aku dekat dengan Sibe, aku akan baik-baik saja." "Oh, Sibe?" "Ya, ia bisa tahu jika aku meninggalkan tubuhku atau ada makhluk astral yang ingin menggangguku. Ia akan segera menyadarkanku." Anjing yang sangat peka dan pandai, pikir Richard, meskipun ia tahu sebenarnya bukan karena anjing itu Delisha bisa kembali ke tubuhnya. Ada permainan mencurigakan di sini yang dilakukan Devdas Star Tailes pada putrinya. "Aku semakin dewasa, Dad dan aku semakin memahami apa yang bisa kulakukan dengan astral projection ini, jadi aku pikir ajakan Anthony ada benarnya. Aku ingin mencoba programnya." "Tidak!" Richard menyahut tegas tanpa berpikir dua kali. "Tapi, Dad, kenapa? Jika ini untuk kebaikanku, kenapa aku merasa terkekang? Ini tubuhku dan aku berhak melakukan apa pun yang aku rasa tepat bagiku." "Aku mendukung penelitian ilmiah dan hal-hal modern, Delisha, tetapi tidak semuanya bisa diaplikasikan pada setiap orang. Mister D bilang itu tidak baik untukmu, maka kau harus menghindarinya. Semua hal yang dikatakannya menjadi kenyataan, maka aku tidak ingin menaruhmu dalam bahaya lagi." "Jadi, Daddy percaya pada 'ramalan'-nya?" "Itu bukan ramalan. Itu kejadian nyata dan ia bisa mencegahnya." "Oh, rasanya bukan Daddy yang kukenal bisa mempercayai perkataan pria asing. Ini tubuhku, hidupku, dan aku tidak akan membiarkan orang lain mengaturku!" "Jangan keras kepala, Delisha!" "Keras kepala? Aku mencoba menjadi manusia biasa dan membiasakan diri semua keanehan yang kumiliki. Apa salahnya dengan itu? Daddy yang mulai berubah dan itu terjadi sejak Daddy kenal Mister D!" ucap gadis itu dengan suara keras. Richard terdiam. Benar atau salah bukan hal utama baginya. Ada dua kehidupan jadi taruhan, yaitu Delisha, putrinya dan Xandreena, kekasihnya. Ia tidak ingin keduanya mati sia-sia. Sejak itu, Delisha menjadi pemberontak. Ia jarang bicara dengan Richard dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Richard tidak ingin memperuncing masalah, sehingga ia tidak membatasi putrinya, bahkan jika Delisha berpacaran. Namun, satu orang tidak tinggal diam. Devdas Star Tailes tiba-tiba menghubunginya. "Saatnya memastikan status hubunganku dan Delisha, Ayah. Dia harus tahu pada siapa dia ditakdirkan." Richard tidak bisa bicara apa-apa lagi. Devdas membuat penawaran yang tidak bisa ditolaknya. Vijay datang ke rumahnya membawa cincin yang ditaruh di bantal beledu. Mereka tunggu kepulangan Delisha dari acara makan-makan di sebuah restoran cepat saji bersama teman-temannya. Delisha datang dengan wajah berseri-seri, seketika menjadi keruh ketika melihat ada mobil keluarga Ali Hussain di depan rumahnya. Ia masuk ke dalam rumah dan melihat hanya Tuan Vijay yang berkunjung dengan bantalan mewah di tangan, sebagai tatakan sebuah cincin emas. "Delly, ada yang ingin Daddy bicarakan denganmu," katanya. Delisha menanggapi dingin karena merasakan sesuatu yang tidak akan membuatnya senang. "Apa, Dad? Katakan saja." "Daddy harus menegurmu agar kau membatasi pergaulanmu, terutama pada anak laki-laki. Mulai saat ini, kau dilarang berpacaran!" "Ah! Daddy mulai lagi. Jadi aku tidak boleh dekat dengan laki-laki sekarang? Kenapa? Aku bukannya melacur hanya karena aku punya beberapa teman laki-laki." "Mister D pria yang konservatif. Ia menerapkan kebudayaan di negeri asalnya. Seorang perempuan harus menjaga jarak dari laki-laki yang bukan kerabat mereka. Ia tidak ingin melihat kau dekat dengan lelaki lain, apalagi punya hubungan spesial." Delisha termangap dan terbelalak sekaligus. "Apa? Apa aku salah dengar? Apa yang baru saja Daddy katakan? Mister D apa? Kenapa ia mengatur apa dan siapa yang boleh dekat denganku?" "Ia berhak karena aku telah membuat kesepakatan dengannya. Kau akan bertunangan dengan Mister D dan setelah usiamu mencapai 18 tahun, kau akan menikah dengannya." Delisha terperangah sampai sekujur tubuhnya mengeras. "Apa kita masih hidup di zaman medieval? Daddy sudah gila!" Ia melirik pada cincin di bantal beledu itu. "Dan apa-apaan ini?" tanyanya waswas. "Ini cincin pertunangan kalian. Tolong dikenakan, Nona," ujar Vijay. Delisha ambil cincin itu dan melihat bagian dalamnya berukir tulisan 'Love of my life'. Rahang Delisha mengeras. Pria yang menawarkan cincin itu bahkan tidak menampakkan batang hidungnya di depan matanya sudah cukup menjelaskan pada Delisha betapa sok berkuasanya Mister D ini dan arogansi yang tidak tertolong lagi. Ia tatap tajam Vijay dan ayahnya seraya berujar dingin. "Katakan pada Mister D bahwa aku menolak bertunangan dengannya. Aku tidak akan mengenakan cincin ini. Jika ia tidak suka, ia bisa pergi ke neraka!" Lalu Delisha empas cincin itu ke lantai hingga berbunyi berdenting keras dan cincin itu terpelanting entah ke mana. "Delisha!" bentak Richard, akan tetapi tidak membuat Delisha gentar. "Aku benci Daddy! Aku tidak ingin bicara dengan Daddy lagi!" balas Delisha. Ia mendengkus keras kemudian berbalik dan meninggalkan kedua pria itu. Ia naik ke kamarnya sambil menangis sesenggukan. Vijay dan Richard sama-sama membisu dengan muka tegang. Mereka tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah pikiran Delisha. Vijay juga sudah menduga hal ini akan terjadi, tetapi ia berharap hati Delisha melembut karena ia yakin sifat dasar Delisha tidak ada beda dengan Nyonya Delisha yang dikenalnya. Delisha tidak tegaan dan sering kali mengalah jika pembicaraan baik-baik saja. Vijay jadi sungkan pada Richard. "Saya tidak tahu harus berkata apa, Tuan. Anda tahu tuan saya tidak akan berubah pikiran, sekarang tinggal putri Anda." "Ya, aku tahu. Kau pulanglah, aku akan bicara dengan Delisha." "Cincinnya?" "Tinggalkan saja. Aku yakin ada di sekitar sini. Aku akan mencarinya nanti." "Baiklah, Tuan. Kalau begitu, saya permisi." Vijay pun pergi dari rumah itu. Richard naik ke kamar Delisha, tetapi ia tidak jadi masuk karena mendengar suara tangis anak gadisnya meraung-raung karena terlalu kesal. Ia tinggalkan kamar Delisha untuk memberinya kesempatan meluapkan emosinya sampai ia tenang sendiri. Di kamarnya, Siberian menyaksikan seluruh amukan Delisha. Anjing itu meringkuk di lantai dengan muka sedih. "Dasar laki-laki berengsek! Semuanya sama saja, tidak ada yang pengertian!" makinya sambil tersedu-sedu dan memukul-mukul kasur. Siberian naik ke ranjangnya dan menjilati wajah Delisha untuk menghapus air matanya. Delisha rangkul anjing itu. "Sibe, hanya kau satu-satunya yang mengerti perasaanku. Aku hanya ingin hidup normal, punya banyak teman dan bersenang-senang seperti gadis lainnya. Aku ingin menyelesaikan sekolahku dan menjadi dokter hewan seperti yang aku rencanakan. Bukannya hidup terikat seperti ini. Ada masalah apa dengan pria itu? Kenapa ia memilihku? Kenapa harus aku?" Siberian membalas dengan rengekan dan bersungut ke bawah dagu Delisha, turut merasakan kesedihan tuannya. Delisha menangis cukup lama sampai dia kelelahan sendiri sehingga jatuh tertidur berpelukan dengan Siberian. Semudah itu Siberian mendekati kekasih kecilnya, bagaimana Devdas tidak cemburu? Ia datang ke kamar Delisha tanpa menampilkan wujudnya. Meskipun hatinya terluka akan sikap penolakan Delisha, Devdas tetap bersabar. Ia taruh cincin tunangannya di nakas sisi ranjang Delisha, agar begitu bangun tidur yang pertama kali dilihat Delisha adalah cincin itu. Cincin itu tak pernah terpasang secara sempurna di jari Delisha, semenjak Imdad ingin melamarnya, tetapi ia tidak pernah ingin menggantinya. Sama seperti rasa cintanya, yang bagi Delisha adalah kecacatan, tetapi ia tidak akan pernah memusnahkannya. Katanya, saat tidur adalah saat yang tepat menanamkan kata-kata sugesti dalam diri seseorang. Devdas berusaha melakukannya. Ia bisiki Delisha. "Cintai aku, Delisha-ji. Setidaknya cobalah dulu. Cobalah cintai aku. Meskipun aku sangat tua. Aku telah hidup berabad abad hanya dengan mencintaimu, maka di zaman ini, aku akan merajut benang cinta ini denganmu lagi. Kaulah satu-satunya cinta dalam hidupku dan akan selalu demikian adanya." Kemudian ia berikan kecupan pengantar tidur di kening gadis itu. *** Membuka mata dan melihat cincin itu lagi di sisinya, membuat Delisha tersadar betapa menyebalkan hidupnya sekarang. Tanpa menimbang-nimbang, ia buang cincin itu keluar jendela kamarnya. Siberian menyalak keras memperingatkan, tetapi tidak digubris Delisha. Gadis itu malah senang sudah melakukannya dan ia bersiap-siap sekolah penuh semangat. Setiap hari, Delisha rajin berdandan. Ia mengamati lekuk tubuhnya yang mulai berkembang maksimal, tampak sangat jelas karena mengenakan kemeja ketat dan rok mini. Ia mulai akrab dengan para gadis Cheerleader karena mereka kelompok gadis paling keren di sekolah. Setidaknya dari segi penampilan. Delisha bergabung dalam kegiatan itu karena itu cara termudah berkenalan dengan para anak basket di sekolahnya, maupun di sekolah lain karena mereka sering ikut pertandingan persahabatan. Bersamaan dengan itu, setiap kali ia bangun tidur dan mendapati cincin itu ada lagi di nakasnya, Delisha akan membuangnya lagi. Ke mana saja, mulai dari ke toilet, tebing pinggir jalan, bahkan pembuangan sampah. Namun, cincin itu selalu muncul kembali di nakasnya. Akhirnya, cincin itu pun dibiarkan saja tergeletak di sana. Delisha tidak membuangnya lagi, tetapi juga tidak mempedulikannya. Semakin bertambah usia, tak ayal lagi, Delisha semakin tebar pesona, bahkan mulai berkencan dengan anak dari sekolah lain. Ia sengaja melakukannya agar bisa dilihat Mister D. Ia yakin pria itu mengawasinya entah melalui matanya sendiri atau orang lain. Itu memang benar, karena tak lama kemudian, anak laki-laki dekat dengannya akan mengalami kemalangan misalnya cedera kecil atau barang ada yang rusak. Lambat laun hal itu membuat Delisha terkenal sebagai pembawa sial. Para lelaki pun menjauh dan para gadis kerap menggunjingkannya. Delisha kembali dikucilkan. Hingga Delisha berusia 16 tahun, puncaknya masa pubertas, Delisha kembali mengalami depresi karena penolakan yang dialaminya. Hubungannya dengan sang ayah pun semakin memburuk. Delisha melanjutkan sekolah ke SMA yang jauh dari kediamannya. SMA yang berbeda dari sekolah Rani. Di sana, Delisha tidak ada minat berpacaran lagi karena ingin fokus belajar agar mencapai nilai rata-rata yang bagus supaya ia bisa mendaftar di universitas kedokteran hewan yang diincarnya. Isu Delisha pembawa sial pun memudar. Keanu yang masuk SMA yang sama dengannya walaupun beda kelas, mulai dekat dengan Delisha lagi. Delisha sedang konsentrasi membaca buku di perpustakaan ketika celetukan Keanu membuyarkannya. "Katanya, puberty hits you hard. Aku pun tak luput mengalami banyak masalah dengan orang tuaku dan bermacam hal." Delisha menutup bukunya dan bertopang dagu menatap Keanu yang terlihat lebih dewasa terutama fitur wajahnya. Tulang rahang mulai kokoh dan jakun muncul, serta muncul bayangan bakal kumis. "Apa yang membuatmu berpikir aku ada masalah dengan ayahku?" kekeh Delisha. "Kau sering menghindari beliau saat di sekolah dulu, padahal sebelumnya kalian sangat akrab. Kau dan ayahmu adalah pasangan parent goal. Sekarang kau malah memilih sekolah yang jauh dan bukan rekomendasi ayahmu." "Lalu, kenapa kau juga sekolah di sini? Apa kau menguntitku?" "Ya, tapi juga tidak," kilah Keanu. "Apa maksudnya? Bicara yang jelas padaku." "Aku tidak yakin sekolah mana yang kuinginkan, meskipun orang tuaku ingin aku masuk SMA yang prestisius. Aku masuk sini karena kupikir tekanannya lebih sedikit daripada sekolah incaran orang tuaku. Aku katakan Delisha saja masuk ke sini, jadi kenapa mereka harus melarangku." "Kedengarannya aku sangat patut jadi role model," cibir Delisha. "Setidaknya bagiku," sahut Keanu.yang semringah bisa bicara lagi dengan Delisha. Awalnya Delisha rileks, akan tetapi ia mulai mengendus aroma-aroma khas pria India itu. Delisha buru-buru menampik Keanu. "Tapi apa kau tahu alasanku sebenarnya sekolah di sini? Aku ingin jauh dari kecaman bahwa aku punya karma yang buruk dalam hubungan percintaan. Jadi, Keanu, kau sebaiknya menjaga jarak dariku. Aku tidak ingin memulai kisah yang sama saat aku SMP." Keanu balas mencibir. "Kau benar-benar percaya premis semacam itu?" "Itu bukan premis, tetapi itulah kenyataannya. Aku tidak diperbolehkan dekat dengan laki-laki lain karena itulah keinginannya." "Ia siapa? Pacarmu?" "Tepatnya tunanganku." Keanu terperangah. "Aku sudah ditunangkan sejak usiaku 14 tahun dengan seorang pria yang nyaris tidak kukenal. Ia bukan pria sembarangan. Ia sangat tua dan berkuasa. Ia selalu mengawasiku. Kapan saja. Di mana saja. Bahkan sekarang di saat kau bicara denganku, ia sudah menargetmu." "Kamu serius? Delisha, itu cerita tergila yang pernah kudengar. Apa ayahmu tahu soal ini?" "Ayahku, ia yang mengatur soal ini. Kau pikir kenapa aku berseteru dengannya?" Keanu terhenyak dengan lidah kelu. Delisha membuka buku lagi dan mengambil catatan sambil bergumam, "Jadi, menjauhlah, Keanu, sebelum sesuatu yang buruk terjadi padamu." Ingin sekali Keanu melabrak meja dan mengatakan bahwa cerita itu tidak benar, ia tidak percaya sedikit pun. Namun, melihat cincin melingkar di jari manis Delisha, wajahnya langsung pias. Tanpa berkata apa pun, ia beranjak menjauhi Delisha. Bagaimana cincin itu bisa ada di jarinya? Setelah tertinggal seorang diri, Delisha menjatuhkan notes dan bukunya. Ia tidak tahan lagi. Tubuhnya menggelenyar oleh rasa hangat yang melingkupi. Ia merasakan tangan pria itu memegangi pergelangan tangannya agar tidak melepaskan cincin yang baru saja dipasangkannya. Kemudian embusan panas berbisik di tepi telinganya. "Gadis pintar. Kau memang selalu memahamiku, Delisha-ji. Kau itu milikku, cinta dalam hidupku." *** Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN