DP 05. Pertemuan di Sekolah

2123 Kata
Delisha sudah dalam jangkauannya, membuat Devdas setengah kasmaran. Jatuh cinta seperti pengagum rahasia, merasa berjiwa muda lagi, lupa sudah beranak 3. Sepanjang hari yang dipikirkannya adalah bagaimana membuat Delisha terkesan tanpa harus menunjukkan dirinya. Devdas memikirkan hal itu sambil larut dalam keramaian pinggiran jalan pusat kota Chicago. Malam Minggu itu di tengah kota ramai manusia. Devdas mengenakan cincin penghilang Erion sehingga bisa berada di keramaian tanpa menjadi pusat perhatian orang-orang. Suara klakson, deru mobil, serta orang berbincang-bincang tidak mengganggunya, sampai ketika ia mendengar suara anjing menyalak. Langkah Devdas terhenti, perlahan ia menelengkan kepala ke arah suara dan matanya terpicing pada sosok makhluk mungil berbulu tebal, menyalak-nyalak pada siapa pun yang melewatinya di depan etalase sebuah pusat adopsi hewan terlantar. Anak anjing jenis Siberian Husky itu menarik perhatiannya sehingga Devdas melangkah ke arah etalase tersebut. Bukankah Delisha ingin menjadi dokter hewan? Tetapi tidak ada satu pun hewan piaraan dimilikinya. Bukankah Delisha menyukai jenis hewan berbulu tebal? Binatang berbulu satu ini akan jadi teman yang menarik. Devdas berdiri di hadapan kaca menatap anakan Siberian Husky berbulu campuran putih abu-abu hitam itu. Si anak anjing mengangkat kaki depannya serta menjulurkan lidah dan menggoyang ekornya bereaksi terhadap Devdas. Devdas berjongkok dan menyentuh permukaan kaca seolah mengusap hidung si anjing. Sorot mata anjing itu berbinar bergerak mengikutinya. "Aaah, jadi kau bisa melihatku," simpul Devdas. Ia mangut-mangut. "Sepertinya malam ini malam keberuntunganmu, mungil!" Devdas memasuki toko itu bersamaan ia melepas cincinnya. "Permisi, aku ingin mengadopsi anjing yang kalian taruh di depan itu." Gadis penjaga toko berbalik menghadapnya sambil menyahut, "Baik, Tuan ...." Lalu termangap karena terkesima pada ketampanan Devdas. Kapan lagi ada pria berkulit eksotis, berwajah tirus dengan tulang pipi yang terpahat sempurna serta pangkal hidung tinggi, berpadu dengan bibir tipis yang tegas, kombinasi dengan rahang kuat yang menggelap oleh bakal janggut, datang ke toko mereka? Setelan mahal serta mantel Kashmir yang terpasang membentuk rasio sempurna badan tinggi semampai pria itu, cukup menjelaskan bahwa pria ini bukan orang sembarangan dan sangat berduit. Gadis berambut pirang itu menjadi tersipu-sipu sendiri dan melayani pelang.gan penuh semangat. "Tentu, Tuan, silakan. Mmm ... boleh melihat kartu identitas Anda, Tuan?" Devdas merogoh saku mantelnya lalu meraba-raba kantong lain. Baru menyadari bahwa ia tidak membawa dompet. Devdas mengeluarkan ponselnya. "Sebentar. Saya memanggil asisten saya dulu." Devdas lalu berpaling dari gadis itu untuk berbicara pada Vijay menggunakan bahasa Hindi. Kesempatan itu digunakan si gadis untuk bertopang dagu memandangi berbunga-bunga sosok pria rupawan tersebut. Selesai menelepon, Devdas menunggu kedatangan Vijay sembari mengamati Siberian Husky yang diinginkannya. Anak anjing itu melompat riang berputar-putar merasakan hawa kegembiraan. Devdas bersedekap dengan sebelah tangan mengusap-usap dagunya. Gadis penjaga toko menghampirinya. "Apa Anda ingin memelihara anjing ini, Tuan?" Devdas tersentak, lalu menjawab gadis itu sambil tersenyum berseri-seri. "Tidak. Aku ingin menghadiahkannya untuk calon istriku. Dia penyayang binatang dan sangat menyukai Siberian Husky." Mendengar pria tampan itu sudah punya calon, gadis itu jadi salah tingkah. Ia undur diri perlahan-lahan. "Oh. Hmm, kalau begitu akan saya siapkan surat-suratnya. Permisi." Dalam hati terpesona, oh, romantisnya. Kapankah aku akan menemukan pria yang memberi kejutan semanis ini padaku? Vijay tiba di toko adopsi hewan tersebut dan sudah tahu apa yang harus dilakukannya. Devdas tinggal menunggu di dalam mobil. Vijay bicara pada pelayan dan pemilik toko. "Saya ingin privasi majikan saya terjaga. Jadi, saya akan memberikan inisial saja untuk nama di sertifikatnya, yaitu Mister D. Dan tolong tulis di kartu pesannya Forever Miss D." "Baik, Tuan. Kami mengerti," kata pemilik toko dan bersama anak buahnya, mereka menyelesaikan pemberkasan sesuai permintaan, juga menyiapkan wadah piaraan serta perlengkapan lainnya. Urusan itu selesai, Devdas menyambut anak adopsinya dalam mobil. Vijay menjalankan mobil menuju kediaman mereka di North Side. Makhluk berbulu gembil menggemaskan itu menyalak riang dan berdiri di pangkuan Devdas. Devdas tersenyum tipis seraya bergumam pada anjing kecil itu. "Kau akan menjadi mataku dan menjaga kekasihku dari gangguan orang lain, mungil." Kemudian ia salurkan Nigrum Mortem dan cakranya pada Siberian Husky tersebut. *** Delisha memperhatikan ayahnya tampak lebih sibuk dari biasanya dalam seminggu belakangan. Saat makan pagi sebelum ke sekolah, Delisha bertanya pada Richard. "Urusan apa yang menyita pikiranmu, Daddy? Mungkin aku bisa membantu. Setidaknya aku tidak terlalu mengkhawatirkanmu jika aku mengetahui masalahnya." Richard menjawab putrinya sambil menyunggingkan senyum penghiburan. "Ada murid pindahan baru dan urusannya sedikit merepotkan karena mereka warga negara asing. Bukan hanya satu, mereka 3 orang bersaudara." "Oh ya? Dari negara mana, Dad?" "India." Mendengarnya, kening Delisha terangkat. "Ibuku punya darah keturunan India, bukan? Wah, menyenangkan kalau bisa mengenal orang-orang dari negara yang punya kaitan darah denganku," kata Delisha berpikiran positif agar ayahnya tidak merasakan itu sebagai beban. Sebenarnya, bukan itu masalahnya bagi Richard. Yang menjadi masalah adalah keinginan Devdas Star Tailes merahasiakan identitas asli anak-anak itu. Ia harus membuat banyak data samaran untuk berjaga-jaga kalau Delisha mencari tahu siapa mereka. Menurut Devdas, anak-anak itu, yang secara garis keturunan adalah cucunya, memiliki kekuatan supernatural dan Delisha akan terkejut jika melihat mereka. Richard harus membuat banyak kebohongan pada putrinya dan itu menyusahkan. "Aku senang kau berpikir demikian, Delly, karena salah satu anak itu akan sekelas denganmu. Ayah mereka rekan bisnis Xin's, jadi, kau mungkin harus membina hubungan baik dengan mereka. Kau paham maksud Daddy, 'kan?" Delisha terpikir wujud anak-anak itu dan kelakuan mereka mungkin bakal menyusahkannya, tetapi entahlah, mungkin juga tidak. Ia belum bertemu mereka. Siapa tahu setelah berkenalan tidak akan seburuk dugaannya. "Aku mengerti, Dad. Aku akan berusaha memperlakukan mereka sebaik-baiknya." Richard genggam tangan putrinya dengan rasa haru. "Thanks, Baby. Maafkan Daddy harus mengandalkanmu." "It's okay, Dad. Aku senang bisa membantumu." Jika ayahnya menyebut rekan bisnis, asumsi Delisha mereka adalah anak-anak manja yang suka mengintimidasi orang atau berlagak sombong. Namun, sebelum mengenal sifat mereka, Delisha dibuat takjub oleh penampakan aura ketiga anak dari India tersebut. Sebuah sedan mewah berhenti di halaman depan sekolah dan satu per satu mereka turun dari mobil. Pertama, gadis sepantaran dengannya bernama Rani Ali Hussain, bercahaya keemasan terpancar di seluruh tubuhnya. Sementara si kembar memiliki sayap hitam terkembang di punggung mereka. Aaryan dan Chander kembar, tetapi wajah kedua anak itu terlihat berbeda satu sama lain. Delisha menjadi terpana takjub pada keunikan mereka. Richard memperkenalkan anak-anak itu pada Delisha. "Mereka putra putri Tuan Ali Hussain, pengusaha dari India. Ini Nona Rani, Tuan Aaryan, dan Tuan Chander." "Namaste! Hai! Hello?" Rani menyapa Delisha yang termangap. Rani tertawa tersipu-sipu melihat reaksi Mama kecilnya. Secara lugas, Rani mengulurkan tangannya untuk bersalaman. "Hi, I'm Rani," katanya, menjabat tangan Delisha meskipun gadis itu kebingungan. "Hi, I'm Aaryan." Yang bersayap putih menjabat tangan Delisha setelah sang kakak. "Hi, I'm Chander. Nice to meet you," ujar yang bersayap hitam, seraya bersalaman dengan sang Mama kecil. Delisha masih tidak mampu berkata-kata. Ketiga anak itu digiring oleh pengawal pribadi mereka yang memiliki aura anjing dobermann. Mereka memanggilnya Uncle Vijay. Delisha mundur selangkah seraya menarik lengan ayahnya lalu berbisik cemas. "Dad, apakah mereka benar-benar manusia biasa? Aura mereka sangat berbeda." Richard mengernyitkan kening, balik bertanya pada putrinya. "Berbeda bagaimana? Apakah mereka membuatmu takut, Delly?" Jika iya, maka Richard akan menjaga jarak anaknya dari anak-anak itu. "Tidak, Dad. Mereka ... memukau!" "Benarkah?" Richard ingin bertanya lebih lanjut, tetapi Vijay berbicara atas nama anak-anak itu. "Jika tidak ada hal lain, tolong tunjukkan kelas anak-anak. Saya harus melapor pada tuan saya jika urusan ini selesai." Richard lalu memandu mereka diiringi Delisha. "Silakan, Tuan. Mari kita lewat sini." Richard mengantarkan si kembar terlebih dahulu ke kelas mereka sekaligus memperkenalkan pada guru kelas TK B itu. Di luar kelas, Rani dan Delisha menunggu. Delisha sangat penasaran dengan sosok Rani dan ingin memandanginya terus menerus. Namun, itu tidak dilakukannya karena tidak ingin membuat Rani keheranan apalagi mencurigainya sehingga ia mencuri-curi melirik Rani. Rani yang sangat gembira menahan diri agar tidak melompat-lompat, mendekati Delisha untuk membisikinya. "Kita sekelas, Delisha-ji. Aku tidak sabar belajar bersamamu." "Eh? Ngg, aku juga," sahut Delisha tersipu-sipu. Cara Rani menyebutnya terdengar akrab. Pancaran aura Rani juga menyenangkan. Delisha merasa hangat dan nyaman berdekatan dengan gadis itu. Kemudian, Rani diantar ke kelasnya, yaitu kelas yang sama dengan Delisha. Mereka duduk bersebelahan di deretan yang sama. Delisha awalnya terkagum-kagum pada Rani, akan tetapi sepanjang waktu di kelas, Rani terus menerus memandanginya sambil senyum-senyum, malah membuat Delisha salah tingkah. Apa gadis ini mengincar tubuhku? pikir Delisha. Ia menggeleng mengenyahkan pikiran itu. Rasanya menyeramkan jika makhluk semanis Rani ternyata siluman. ketika pulang sekolah, Delisha dan Richard mengantar mereka ke mobil jemputan. "Bye bye, Delisha-ji! Jumpa lagi besok!" ucap Rani, Aaryan, dan Chander. Anak-anak itu melambaikan tangan meskipun mobil mereka sudah jalan. "Bye bye!" Delisha membalas lambaian mereka. Setelah mobil itu tak tampak lagi, Delisha menggandeng ayahnya bergegas pulang ke rumah. "Ada apa, Baby? Apa yang membuatmu sangat bersemangat?" tanya Richard. Di ruang tengah, Delisha melepaskan ayahnya lalu mondar mandir seraya bergumam macam-macam. "Penampilan mereka, aura mereka, energi mereka ... aku belum pernah melihat yang demikian sebelumnya. Ini luar biasa. Aku harus mendokumentasikannya." "Tunggu dulu, Delly. Pelan-pelan, satu-satu jelaskan padaku. Aku tidak bisa memahami semuanya sekaligus." Delisha menatap lekat ayahnya. "Siapa orang tua mereka, Dad? Aku harus melihat ayah dan ibu mereka jadi aku bisa memahami semua ini, bagaimana mereka bisa tampak begitu memesona dan berbeda." Itu adalah hal yang dilarang keras oleh Devdas. Richard berkilah. "Orang tua mereka tidak di sini, Delisha. Sepengetahuanku, mereka memiliki orang tua tunggal. Hanya ayah mereka dan pria itu sangat sibuk bepergian ke penjuru dunia." "Oh, sayang sekali," desah kecewa Delisha. Ia manyun berpikir keras. Cukup yakin sesibuk apa pun Tuan Ali Hussain ini, pasti akan ada momennya ia datang ke sekolah. Delisha optimis kesempatan melihat pria itu akan tiba. "Sudahlah kalau begitu. Yang jelas, aku senang mengenal mereka, Dad." "Aku lega mendengarnya." Sesuai dugaan Richard, hari itu Delisha juga melakukan pencarian di internet mengenai sosok Tuan Ali Hussain. Tidak banyak yang bisa diperolehnya dari hasil pencarian. Gambar Ali Hussain pun ada banyak dan beragam tampang serta jenis perusahaan sehingga Delisha tidak bisa menyimpulkan satu pun mana Ali Hussain yang dicarinya. Namanya ia masih anak-anak, Delisha menganggap hal itu angin lalu. Namun, ia tak sabaran bertemu lagi dengan Rani dan si kembar. Keinginan Delisha mengakrabkan diri dengan anak-anak India itu terkabul. Rani menjadi teman belajar kelompoknya dan terkagum-kagum dengan apa pun yang dilakukannya. Mereka sama-sama ikut kelas balet dan taekwondo. Kemudian Rani dan si kembar dititipkan sampai dijemput sehingga tinggal di sekolah sampai sore. Delisha bermain bersama mereka dan sering kali menyiapkan makanan mereka. Membuatnya iba, si kembar meneteskan air mata jika makan masakannya. "Kami rindu ibu kami," rengek kedua anak itu. Rani senyum-senyum dan menghibur mereka. "Sshh. Sudahlah. 'kan sudah ada Delisha-ji di sini. Masakannya sama dengan masakan Mama kita." "Err, really?" celetuk Delisha yang dalam hati merasa tersanjung disebut demikian. "Haan, Delisha-ji. Ibu kami manusia unik, supaya kau tahu dan tidak penasaran lagi. Dia punya aura dan kemampuan seperti yang kau miliki." Delisha tersentak. "Ma-maksudmu? Emm, kau memahami orang-orang yang memiliki kemampuan ... supernatural?" Rani tersenyum bangga. "Kami, orang India mengembangkan ilmu meditasi serta cakra dan ritual mistis. Indera keenam, penglihatan, ramalan, reinkarnasi, proyeksi astral, ilmu tenaga dalam menjadi bagian dari budaya negeri kami. Kami tidak asing lagi dengan hal-hal demikian, Delisha-ji. Jika kau tinggal di India, kau akan dianggap salah satu manusia suci atau pendeta." "Ohh." "Jadi, jangan sungkan membahas hal-hal mistis pada kami. Kami menyukainya." Aaryan dan Chander juga tersenyum ketika Rani mengungkapkan hal itu sebagai ungkapan persetujuan mereka. Delisha terpana untuk kesekian kali pada anak-anak itu. Itu seperti akhirnya ia bertemu jodohnya. Orang-orang yang tidak skeptis terhadap dunia lain serta hal-hal di luar nalar. Delisha malu-malu mengutarakan kegalauannya selama ini. "Kalian tahu, aku punya kelainan semacam ini." Dan pembahasan itu pun menjadi hal yang mengakrabkan mereka dengan cepat. Ketiga anak itu blak-blakan mengungkapkan kemampuan supernatural mereka. Jika orang lain mendengar, mereka akan mengira mereka membahas cerita fantasi atau horor. Ya, begitulah kehidupan sebagian orang yang menjalani takdir mereka. Selain perbedaan itu, hal lain yang membuat Delisha nyaman bersama mereka adalah tidak ada makhluk halus yang mengganggunya. Anak-anak itu punya energi kuat yang mengenyahkan energi negatif di sekitarnya. Hal itu Delisha ungkapkan pada ayahnya. "Setelah mengenal mereka, aku tidak pernah bermimpi buruk lagi, Dad. Makhluk lain juga berhenti mendekatiku. Menurut Daddy, apakah ini hal yang bagus untukku?" Richard bisa tersenyum lega mengetahui hal itu. Kekhawatirannya berkurang banyak. "Jika kau merasa demikian, aku tidak ada masalah dengan hal itu, Delly Baby." Ia usap poni Delisha agar melapangkan pemandangan kedua matanya. "Kau sudah bertahun-tahun menyandang penglihatan yang kau sebut kutukan ini. Jika ada hal yang membuatmu merasa lebih baik, Daddy akan senantiasa mendukungmu." "Thanks, Daddy!" seru Delisha lalu berlari riang menuju kamarnya. Ia akan chat dengan Rani. Richard tersenyum memandangi Delisha sampai tak tampak lagi. Wajah Richard kemudian mengeras. Ia membatin, jika Devdas Star Tailes ingin anakku buta permanen, sebaiknya pria itu memikirkan ulang rencananya mempersunting Delisha. Ia akan menghormati pria itu jika bisa membuat putrinya bahagia tanpa menyakitinya. *** Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN