Awal

2167 Kata
Luna Shahnaz. Mahasiswi semester akhir yang kuliah di kampus garuda lewat jalur beasiswa dengan jurusan seni dan budaya. Dia tinggal dengan kakek dan neneknya karena kedua orang tuanya sudah meninggal saat Luna masih kanak-kanak. Ibunya meninggal saat dirinya berusia dua tahun dan ayahnya meninggal saat dirinya berusia sembilan tahun. Sejak Luna masih kanak-kanak dia sudah mengenal keluarga om Abraham dan Tante Sarah. Mereka orang yang sangat baik. Saat ayahnya meninggal keluarga Abraham sempat ingin membawa Luna ke Jakarta sebagai anak angkatnya. Namun kakek dan neneknya tidak mengijinkan Luna di bawa oleh kedua pasang suami istri itu. Namun kedua orang tua itu tidak menolak saat kedua pasangan suami istri itu mengatakan akan menikahkan Luna dengan putranya nanti saat Luna sudah cukup dewasa. Luna sendiri sudah tau jika orang tuanya sudah menyiapkan jodoh untuk dirinya yaitu anak dari om Abraham dan Tante Sarah, meski begitu dirinya memang tidak pernah tahu siapa, dan bagaimana wajah putra dari om Abraham dan Tante Sarah yang dia kenal sebagai kerabat dekat keluarga nya. Luna terkejut saat tiba-tiba neneknya meminta dirinya untuk pulang malam itu juga. Pikirnya nenek ataupun kakeknya sedang dalam keadaan tidak sehat jadi Luna tanpa berpikir panjang langsung pulang hari itu juga dengan mengendarai sepeda motor metic miliknya. Empat jam di perjalanan akhirnya Luna sampai di rumah kakek dan neneknya. Sesampainya di halaman rumah itu Luna melihat ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumah kakek dan neneknya. Dia yakin om Abraham dan istri lah yang sedang bertamu di rumah kakek neneknya karena selama ini hanya om Abraham yang selalu rutin mengunjungi kedua orang yang paling dia sayang dan hanya mereka kelurga yang masih Luna miliki. Selamat sore ucap Luna saat dirinya masuk di rumah itu dan serentak orang yang berada di sana menoleh ke sumber suara. "Luna," sapa Sarah begitu Luna masuk di pintu utama dan langsung berdiri menghampiri dirinya dan memeluknya erat. Begitulah cara Sarah istri dari Abraham itu memperlakukan dirinya saat mereka berkunjung ke tempat neneknya dan bertemu dengan dirinya. Luna sudah sangat menyayangi Sarah, dia sudah menganggap Sarah seperti ibu kandungnya sendiri. Sarah juga memintanya seperti itu. Luna yang memang tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ibu tentu sangat senang dengan perhatian dan kasih sayang yang Sarah berikan padanya. "Ayo duduk di dekat Tante. Tante udah kangen," ucap Sarah lalu menuntun Luna untuk duduk di sebelahnya. Luna duduk dengan tenang. Selain Abraham dan Sarah, di ruang tamu itu juga ada empat orang lagi yang baru dia tahu jika yang duduk di sebelah om Abraham itu adalah kedua adik om Abraham dan suaminya. "Luna lebih baik kamu mandi dulu sayang. Kamu pasti capek kan habis berkendara jauh," ucap neneknya dan Luna menganguk patuh lalu bangkit dari duduknya "Luna tidak akan lama tante. Luna masih kangen sama Tante," ucap Luna lalu mencium sekilas pipi Sarah sebelum akhirnya meninggalkan Sarah dan orang-orang yang duduk di ruang tamu itu. Kedua adik om Abraham ikut tersenyum melihat keakraban Sarah dan gadis cantik berambut coklat gelap itu dengan belah bibir tipis namun sangat pas untuk ukuran wajahnya. Tiga puluh menit berlalu Luna sudah selesai dengan acara mandinya. Saat Luna keluar dari kamar mandinya yang berada di dalam kamarnya Luna melihat Sarah sudah duduk di ranjang kayu dengan kasur yang cukup tebal berseprai kuning bergambar matahari. Luna membungkus rambutnya dengan handuk dan sudah mengenakan celana pendek dan baju singlet putih lalu berjalan ke arah ranjang di mana tadi dia meletakkan tas ranselnya untuk mengambil baju yang akan dia kenakan. "Luna, coba lihat Tante bawa beberapa stel pakaian untukmu. " Ucap Sarah lalu mengangkat tiga peper bag yang tadi dia bawa untuk Luna. Luna tersenyum selalu saja seperti ini. Setiap kali Sarah dan suaminya datang pasti dia akan membawakan Luna pakaian-pakaian bagus dan tentunya mahal. Memang Luna tidak pernah sekalipun menolak apa yang Sarah dan suaminya berikan, meski Luna tidak pernah memintanya kedua orang tua itu seolah tau apa yang sedang Luna butuhkan. Benar-benar seperti orang tua yang memiliki ikatan batin dengan anak gadis mereka, 'ooooh inikah rasanya hidup dengan keluarga utuh, memiliki ayah dan ibu yang Akan senantiasa berada di samping kita, menemani kita melewati masa sulit dalam pahitnya hidup dan kerasnya peradaban dunia.' Batin Luna. Sarah membuka satu paper bag itu dan menunjukan isinya pada Luna. Dress putih yang ujungnya sedikit mengembang dengan panjang sebatas lutut dan ada motip bunga-bunga kecil yang hampir tidak terlihat jika tidak diperhatikan dengan jarak yang cukup dekat. Sarah tau jika Luna menyukai warna putih. Sama seperti dirinya yang juga menyukai warna putih. Entah sejak kapan Sarah menggilai warna putih. Itu sebabnya Sarah selalu memilihkan baju ataupun dress yang berwarna putih untuk gadis cantik yang kini tersenyum manis sambil menatap dirinya. Luna tersenyum lalu langsung mencoba dress itu dan pas. Benar-benar pas di ukuran tubuhnya. Kadang Luna berpikir bagaimana Sarah bisa tau segala sesuatu tentang dirinya bahkan untuk hal sesepele ini, Seolah Sarah sudah hapal dengan sangat jelas semua yang berkaitan dengan gadis cantik itu bahkan ukuran baju dalam dan sepatunya pun Sarah sudah hapal. Itu sebabnya Luna sangat menyayangi Sarah. Sarah sudah seperti ibunya, ibu yang tidak pernah dia lihat wujud aslinya dan hanya melihatnya dari beberapa photo yang terpajang di dinding kamarnya. "Ayo kita turun ," ucap Sarah setelah Luna berpakaian rapi dan langsung menuju ruang tamu sambil menggandeng tangan Luna. Sarah dan Luna duduk di sofa yang sama, mereka sudah seperti cangkir dan cawan nya kalo sudah bertemu akan sulit berjauhan. "Luna." Abraham mulai angkat suara saat semua orang di sana sudah terlihat tenang. "Maksud dan tujuan kami datang kesini untuk membawamu pulang bersama kami sebagai menantu kami. Tentu kamu sudah tau kan jika orang tua kamu dan Om sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan putra om satu-satunya," ucap Abraham, dan Luna hanya mengangguk paham. "Kamu dan putra om akan menikah besok sore jadi apakah kamu sudah siap?" Sambung Abraham dengan memandang gadis cantik dengan iris mata coklat yang sama persis dengan mata miliknya, yang sebentar lagi akan resmi menjadi putrinya, meski hanya putri menantu. Luna terdiam sejenak dari keterkejutannya sebelum akhirnya memandang kakek dan neneknya lalu melihat sekeliling ruangan itu untuk mencari yang mana anak dari om Abraham tapi nihil. Dia tidak menemukan yang mana kira-kira putra dari om Abraham. "Iya Luna siap om," jawab Luna dengan mengeratkan genggamannya di tangan Sarah lalu tersenyum ke arah Abraham juga pada kakek dan neneknya. Keputusan final di saat Luna menerima dan mengatakan siap untuk menikah dengan putra dari Abraham dan Sarah. Keesokan harinya. Tenda sudah di pasang di depan halaman rumah Luna dengan hiasan kelambu putih di setiap tiang tenda itu. Abraham berencana akan mengadakan perta besar-besaran tapi Luna menolak dan ternyata putra Abraham juga menolak pesta besar itu dan meminta acara pernikahannya hanya di hadiri oleh keluarga terdekatnya saja. Namun meski begitu Abraham tetap mengelar perjamuan yang cukup mewah untuk kalangan orang-orang sekitar rumah Luna, karena mereka sepakat jika pesta tidak akan di adakan di kediaman Abraham dan hanya akan di adakan di kediaman keluarga Luna, karena itu adalah syarat satu-satunya yang putranya minta. Hari sudah siang namun Luna masih belum mengetahui wajah laki-laki yang akan menjadi suaminya itu, meski begitu Luna tetep memilih diam dan tidak bertanya, baik pada nenek dan kakeknya ataupun pada Sarah yang sebentar lagi akan menjadi ibu mertuanya. Namun Luna sudah yakin sejak dirinya di beri tahu oleh neneknya jika dirinya sudah di jodohkan dengan putra dari om Abraham oleh orang tuanya, Luna yakin ayahnya sudah menyiapkan sepenggal kebahagiaan untuk dirinya di kehidupannya setelah ayahnya meninggal dan Luna akan menerima siapapun dan bagaimanapun keadaan suaminya nanti. Luna sudah hampir selesai di rias oleh penata rias yang Sarah bawa untuk dirinya yang tidak lain adalah orang-orang kepercayaannya adik dari Abraham sendiri, saat sarah masuk ke kamarnya dan memintanya untuk segera keluar karena ternyata putranya sudah datang dan sedang di dandani. Hati Luna berdebar sangat kencang. Takut dan grogi sudah pasti di rasakan setiap pasangan pengantin pasti akan merasa kan yang namanya canggung , apalagi dirinya yang memang belum tau laki-laki seperti apa yang akan menikahinya nanti. Luna berjalan dengan di gandeng oleh Sarah dan Susi adik perempuan dari Abraham menuju meja di mana dirinya akan di nikahi dan di halalkan oleh laki-laki yang sampai saat ini belum juga dia ketahui nama juga wajahnya. Sarah menggenggam tangan Luna berusaha menenangkan rasa gugup Luna. "Putra tante sudah datang," bisik Sarah dan Luna semakin gelisah dan gugup. Laki-laki itu duduk di sebelah Luna dengan setelan jas hitam dan celana hitam. Luna hanya melirik lengan dan lutut laki-laki itu yang duduk bersimpuh di karpet permadani merah di mana dirinya juga duduk bersimpuh. Luna tidak berani melihat ke wajah laki-laki yang akan menikahinya. Lalu Sarah mengangkat kerudung yang akan menutup kepalanya dan kepala laki-laki itu. Dan ijab Kabul pun mulai di lakukan. "Johanes Van Abraham bin Abraham. Aku nikah dan kawinkan engkau dengan seorang gadis Luna Shahnaz binti Adam Shah, dengan maskawin seperangkat alat shalat di bayar tunai," ucap penghulu yang menjadi wali nikah Luna shahnaz, karena selain kakek dan neneknya, Luna sudah tidak punya keluarga lagi. Dengan satu tarikan napas, dia Johanes Van Abraham berucap "aku terima nikah dan kawinnya Luna Shahnaz binti Adam Shah dengan maskawin tersebut di bayar tunai," tatapan penghulu fokus pada pria yang akan menjadi suami Luna Shahnaz itu kemudian menatap para saksi dan petugas KUA yang juga ikut menghadiri acara ijab kabul tersebut, dan serentak para saksi mengucap Sah Sah Sah Setelahnya penghulu langsung memimpin doa untuk keberkahan pernikahan pasangan baru itu di susul penandatanganan surat-surat dan buku nikah kemudian penyerahan maskawin. Senyum tak pernah surut dari wajah kedua mempelai, memperlihatkan bahwasannya mereka sedang berbahagia. Ya sekiranya itulah yang di rasakan seorang Luna Shahnaz. setelah dia tau ternyata laki-laki yang menikahinya adalah seorang penyanyi terkenal yang pernah dia kagumi dan puja puja. Malamnya mereka serempak kembali ke Jakarta dengan membawa Luna sebagai putri menantu di keluarga Abraham Johanes mengatakan akan langsung membawa Luna ke apartemennya dan mereka akan tinggal di sana. Alasannya sederhana 'pengantin baru butuh waktu untuk beradaptasi dan saling mengenal lebih dekat' dan tentu saja baik Abraham ataupun Sarah menyetujui keinginan putranya, mereka sungguh berharap jika keduanya akan cepat saling melengkapi dan dia akan segera mendapatkan cucu dari Johanes dan Luna. Tapi sayangnya semua terkadang tidak berjalan seperti apa yang kita rencanakan. POV Johanes. Aku terkejut saat papaku Abraham mengatakan minggu depan aku akan menikah dengan Luna . Sebelumnya Abraham papaku sudah memberitahuku jika aku dan Luna sudah si jodohkan sejak Luna masih berusia dua tahun dan aku saat itu berusia tujuh tahun. Namun sampai saat ini aku belum pernah bertemu dengan Luna dan tidak mau mengenal Luna. Bagiku satu-satunya wanita yang aku cintai setelah mama adalah Laura. Laura adalah kekasihku saat ini dan kami sudah merencanakan untuk segera menikah tapi sebelum aku mengatakan ingin menikahi Laura papaku lebih dulu mengatakan aku harus menikah dengan seorang gadis dari desa yang bernama Luna Shahnaz. Aku merasa bingung, ingin menolak tapi rasanya aku juga tidak bisa, apalagi jika mama yang sudah angkat bicara. Papaku mengatakan jika dia berhutang pada orang tua Luna . Jika karena hutang, bukankah perkara mudah untuk menyelesaikan permasalahan antara aku dan Luna tapi nyatanya mamaku berkata seluruh kekayaan papaku dan apa yang kami punya tidak akan pernah mampu membayar hutangnya pada keluarga Luna. Mamaku juga mengatakan Luna adalah gadis yang cantik dan penurut, dia seorang mahasiswa jurusan seni dan budaya di salah satu universitas di Jakarta , meski begitu hatiku tetap menolak untuk di jodohkan dengan wanita bernama Luna Shahnaz itu. Karena lagi-lagi Laura yang menjadi prioritas ku dan hanya Laura yang aku inginkan untuk mengandung dan melahirkan anak-anakku. Sampai akhirnya mamaku menangis sejadi-jadi dan mengatakan tidak akan merestui hubungan ku dengan Laura. Aku sempat tidak peduli dengan semua itu hingga akhirnya mama kolaps dan harus di rawat di rumah sakit selama dua minggu dan karena rasa bersalahku pada mama aku akhirnya menerima perjodohan itu dengan catatan tidak ingin menggelar pesta besar-besaran apalagi sampai di liput oleh media. Dan aku ingin pernikahan itu di langsungkan di rumah pihak keluarga perempuan. Hari itu aku memilih tidak ikut kerumah Luna karena aku masih ada jadwal manggung di salah satu kota, namun aku berjanji pada mamaku akan datang tepat waktu sebelum ijab kabul di lakukan. Aku duduk di dak mobilku saat aku baru sampai setengah perjalan menuju rumah Luna. Sempat berpikir akan kabur dari pernikahan konyol yang akan membuat hubungan aku dan Laura berantakan namun ide brilian seketika hinggap di otak ku, dan saat aku menemukan cara agar hubunganku dengan Laura tetap baik-baik saja. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap melanjutakan perjalananku ke Bandung menuju rumah Luna wanita yang akan aku nikahi hari ini. Aku duduk dengan kidmad saat pamanku menuntunku untuk duduk di sebelah wanita yang sudah di rias secantik mungkin tapi tetap di hatiku Laura lah yang paling cantik. Wanita itu tidak berani memandangku, dia hanya duduk sambil menundukkan wajahnya dan baru berani mengangkat wajahnya saat semua saksi mengatakan " sah,,,, sah,,,,, sah," dan itu adalah hari di mana kami pertama kali bertemu dan dia hanya tersenyum untuk membalas senyum yang aku paksakan semanis mungkin untuk menutupi kekecewaanku juga rasa kesal yang teramat besar. Flashback off
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN