FLASHBACK
"Apa ini?" Tanya Luna sambil mendongak menatap Johanes yang berdiri di sebelahnya, sementara Luna sedang duduk merenggangkan pinggangnya setelah perjalanan jauh dari Bandung ke Jakarta
"Itu surat kepemilikan apartemen ini. Apartemen ini akan berpindah nama menjadi milik mu," ucap Johanes santai lalu mendaratkan bokongnya di sofa tunggal sebelah Luna. Luna masih menatap tidak percaya dengan apa yang baru saja Johanes katakan, "benarkah Johanes menerimanya semudah itu," batin Luna dan hanya bisa dia ucap dalam hati.
"Asalkan kau juga mau menanda tangani perjanjian ini!" Sambung Johanes sambil mendorong satu map lagi di meja depan Luna. Luna kembali menatap bibir Johanes yang masih menjelaskan apa yang menjadi syarat utama bagi Luna agar Johanes memberikan hak kepemilikan apartemen yang akan mereka tempati selama mereka menjadi suami istri.
"Itu adalah poin-poin penting selama kita tinggal bersama sebagai suami istri." Ucap Johanes mempertegas maksud dan isi dari dua map yang ada di depan Luna.
Luna menatap kedua map merah dan biru di depannya sampai akhirnya memutuskan untuk mengambil map berwarna biru yang dia yakin isinya adalah poin penting hubungannya dengan Johanes laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya dari mulai kemarin sore.
Luna membukanya lalu membaca bait demi bait kalimat yang tertulis di dalam kertas putih yang sudah tertempel materai enam ribu di pojok kanan bawah kertas itu.
Yang bertanda tangan di bawah ini saya:
Pihak pertama : Johanes Van Abraham
pihak kedua ; Luna Shahnaz
Poin-poin pentingnya
1. Aku dan kamu boleh memiliki pasangan atau mencinta orang lain dalam hubungan ini.
2. Aku dan kamu tidak terikat waktu, dalam artian kamu boleh pergi kemanapun dan dengan siapapun.
3. Aku dan kamu tidak akan ikut campur dalam urusan masing-masing.
Dan poin pentingnya.
4.Aku dan kamu tidak boleh mengatakan pada siapapun jika aku dan kamu adalah suami istri.
5.Kita tidak bisa bercerai, tapi aku akan menceraikan kamu saat kamu sudah menemukan laki-laki yang mencintaimu dan kamu cintai dan siap untuk menikahi mu
Luna kembali membaca isi perjanjian yang suaminya buat untuk mereka lalu menatap Johanes yang kembali berdiri bersidekap d**a. Luna melepas lembaran yang sudah bermeterai enam ribu itu di atas meja kemudian menyandarkan punggungnya di punggung sofa itu. "Jadi kamu menganggap pernikahan kita ini hanya sebatas hitam di atas putih," tegas Luna dengan hati yang bergetar. Bagaimanapun ini terdengar sangat konyol untuknya
"Aku tau ini sungguh tidak masuk akal. Tapi hanya ini yang bisa aku tawarkan." Ucap Johanes. Tatapnya terfokus pada pigura di meja samping televisi yang dimana di sana ada photo nya dengan Laura. Satu satunya wanita yang mampu membuat dunianya serasa indah. "Kamu sudah tau aku memiliki kekasih dan akupun tau jika sebenarnya kamu pun tidak menginginkan pernikahan seperti ini. Namun kita sama-sama tidak bisa menolak keinginan orang tua kita untuk menikahkan kita." Sambung Johanes lagi. Luna masih terlihat damai. Detik kumudian tanpa berpikir panjang dia kembali menarik kertas itu dan mengambil bolpoin di sampingnya setelahnya membubuhkan tandatangannya di atas kertas bermaterai itu. "Semonga kau bahagia," ucapnya setelah itu kemudian berlalu meninggalkan Johanes yang kembali duduk santai di sofa itu.
Luna berjalan menuju kamarnya di lantai atas. Semalem saat mereka tiba di apartemen itu Johanes sudah mengatakan dia akan memiliki kamar di lantai atas sedangkan Johanes sendiri akan menempati kamar di lantai utama.
Luna masuk kedalam kamar mandi dan mulai menyalakan air di dalamnya lalu mulai menguyur tubuhnya di bawah shower yang mengucur dengan deras dari atas tubuhnya. Meski air itu sangat dingin nyatanya hawa tubuhnya tetep terasa sangat panas. Terlebih lagi kedua matanya terasa sangat panas. Luna cukup lama di bawah air shower itu, dia tidak tau apa yang harus dia lakukan dan akhirnya dia tetep memilih mengurung diri di kamarnya.
Ponsel di nakas-nya berdering, Luna buru-buru mengambil ponselnya dan melihat nama Vanessa di layar ponsel itu. Luna menerima panggilan itu dan "ya hallo Ness da pa?" Sapa Luna lebih dulu pasalnya dia sudah empat hari me-non aktifkan ponselnya dan baru menghidupkannya lima menit yang lalu dan lihat lah sekarang ponsel itu langsung berdering nyaring.
"Lu kemana aja sih, dari kemarin gue telpon gak nyambung-nyambung, gue kira Lu di culik brondong kayak nenek samping rumah gue?" Cerocos Vanessa begitu panggilan itu terhubung.
"Sorry Ness gue kemarin harus balik ke rumah nenek ada urusan mendadak. Kenapa?" Tanya Luna setelahnya.
" Kenapa? Lu nanya kenapa? Apa Lu lupa kalo kita ada jadwal manggung besok lusa di acara ulang tahun salah satu stasiun televisi, ada idola Lu juga noh yang akan jadi pengisi acaranya," ucap Vanessa mengingatkan job yang sudah mereka tandatangani beberapa minggu yang lalu
"Siapa?" Tanya Luna tidak paham
"Siapa lagi kalo bukan si ganteng Johanes!" Jawab Vanessa. Luna terdiam sesaat sebelum akhirnya dia berucap
"Ooh ya. Sorry gue lupa. Jadi gimana sekarang?" Tanya Luna lagi.
"Lu sini gih. Kita ada latihan ama beberapa penari lain sama kita juga kudu fitting baju untuk beberapa koreo yang akan kita iringi nanti ," jelas Vanessa lalu sejurus kemudian mengirim lokasinya pada Luna.
Tanpa menunggu lebih lama lagi Luna berlenggak keluar dari apartemen itu. Karena Johanes sudah tak terlihat lagi keberadaannya di unit itu.
Luna pergi menyusul Vanessa di tempat latihannya. Lusa mereka akan mengisi acara di salah satu stasiun televisi sebagai penari latar. Untuk memulai latihan koreografi dengan penyanyi yang akan mereka iringi.
Luna turun dari apartemen itu menggunakan lift menuju loby selain apartemen Johanes juga memberikan Luna pasilitas mobil untuk Luna tapi karena Luna tidak bisa mengendarai mobil jadi Luna lebih memilih menggunakan sepeda motor yang sudah dua tahun ini selalu menemaninya kemanapun dia pergi. Sepeda motor yang dia beli murni dari hasil keringatnya sendiri saat dirinya mulai menginjakkan kaki di Jakarta sebagai mahasiswi tepat tiga tahun yang lalu, meskipun keluarga Abraham bisa memberikan apa saja yang dia butuhkan tapi nyatanya Luna tidak pernah meminta sesuatu yang berlebihan kepada keluarga Abraham yang katanya juga keluar dari almarhum orang tuanya. Terkadang Luna berpikir kenapa orang tuanya menjodohkannya dengan anak dari keluarga Abraham, dan kenapa pula keluarga Abraham mau menikahkan putra satu-satunya itu dengan gadis kampung dari keluarga miskin seperti dirinya. Tapi sudahlah, Luna buru-buru menepis semua yang ada di dalam pikirannya, dan menganggap mungkin ini adalah takdirnya.
Sebenarnya tidak sulit untuk mencintai seorang Johanes Van Abraham. Laki-laki tampan dengan segala pesona dan berjuta fans itu, tapi nyatanya, membuat Johanes jatuh cinta padanya itu sungguh tidak mungkin. Terlebih Johanes sendiri sudah dengan tegas mengatakan tidak ada wanita lain yang bisa membuatnya jatuh cinta dan nyaman selain wanita yang dia cintai dan Luna tau itu, dia adalah Laura Jasmin.
Luna juga mengenal wanita pemilik nama Laura Jasmin itu. Dia adalah photo model yang sangat cantik lembut dan baik. Tentu saja dia tidak akan pernah sebanding dengan seorang Laura. Dia yang dahulunya memang penggemar berat seorang Johanes, tentu Luna sudah tau semua tentang apa yang berkaitan dengan laki-laki yang kini menjadi suaminya itu. Meskipun Johanes menganggapnya hanya sebatas istri di atas kertas, sungguh itu tidak akan mengurangi rasa hormat Luna pada suaminya. Suami yang tidak pernah dia harapkan namun sempat dia impi-impikan.
Sedang di lain tempat Vanessa yang sudah menunggu Luna untuk latihan koreografi berdecak sebel, pasalnya dia sudah menunggu Luna lebih dari satu jam tapi orang yang di tunggu belum juga menampakkan dirinya.
Luna yang baru saja datang di aula itu langsung mencari keberadaan Vanness dan langsung tersenyum saat mendapati sahabatnya itu meski dengan wajah cemberut dan kesel yang Vanesa berikan untuk sahabat rasa saudara itu. " Lu berangkat dari Bandung ya, sampe lama banget nyampenya," protes Vanessa saat Luna sudah berdiri di depannya. Luna hanya terkekeh.
"Sorry. Gue tadi sempat bingung di loby apartemen gue. Gue lupa di mana markirin motor gue," alasan yang Luna berikan . Pasalnya dia memang lupa di mana motornya di parkir mengingat loby apartemen yang dia tempati itu sangat luas
"Apartemen apartemen. Bisanya Lu naro motor Lu di depan kost. Ngapain Lu ke apartemen," Vanessa tidak terima dengan alasan yang Luna berikan. "Apartemen. Apartemen siapa yang Lu datangi? Atau jangan jangan,,,," Vanessa menggantung kalimatnya.
"Hussss otak Lu jangan mikir macem-macem. Gue sekarang udah gak tinggal di kost lama gue. Tapi sekarang gue tinggal di apartemen sua,,,,,,, sepupu gue," jelas Luna lagi yang hampir saja keceplosan mengatakan apa yang menjadi poin penting perjanjiannya dengan johanes.
"Sepupu. Sejak kapan Lu punya sepupu di Jakarta?" Heran Vanessa karena Luna tidak pernah menceritakan jika dia punya kerabat apalagi sepupu di Jakarta. Vanessa cuma tau jika Luna pernah bercerita jika dia punya om dan Tante tapi tidak tau rumahnya di mana.
"Itu lho, anak Om dan Tante gue yang sering gue ceritain. Jadi ceritanya kemarin nenek nelpon gue nyuruh gue pulang untuk di serahkan pada Om dan Tante gue. Nenek dan kakek takut jika umur mereka tidak lama lagi, dahal gue berharap mereka akan menemani gue sampe seratus tahun lagi." Balas Luna apa adanya
"Bay the way, sepupu lho, cewek atau cowok?" Tanya Vanessa lebih serius.
"Cowok," jawab Luna singkat
"Cakep gak?" Vanessa menggoda Luna. Luna terlihat berpikir sebentar membayangkan sosok Johanes yang selalu tampan di matanya.
"Cakep. Tapi sayang dia udah punya cewek. Ceweknya cantik pula," jawab Luna yang juga ikut membayangkan wajah cantik Laura. Orang ketiga dalam hubungannya dengan suaminya. Sebenarnya Luna sendiri menyadari jika dialah yang pantas di sebut orang ketiga dalam status ini. Yang mana Johanes suaminya itu memang sangat mencintai Laura Jasmin begitupun sebaliknya. Lalu apalah dirinya yang hanya seonggok debu yang tidak sengaja masuk dan menjadi parasit dalam kisah cinta Johanes Van Abraham dan Laura Jasmin. Namun meski begitu pantaskah Luna menjadi orang yang bersalah dalam hubungan ini. Bukankah dia juga tidak memaksa seorang Johanes Van Abraham untuk menikahinya. "Jika aku boleh memilih, sungguh aku juga menginginkan pernikahan yang indah yang mana aku dan suamiku saling mencintai. Bukan seperti ini, meski dia di nikahi secara sah hukum dan agama tapi apa jadinya jika Luna hanya akan menjadi benalu dalam kisah cinta sang suami." lagi-lagi Luna bermonolog dalam hati.