Mbok Min yang sedang membersihkan perabotan di ruang tamu heran melihat wajah cemberut Ayu yang muncul dari pintu depan rumah. Ayu bahkan tidak menegurnya. Padahal biasanya, Ayu selalu mencari Mbok Min jika pulang ke rumah, lalu bermanja-manja meminta sesuatu yang dia inginkan. Kali ini sepertinya ada yang membuat gadis itu kesal.
Tak lama kemudian pintu kamar Ayu tertutup dengan cukup keras.
"Waduh. Ada apa ini," gumam Mbok Min kepada dirinya sendiri. Lalu terdengar olehnya tawa renyah dari luar rumah. Mbok Min pun menghentikan pekerjaannya dan melangkah menuju pintu depan yang masih terbuka.
"Oalah. Pantes mukanya cemberut. Ada Abu Nawas toh. Hehe. Pasti dilirik-lirik. Duh, Non Non. Ck ... ck," gumam Mbok yang mengerti kenapa Ayu tampak kesal.
Tiba-tiba ada yang mencoleknya dari belakang. Mbok Min tentu kaget.
"Astaga. Eh, Ndoro ... hehe...."
Ternyata Nayra yang mencoleknya.
"Ayu kenapa marah-marah, Mbok? Aku dengar pintu kamarnya ditutup keras," ujar Nayra bertanya.
"Wah. Nggak tau, Nay. Sejak muncul dari pintu sini udah cemberut. Tapi nanti biar aku yang tanya. Kamu nggak usah khawatir. Aku sekarang kan jadi ahli terapi anakmu."
"Idih. Apa-apaan. Ya udah. Ntar aku kasih dikasih tau ya, Mbok. Dia kayaknya lebih terbuka ke Mbok akhir-akhir ini daripada aku,"
"Ok, Nay. Jangan khawatir,"
Nayra menoleh ke luar rumah, sejenak mengamati suaminya yang sedang berbincang-bincang dengan tetangga depan.
"Dari tadi tuh ngobrolnya?" tanya Nayra.
"Kayaknya baru. Wong Pak Guntur sebelumnya ngeteh di dapur tadi sama Pak Jo. Terus ke luar liat-liat mobil,"
Nayra manggut-manggut.
Tak lama kemudian, Guntur melangkah menuju rumah setelah terdengar suara berucap pamit.
"Lho? Ada apa liat-liat ke luar? Ada yang salah?" tanya Guntur yang mendapatkan Nayra dan Mbok Min berdiri di depan pintu tengah memandangnya.
"Ngobrol apaan sih. Serius amat?" tanya Nayra.
"Oh. Biasa. Aku nanya bengkel mobil Eropa yang bagus ke Said. Mobil kita kan sama merekanya, beda tipe."
Lalu Guntur menarik tangan Nayra mengajaknya menuju ke kamar.
Tampak Nayra mengedipkan matanya ke Mbok Min yang tersenyum senang melihat keduanya yang semakin mesra.
"Jangan lupa, Mbok," ujar Nayra.
Dan Mbok Min pun mengangguk.
***
Mbok Min yang masih penasaran dengan tingkah Ayu, perlahan melangkah menuju Ayu yang sedang membuka kulkas.
"Haus, Non?" tanya Mbok Min basa basi.
"Iya," jawab Ayu pendek. Satu kotak kecil s**u strawberry nippy sudah dia letakkan di atas meja makan. Lalu dia duduk di atas kursi di hadapan meja makan.
Mbok Min lalu mengambilkan gelas untuk Ayu.
"Kok cemberut. Diliatin sama Abang Said?"
Ayu diam tidak menanggapi pertanyaan Mbok Min. Matanya mengarah ke kotak s**u yang dia tumpahkan ke gelas pemberian Mbok Min. Tapi sesekali dia melirik sinis ke wajah Mbok Min yang mesem-mesem melihat wajah cantiknya.
Sebelumnya Rasti sudah memberitahu Mbok Min bahwa Said lebih suka dipanggil abang ketimbang bapak. Duh, mentang-mentang tidak ada Bu Sari, Mbok Min sekarang merasa bebas menggoda Ayu. Tapi kali ini dia sangat hati-hati.
"Iya, Mbok," jawab Ayu masih dengan wajah cemberut. Lalu dia teguk s**u segar strawberry ingin menghilangkan dahaga serta perasaan jengkelnya.
"Non Ayu memangnya nggak suka sama Abang Said?"
"Idih. Mbok. Geli ah ... abang abang. Paan sih?"
Ayu semakin jengah. Untung saja susunya sudah habis. Kalau tidak, bisa-bisa dia tidak berselera meminumnya karena godaan Mbok Min yang kembali membicarakan Said.
"Ojo gething, Non. Jangan terlalu benci. Ntar kayak Mama Non lho."
Ayu terkesiap. "Maksudnya?"
Mbok Min mengangkat kursi, lalu meletakkannya di samping Ayu. Kemudian dia duduk di atas kursi tersebut setelah memastikan tidak ada orang yang datang ke dapur.
"Dulu itu Mama Nay itu benci banget sama Papa Gun lho."
Ayu memasang wajah tidak percaya.
"Masa sih, Mbok?"
"Halah. Nggak percaya? Tanya Bu Sari, atau tanya langsung sama Mama Non."
Ayu menghempaskan napasnya.
"Dulu mamamu benciiiii banget sama papamu. Kan mamamu itu sebelumnya kerja gantiin Mbok Min bantu-bantu beres-beres rumah ini. Karena Mbok harus pulang kampung jenguk Emak Mbok yang sakit. Awalnya Mama Nay nggak mau. Tapi akhirnya mau karena Mbok maksa. Hehe,"
Mata Ayu mengerling malas.
"Serius ini, Non. Kata Bu Sari, awal-awal kerja, Mama Nay itu selalu melengos kalo berpapasan sama Papa Gun. Ketemu dikit, kabur. Liat dikit, lari. Ketoleh sedikit, ngumpet di balik gorden jendela dekat lemari kristal eyang Hanin."
Ayu mulai tersenyum mendengarkan cerita Mbok. Dia membayangkan Mama Nay berlarian mencari tempat sembunyi agar tidak dilihat papanya.
"Iya, Non. Muka Mama Nay persis kayak muka Non tadi pas pulang habis liat Abang Said. Cemberut. Bibirnya jadi panjang ke depan. Matanya sinis kalo liat papamu. Benci banget. Puih."
Ayu mulai tertawa.
"Papa Gun kan jadi penasaran. Ternyata, Papa Gun suka sama Mama Nay. Sedih Papa Gun kalo liat Mama Nay pontang panting menjauhkan diri darinya. Wajahnya ketekuk. Eh, nggak taunya mereka malah menikah toh? Malah Mama Nay yang sekarang cinta banget sama Papa Gun. Seakan nggak mau pisah,"
Mbok Min membelai rambut Ayu.
"Jadi jangan terlalu benci sama Abang Said."
Ayu cemberut lagi. Nama Said diucapkan lagi oleh Mbok Min, dengan embel-embel Abang lagi. Ayu jadi ingat kejadian saat pesta pernikahan Farid, ketika Said memintanya memanggilnya Abang.
"Gimana Ayu nggak sebel. Mukanya itu lo, genit. Ayu nggak suka. Kayak apa aja," gerutu Ayu.
"Lha namanya laki-laki suka sama perempuan emang begitu, Non. Perhatian. Malu-malu kucing. Lama-lama jadi malu-maluin."
Ayu tertawa lagi. Diliriknya Mbok Min yang terus mengusap kepalanya. Lalu dipeluknya Mbok Min erat.
"Makanya, Non. Jangan terlalu benci lho. Hati-hati," ujar Mbok Min mengingatkan sambil mengusap-usap punggung Ayu. Bibirnya komat-kamit penuh doa.
***
Bukan main Nayra kaget mendengar pertanyaan Ayu.
"Siapa yang cerita?" tanya Nayra sambil menepuk-nepuk bantal sebelum merebahkan tubuhnya di atas kasur Ayu. Wajahnya memerah menahan malu.
"Mbok Min. Katanya Mama ngumpet di balik tirai jendela kalo liat Papa ke luar dari kamar situ," jawab Ayu santai.
Nayra tertawa mengingat masa-masa dirinya membenci Guntur.
"Iya, tapi nggak benci banget. Cuma sebel. Kok Mbok Min cerita? Ada apa nih?" tanya Nayra penasaran.
Ayu tidak segera menjawab pertanyaan mamanya karena ingin menutupi rahasianya mengenai Said.
"Yah. Cuma ngobrol-ngobrol tentang kisah cinta Mama dulu sama Papa...," jawab Ayu sekenanya.
Nayra mengamati wajah Ayu yang sangat mirip dengan wajah suaminya. Dia tersenyum melihat Ayu.
"Kenapa benci, Ma? Mbok Min belum cerita alasan Mama benci Papa?"
"Kok baru nanya sekarang?"
"Kan baru taunya tadi sore."
Nayra tersenyum kecut. Dia sebenarnya enggan menceritakan alasan dulu membenci Guntur.
"Yah. Dulu itu Mbok Min pernah punya hutang uang sama Mama. Mama tagih, dia nggak mau bayar. Akhirnya Mama tagih ke Papa Gun. Eh, Papa malah pergi dengan mobilnya. Mama kesal kan? Sejak itu Mama sebel sama Papa..." tutur Nayra. Dia tidak ingin menceritakan bagian Guntur yang hampir mencelakai dirinya. Khawatir Ayu berubah sikap.
"Emang Papa nggak mau bayarin?" tanya Ayu tidak percaya.
"Akhirnya Papa mau bayarin hutang Mbok Min. Tapi Mama sebel liat wajah Papa Gun waktu itu. Terlalu serius. Nggak ada senyum-senyumnya. Nggak punya sikap yang baik, ups...." Nayra malah terbawa-bawa perasaannya kala mengingat kisah lamanya.
Ayu tertawa melihat wajah sewot Nayra.
"Trus kenapa Mama jadi cinta sama Papa?" tanya Ayu dengan senyum manisnya. Dia sendiri mulai menikmati kisah cinta keduaorangtuanya.
"Papa Gun ternyata sayang sama Mama. Perhatian sama keluarga Mama. Sayang sama Om Farid, sayang juga sama Eyang Ola. Papa Gun sangat tulus cinta Mama. Mama pun akhirnya cinta sama Papa."
Ayu mengerjapkan matanya. Wajah melas Nayra mengenang kisah cintanya dengan Guntur membuatnya terkagum-kagum. Ayu tahu, Mama Nayra bukan berasal dari keluarga yang berada, akan tetapi hatinyalah yang berada dan sangat berharga. Dan itu yang membuat Papa Gun jatuh cinta.
"Ayu masih muda. Tapi suatu saat jika Ayu ingin mengenal laki-laki lebih jauh. Cari laki-laki yang baik hatinya, yang hatinya hanya untuk Ayu semata."
Ayu menahan napas mendengar nasihat Mama Nayra kali ini. Sangat sederhana, tapi cukup menyentuh.
"Mama bobok sama Ayu, ya?"
Nayra mengangguk. Kebetulan Guntur sedang serius mengerjakan sebuah penelitian penting yang melibatkan beberapa negara di kamarnya. Suaminya tidak ingin diganggu untuk sementara waktu.
***
Tapi, pukul dua pagi pintu kamar Ayu dibuka Guntur,
"Nayra ... aku udah selesai. Pindah ah."
Bersambung