Benar - benar BUCIN

1232 Kata
Forza Pov “Bunda kenapa senyam – senyum gitu?” tayaku pada bunda karena setelah kepergian pak Gavin dan Fahri bunda malah senyam senyum menatapku membuatku bingung. “Bunda merasa kalau nak Gavin itu ada rasa sama kamu Za, nggak mungkin kan kalau hanya seorang dosen sampai segitunya perhatian sama kamu apa lagi tadi dia bilang kalau dia akan jadi orang yang dekat dengan kamu Za.” Memang iya bun tapi anakmu ini sudah menolaknya ucapku dalam hati. “Bunda nggak usah aneh – aneh, Forza nggak mau mikirin begituan karena tujuan hidup Forza sekarang ingin membahagiakan Bunda, Firza dan Fahri. Jadi Bunda jangan berharap lebih kalau Forza akan memikirkan begituan.” Jelasku. “Za kamu juga berhak bahagia, jika ada pria yang menawarkan kebahagiaan untuk kamu jangan pernah menolaknya apalagi Bunda lihat nak Gavin begitu tulus sama kamu nak.” “Bunda udah ya jangan bahas itu dulu, Forza masih belum ingin membahasnya bun.” Putusku. Aku dan bundaoun saling diam, menyelami pikiran kami masing - masing hingga, Ceklek Pintu terbuka dan masuklah dua pria beda generasi menenteng kantong kresek. “Bunda, lihat Fahri jajannya banyak banget.” Kata Fahri pada bunda. “Loh kamu kok ngrepotin bang Gavin sih sayang.” Omel bunda. “Nggak kok bu, lagian cuman jajan beginian saja. Oya Za tadi mamah saya telfon kebetulan lagi ada di sini mungkin sebentar lagi mamah ke sini buat jenguk kamu.” What? Demi apa mamahnya pak Gavin mau tengokin aku, jangan – jangan beliau tahu anaknya lagi gencar mepet aku terus. “Jenguk saya?” Tanyaku “Iyah, mamah pengen ketemu sama kamu dan juga Ibu.” Jawab pak Gavin kembali menunjulkan senyumnya, senyum yang bikin aku stress karena selalu terbayang. “Ibu jadi nggak enak nak Gavin sudah ngrepotin mamahnya nak Gavin.” Kata bunda. “Nggak apa bu, lagian kebetulan mamah lagi di sini.” Jawab pak Gavin, sopan sekali beliau ini Tok tok tok Suara pintu ada yang mengetuk dan pak Gavin berjalan membukakan pintu, yang ternyata tamunya itu Mamah pak Gavin yang mengetuk pintu. “Assalamulaikum." salam beliau, "loh Fatma kan?” beliau tampak kaget melihat bunda. “Waalaikumsalam.” Jawab bunda yang sama – sama terkejutnya. “Ranti ya?” tanya bunda. “Ya Allah setelah 25 tahun lebih akhirnya kita ketemu juga Fat, apa kabar?” kata mamah pak Gavin. What 25 tahun? Beliau berdua sudah mengenal sangat lama? Kenapa bunda nggak pernah cerita punya sahabat. “Alhamdulillah baik, kamu tetap masih cantik saja seperti dulu ya Ran.” Kata bunda. “Kamu bisa saja, kamu juga cantik kok. Tunggu dulu, kamu ibunya Forza ya Fat?” tanya mamahnya pak Gavin. “Iya Ran Forza anakku.” “Ya ampun dunia sempit amat ya Fat.” Mamah pak Gavin menatapku dan tersenyum manis, seperti senyum anaknya yang membuatku selalu memikirkannya. “Hai sayang, kamu pasti Forza ya. Kenalin saya mamah Ranti mamahnya Gavin.” Sapa mamah pak Gavin. “Salam kenal tante, saya Forza Shanum.” Jawabku berusaha sesopan mungkin. “Jangan panggil tante, panggil Mamah saja yah kan kamu anak sahabat mamah.” What? Mamah? Nggak salah nih, ya ampun lihat tuh putra tante senyam senyum sendiri mendengar ucapan tante. Heemm tapi mau bagaimana lagi aku harus menghargai beliau sebagai sahabat bunda bukan karena dia mamahnya pak Gavin jadi okelah aku panggil mamah. “Iya tan, eh mah.” Jawabku dengan canggung. Gila manggil mamah depan anaknya membuat jantungku jumpalitan tak karuan, perasaan aneh yang baru kali ini aku rasakan. Aku dan pak Gavin hanya menjadi pendengar setia ke dua ibu hebat kami yang sedang asyik bernostalgia masa sekolah dulu saat di kampung, yang ternyata Mamah Ranti banyak berhutang budi pada Bunda dan Eyang karena keluarga Bunda lah yang sudah membiayai pendidikan dan juga hidup mamah Ranti dan adiknya yang seorang polisi. Sayangnya sebelum mamah Ranti membalas kebaikan keluarga Bunda secara mendadak Eyang dan Bunda pindah ke luar kota saat mamah Ranti juga sedang ada pekerjaan di luar kota sehingga tidak bisa menemui keluarga Eyang dan Bunda. Mamah Ranti sudah berusaha mencari keberadaan keluarga Eyang namun nihil tak juga di temukan, sampai akhirnya saat ini mereka di pertemukan karena tak sengaja menjengukku. “Gimana kabar dek Braga, sudah punya anak berapa Ran? Pasti sekarang jabatannya sudah tinggi ya.” Tanya bunda, aku sendiri nggak tahu siapa Om Braga itu mungkin adik mamah Ranti. “Braga baik, dia punya 2 orang anak Fat dan sekarang menjabat sebagai kapolres semua berkat jasa Ayah dan juga kamu yang selalu menyemangati setiap Braga berlatih. Braga pasti senang saat tahu aku sudah bertemu dengan kamu Fat, dia selalu memikirkan kamu karena pindah begitu mendadak kami takut terjadi sesuatu mengingat pesaing bisnis Ayah banyak. Oya gimana kabar Ayah dan Ibu aku kangen sekali Fat karena beliau lah yang memberikan kebahagiaan buat aku dan Braga.” Kata mamah Ranti panjang lebar. “Ayah dan Ibu udah nggak ada Ran, mereka sudah bahagia di atas sana.” Jawab Bunda. “Innalilahiwainnailahirojiun, aku ingin ke makamnya Fat.” Mamah Ranti menangis tersedu mendengar Eyang, kedua orang yang sudah berjasa dalam hidup beliau sudah tiada. “Boleh nanti aku antar ke sana Ran, udah ah jangan nangis lagi malu tuh sama anak kita yang sudah besar.” Kata Bunda tersenyum. “Aku sampai lupa kalau ada anak – anak Fat, saking bahagianya bisa ketemu sama kamu dan sedih karena nggak bisa ketemu Ayah Ibu.” “Gavin kenapa nggak dari dulu kamu ajak mamah ketemu sama Forza dan keluarganya, kalau dari 2 tahun lalu kan mamah udah ketemu sahabat mamah.” Lanjut mamah Ranti ngomel. “2 tahun?” kata bunda. “Iya Fat, jadi Gavin tuh dari 2 tahun lalu kerjaannya kalau habis pulang dari kampus cerita mahasiswinya terus yang namanya Forza, aku sampai penasaran kaya apa yang namanya Forza sampai buat anak saya tobat dari playboynya dan sabar banget buat deketin dia karna katanya kalau buru – buru takut lari.” Celoteh mamah Ranti diselingi tawa yang membuat wajah putranya memerah. Aku benar – benar tak menyangka jika pak Gavin benaran sudah menaruh rasa padaku sejak Ospek, sekarang aku percaya karena yang berkata mamah Ranti nggak mungkin beliau berbohong. “Mamah udah dong jangan bikin malu Gavin.” Aku tersenyum mendengar suara manja dosenku ini, sungguh aku baru pertama kali melihatnya seperti itu rasanya geli lihat wajah dan tingkah merajuknya. “Ngapain harus malu, Fatma dan Forza harus tahu kalau kamu ini sudah jadi bucinnya Forza dari 2 tahun lalu tapi masih sembunyi – sembunyi saja sampai sekarang, aku heran loh Fat biasanya perempuan yang ngejar Gavin tapi Forza malah nggak tertarik sama sekali makanya pas dengar lagi opname di sini aku langsung pengen ketemu sama gadis yang nggak mau ngelirik anak aku sama sekali dan ternyata memang cantiknya luar biasa, jual mahalnya juga sama kayak kamu dulu Fat.” Mamah Ranti tertawa, begitu juga Bunda. Aku hanya diam saja mendengarkan Mamah Ranti yang bicara panjang lebar, aku melirik pak Gavin yang ternyata sedang menatapku. Deg Aku kembali merasakan jantungku berdetak lebih cepat saat kedua matanya menatapku penuh arti. Aku merasakan gelenyar aneh di tubuhku setiap mata itu menatapku, Perasaan aneh itu tiba – tiba aku rasakan, perasaan aneh yang dari dulu tak pernah aku rasakan. Pak Gavin tersenyum manis sekali padaku, senyum yang tak pernah ia perlihatkan kepada siapa pun bahkan aku juga baru pertama kali melihatnya. Senyumnya saat ini sungguh berbeda dari biasanya, aku dibuat meleleh oleh senyumnya itu. “Ekhem, yang asik saling memandang sampai lupa sama mamahnya.” Tegur mamah Ranti. Aku dan Pak Gavin sama – sama kaget berasa ketangkap basah sama satpol PP, kami jadi salah tingkah dan membuat ke dua ibu kami tertawa geli melihat tingkah kami yang nggak banget ini. “Vin kamu temani Forza dulu ya, mamah sama Bunda Fatma mau ke makam kakek dulu. Fahri juga ikut, ingat jagain saja kamu jangan macam – macam ya.” “Iya mah, nggak usah khawatir.” ucap pak Gavin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN