Gavin Pov
Sedang enaknya duduk menunggu gadisku tiba – tiba saja ada tamu yang tak tahu diri asal masuk dan berteriak, kalau saja aku sudah menjadi menantu di rumah ini sudah pasti aku usir dia.
Aku memang terlalu percaya diri akan berhasil mendapatkan Forza, awalnya aku masih ingin pendekatan terlebih dahulu baru mengutarakan perasaanku sayangnya gadisku itu terlalu pintar dia dengan mudahnya mengetahui semuanya.
Sudah terlanjur juga dia tahu perasaanku, maka sudah aku putuskan untuk makin gencar mendekatinya agar tak ada celah untuk pria mana pun yang berusaha mendekatinya.
“Berangkat sekarang yuk Bay.” Suara gadisku membuyarkan lamunanku, aku benar – benar kembali jatuh cinta untuk yang kesekian kalinya.
Gadisku terlihat sangat cantik menggunakan dress ini kali pertama aku melihat gadisku sangat feminime, biasanya dia terlihat tomboy.
“Bunda Forza berangkat dulu, pak Gavin Forza tinggal ya Assalamualaikum.” Forza mencium tangan Bundanya, dan tersenyum ke arahku membuat jantungku kian makin kencang detaknya.
“Waalaikum salam.”
Setelah gadisku keluar akupun pamit undur diri pada bunda gadisku.
“Bu kalau begitu, Gavin juga pamit ya mau siap – siap ngesift.” Aku berpamitan pada bunda camer, bolehlah ya aku sudah menganggapnya begitu walau perjuanganku masih panjang, siapa tau benar kenyataan.
“Iya hati – hati di jalan nak Gavin, kalau ada waktu main lagi ya.”
“Insya Allah bu, Gavin pamit Assalamualaikum.” Aku mencium tangan Bundanya camer dan beliau terseyum.
Jam 7 malam sebelum berangkat ke Rs Aku sengaja melipir ke Cafe D&G tempat dimana gadis pujaan hatiku akan performen. Dengan memakai topi dan kaca mata aku yakin gadisku nggak akan mengenalinya, Aku memasuki Cafe dan memilih duduk paling pojok agar bisa leluasa memandang gadisku.
Tak lama rombongan Gadisku naik ke atas panggung mulai menyapa pengunjung, tapi di atas panggung aku tak melihat gadisku hanya ada temannya yang tadi ke rumah tengah memegang gitar. Sudah 2 lagu di nyanyikan tapi gadisku belum juga kelihatan hingga saat lampu padam, dan mulai terdengar suara gesekan Biola yang sangat merdu aku melihat seorang gadis dengan dress selutut berwarna tosca, rambut yang di biarkan tergerai dengan jepit rambut di sisi kanannya yang makin mempercantik penampilannya. Berjalan perlahan sambil terus menggesekan Biolanya berbarengan dengan suara seorang pria yang sedang melamar kekasihnya.
Aku benar – benar terpesona melihat penampilan gadisku yang tak seperti biasanya, dia begitu anggun dan cantik. Dengan diam – diam aku memotret gadisku menggunakan ponsel, sungguh gadisku tampak sangat sempurna.
Aku melirik jam sudah jam 20.15WIB, sebenarnya aku enggan untuk pergi karena ingin mendengarkan suara gadisku tapi mau bagaimana lagi aku juga nggak bisa datang terlambat ke Rs, akhirnya dengan sangat terpaksa aku pergi keluar dari Cafe perlahan agar gadisku tidak mengetahuinya.
Pagi ini di fakultas, tepat jam 8 aku memasuki kelas gadisku seperti biasanya.
“Selamat pagi semua.” Sapaku.
“Pagi pak”
“Ada yang nggak hadir hari ini?”
“Forza pak, surat dari rumah sakit ada di meja.” Jawab Abell sahabat gadisku.
“Forza sakit apa?” tanyaku sambil membuka surat keterangan sakit dari Rs dan membacanya, semalam dia baik – baik saja kenapa sekarang di opname, aku benar – benar cemas memikirkannya.
“Dia punya masalah lambung pak, kata bundanya semalam kolik dan pingsan nggak sadar – sadar jadi di bawa ke Rs pak.” Jelas Abell yang membuatku makin panik memikirikannya.
Bagaimana pun aku harus menemui gadisku, aku nggak akan bisa tenang mengajar. Biarlah khusus hari ini aku beri tugas saja, aku harus segera ke Rs.
“Hari ini saya kasih tugas bikin makalah berkelompok di sini sudah saya tulis tiap kelompoknya bikin apa nanti ketua kelas tolong dibagi ya, saya ada keperluan di luar nanti kumpulin ke ketua kelas dan taruh di meja saya ya. Pertemuan selanjutnya maju diskusi, untuk kelompok yang mau masukin Forza bisa hubungi dia nanti dapat bagian apa, ada yang mau ditanyakan?” aku menyerahkan kertas catatan.
“Nggak ada pak.”
“Saya permisi dulu, selamat pagi.”
Aku langsung menuju parkiran mobil, hatiku tak tenang saat mendengar gadisku sakit dan saat ini juga aku ingin menemuinya. Aku segera melajukan mobil menuju Rumah sakit.
Di Rumah Sakit aku segera mencari informasi di ruang mana gadisku di rawat.
“Suster ana.” Panggilku pada salah satu suster yang aku kenal di IGD
“Ya dok, ada yang bisa saya bantu?” jawabnya.
“Pasien yang datang semalam atas nama Forza Shanum di kamar nomer berapa?” tanyaku to the point saja.
“Sebentar dok.” suster Ana mengetik nama gadisku pada layar komputer.
“Anggrek 115 dok.” jawabnya.
“Oke makasih.” Jawabku langsung berlalu menuju ruang Anggrek 115.
“Ngapain tuh dokter Gavin?”
“Tanya kamar pasien Forza.”
“Tumbenan.”
“Masih kerabatnya kali, udah ah nggak usah kepo urusan orang.”
Samar – samar aku mendengar para suster membicarakanku, biarkanlah aku tak ambil pusing karena tujuan utamaku menemui gadisku.
Aku tiba di ruang Anggrek 115, aku mengetuk pintu dan membukanya perlahan. Di ruangan hanya ada gadisku yang sedang tidur seorang diri. Aku mendekat menatap wajah gadis pujaan hatiku yang tampak pucat dan lemah, aku duduk di kursi samping bed menungguinya yang masih nyaman memejamkan mata indahnya.
Hampir 2 jam aku menemani gadisku yang tertidur hingga ia bangun dari tidurnya.
“Loh pak Gavin kok bisa ada di sini?” tanya gadisku yang terkejut saat bangun tidur sudah ada aku di sampingnya.
“Saya tengokin PJ matkul saya yang sakit, emang salah?" tanyaku.
“Nggak pak, saya kaget saja maaf.” Jawabnya, meski pucat dia tetap terlihat cantik andai saja dia sudah jadi milikku sudah ku cubit dia karena aku benar – benar gemas melihatnya.
“Nggak apa Za, gimana tidurnya? Pules banget sampai saya datang nggak dengar.” Tanyaku sambil menunjukkan senyuman termanisku, kali saja gadisku akan langsung jatuh hati padaku. Usaha boleh lah ya.
“Saya habis minum obat pak, jadi tidurnya lumayan pulas, Bapak nggak ngajar ya? Bukannya sekarang jamnya Bapak.” Sudah aku tebak pasti gadisku akan menanyakan hal ini, pasti dia penasaran. Memang aneh sih baru kali ini aku bolos mengajar.
“Iya, saya tadi kasih tugas makalah nanti juga kamu dapat infonya. Saya langsung ke sini saat tahu kamu sakit, maaf ya sampai kelupaan nggak bawa apa – apa. Kamu mau apa biar saya belikan.” Aku jawab sejujurnya saja, toh dia juga sudah tahu perasaanku.
“Nggak usah repot - repot pak terima kasih, saya nggak pengin apa – apa perut saya masih mual.” Jawabnya.
“Lagian kamu kenapa sampai telat makan sih, calon dokter punya masalah sama lambung nanti gimana kalau lagi Op terus aslamnya naik.”
“Calon dokter juga manusia kali pak, lagian ini juga sudah sehat nanti sore bisa pulang.” Jawabnya santai, ini yang membuatku heran dengannya yang selalu bersikap santai seperti tak memikirkan apapun tapi sebenarnya dia memikirkannya.
“Sehat apaan orang pucat gitu, kamu mesti opname 2- 3 hari baru pulang.” Jawabku.
“Lama amat pak, saya nggak bisa ninggalin kuliah dan kerjaan saya.” tuh kan, kelihatannya santai tapi ada yang dia pikirkan.
“Kamu kan bisa izin sakit Za, jangan di paksain buat berangkat kuliah atau kerja, Za kamu keluar saja dari itu kerjaan nanti saya bantu carikan pekerjaan buat kamu, gimana?” Usulku.
“Saya sudah nyaman sama kerjaan saya pak, saya nggak bisa keluar dari situ.” Tolaknya, hmm dia memang benar – benar keras kepala.
Pintu kamar rawat inap terbuka, Bunda dan Fahri datang, aku pun berdiri dan menyalami beliau.
“Loh ada nak Gavin, tahu gitu Bunda ke sininya nanti ngantar Fahri sekolah dulu ini jadinya bolos karena Bunda takut Forza butuh sesuatu.” Kata Bunda.
“Forza nggak sakit parah bun, masih bisa jalan sendiri. Kesenangan Fahrinya nggak sekolah.” Gadisku ini sedang sakit saja masih bisa cerewet.
“Fahri kan mau jagain kakak, Fahri nggak bisa bobok ingat kakak di gendong pak RT takut kakak mati.” Jawab Fahri, ya Ampun ini anak bahasanya bikin geleng kepala saja, kakakmu nggak boleh mati dek karena di harus jadi ibu dari anak – anakku dan hidup sampai tua denganku.
“Enak saja mati, kalau kakak mati kamu nggak ada yang ngelonin lagi dong.” Aduh, ini lagi yang lagi sakit malah ngegas juga mana bahasanya bikin aku mupeng, aku jadi mau juga kali Za di kelonin kamu, Upzzz apaan sih Vin ngelantur banget, istighfar Vin dia belum halal buat kamu.
“Kok kamu nggak kabarin saya kalau sakit, jadi ngrepotin pak Rt gitu kan. Lain kali kalau ada apa – apa kabarin saya ya biar gak ngrepotin orang lain.” Entah kenapa aku spontan mengatakan itu, membuat gadisku dan bunda menatapku. Oh no aku kepancing rasa cemburuku sampai ini mulut reflek berkata seperti itu.
“Bapak juga orang lain kan?” kata gadisku yang saat ini menatapku membuatku salting karena bingung mau jawab apa dan tatapan mata indahnya membuat jantungku berdetak makin cepat.
“Saya dosen kamu, saya juga orang yang akan dekat dengan kamu.” Jawabku sambil menaik turunkan kedua alisku sengaja menggoda dia, sudah kepalang basah biarin lah bunda tahu kalau aku jatuh cinta sejatuh - jatuhnya pada putrinya.
“Maksud Bapak?” ini gadisku padahal paling cerdas di fakuktas, tapi selalu lola kalau urusan begini membuatku harus extra sabar lagi karena dia selalu nggak peka dengan semua kodeku.
“Nggak usah di pikirin, Fahri ikut abang ke kantin yuk mau ice cream nggak?” aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Mau bang, ayo.” Jawab Fahri.
“Bu saya bawa Fahri ke kantin yah sebentar.” Pamitku pada Bunda camer hehe.
“Iyah nak Gavin silahkan.” Jawab beliau.
Aku pun membawa Fahri keluar menuju kantin, di dalam kini hanya ada Forza dan Bundanya.