Mereka kembali ke rumah Forza, sesampainya di rumah Gavin menggendong Forza menuju kamarnya. Tak lama mamah Ranti, Tante Arum, Om Braga, Papah Ardan, Fahri, Firza, dan Dhika memasuki kamar Forza.
“Kakak bangun, jangan tinggalin Fahri kaya bunda. Fahri janji nggak akan nakal, bangun kak.” Fahri menangis memeluk Forza.
Mamah Ranti mendekat, menarik tubuh Fahri dan segera memeluknya, “Kak Forza hanya tidur karena kelelahan sayang, kak Forza nggak akan ninggalin Fahri sekarang kita keluar ya jangan ganggu kak Forza tidur.” Kata Ranti dan Fahri mengangguk.
Gavin di bantu Dhika memeriksa kondisi Forza, mencoba menyadarkannya dengan berbagai cara namun hasilnya tetap sama Forza tak ada perubahan sama sekali.
“Vin kita tunggu satu jam lagi kalau nggak juga sadar kita bawa ke rumah sakit.” Ujar Dhika dan Gavin mengangguk.
“Sebaiknya kalian makan dulu, cattering sudah datang biar Forza tante yang temenin.” Kata tante Arum.
“Forza sama Gavin saja tan, Gavin belum lapar.”
“Vin!”
“Please Dhik tinggalin aku dan Forza.” Dhika terpaksa mengangguk, semua yang ada di kamar keluar meninggalkan Gavin dan Forza.
Gavin memandang wajah Forza yang masih belum sadarkan diri, ia genggam tangan kanan Forza tak terasa air mata Gavin pun turun begitu saja.
“Za bangun, mas mohon mas nggak sanggup melihat kamu seperti ini Za d**a mas begitu sesak melihat kamu nggak berdaya. Mas sudah bilang kalau kamu nggak sendirian ada mas yang akan selalu ada buat kamu dan kedua adikmu.” Gavin memeluk tubuh Forza yang terbaring, “Za mas mohon buka matamu mas mohon Za demi Firza dan Fahri yang masih sangat membutuhkan kamu dan juga demi mas Za, mas mohon.” Gavin masih menangis sambil memeluk Forza.
Forza perlahan membuka matanya, ia terkejut karena ada yang memeluk tubuhnya namun Forza tetap diam karena tahu siapa yang memeluknya hanya dari Aromanya saja, dia mendengarkan Gavin yang terus bicara dan belum juga menyadari kalau Forza sudah sadar.
“Za kamu tahu, mas sudah mencintai kamu sejak lama walaupun mas mencintai kamu dalam diam, setiap hari setiap mas melihat kamu rasa cinta dan sayang mas untuk kamu terus bertambah jika perempuan lain melakukan berbagai cara untuk membuat mas bertekuk lutut, tapi kamu tak perlu melakukan apa pun mas sudah bertekuk lutut padamu Za. Izinkan mas agar bisa membahagiakan kamu juga kedua adikmu mas sudah berjanji dan meminta restu bunda, mas nggak main – main dengan rasa ini Za mas mohon bangunlah buka matamu Forza Shanum sayangku.” Gavin menangis sesenggukan masih tetap memeluk Forza.
Deg
Forza merasakan getaran aneh di dalam dadanya saat Gavin kembali memanggilnya sayang, hatinya menghangat, benarkah pria yang saat ini sedang memeluk dan menangis untuknya sangat mencintai dan ingin membahagiakannya, benarkah semua yang pria ini katakan tulus dari lubuk hatinya yang terdalam.
Rasanya begitu cepat harus menerima cintanya hati Forza masih banyak keraguan apa lagi jika teringat kisah kedua orang tuanya, setiap melihat bundanya menangis membuat Forza semakin berpikir untuk tetap hidup sendiri tanpa cinta dari seorang pria yang nantinya berstatus suami.
Tapi pria ini juga yang sudah bundanya pilih untuk menjadi pendamping hidupnya, permintaan terakhir bundanya yang mau tak mau harus Forza turuti agar bundanya bahagia. Bagaimana rasanya menikah jika hati belum mantap, kedua orang tuanya yang menikah karena cinta saja bisa hancur apa lagi jika menikah hanya salah satu saja yang mencintai.
Akankah Forza bisa menerima Gavin sepenuh hati, jika mereka berdua sudah terikat janji suci pernikahan, akankah bisa terus bertahan walau begitu banyak badai yang harus mereka hadapi, akankah Gavin tetap sabar menunggu hingga Forza membalas cintanya.
“Hei kamu sudah bangun Za?” tegur Gavin membuat Forza tersadar dari lamunannya.
“Forza kenapa mas?” Forza berusaha untuk duduk dan Gavin membantunya.
“Tadi kamu pingsan, syukurlah sekarang sudah bangun mas senang sekali Za.” Gavin menarik Forza dalam pelukannya.
“Mas takut Za, sangat takut melihat kamu yang tak kunjung sadar. Jangan pernah lakukan ini lagi sama mas Za mas mohon.” Ujar Gavin.
Forza melepaskan pelukan Gavin dan menangkup wajah Gavin dengan kedua tangannya, “Maaf kalau Forza sudah buat mas khawatir, Forza nggak bisa janji tapi Forza akan berusaha sebisa mungkin untuk nggak membuat mas khawatir lagi, sekarang sudah jangan menangis lagi Forza masih hidup jangan di tangisi kaya mati saja di tangisi.” Celoteh Forza.
Gavin memeluk Forza lagi, “Kamu nggak tahu Za d**a mas sesak rasanya, air mata ini keluar sendiri tanpa mas pinta jangan pernah bicara kematian karena mas nggak suka.”
“Ekhem asik bener yang lagi sayang – sayangan sampe nggak nyadar ada yang datang.” Reno menggoda Gavin dan Forza, mereka berdua pun melepaskan pelukannya.
“Reno, tante cubit nih udah godain mereka.” Kata Mamah Ranti, baik Reno dan yang lainnya tertawa karena melihat wajah salah tingkah Forza sedangkan Gavin santai saja.
“Forza kamu sudah sadar nak, apa ada yang sakit?” tanya mamah Ranti mendekat.
“Nggak ada mah Forza baik – baik saja.” Forza tersenyum kikuk.
“Kalau gitu makan dulu ya, kamu belum makan biar mamah ambilin.”
“Nggak usah mah nanti Forza turun ke bawah saja.”
“Ya sudah kalau Forza mau turun kebawah, Dhika tolong cek lagi kondisi Forza.” Titah mamah Ranti yang di angguki Dhika.
“Kenapa Dhika mah, di sini kan ada Gavin.” Protes Gavin yang tak terima Dhika di minta memeriksa Forza.
“Karena mamah lebih percaya Dhika, kalau kamu yang periksa bisa bahaya, Reno juga mamah nggak percaya karena 11 – 12 sama kamu, jika ada Dimas mungkin mamah akan suruh Dimas karena Dhika masih sedikit mamah ragukan.”
“Astaga bude nggak usah ragu sama aku karena yang pasti beda sama mereka berdua, bude tenang saja percayakan semuanya sama aku.” Kata Dhika tersenyum.
“Nggak ya, aku nggak rela kamu nyentuh Forza biar aku saja yang periksa Forza nggak boleh kamu atau yang lainnya no no no, sekarang Gavin minta semua keluar kamar karena Gavin mau periksa Forza.”
“Enak saja keluar, kamu mau berduaan sama Forza? Jangan di bolehin tan nanti yang ada Forza bunting lagi.” Kata Reno.
“s****n, aku nggak sebejat itu ya bikin anak orang bunting. Forza kan pasien dan butuh privasi.” Kilah Gavin.
Forza tersenyum, “Udah mas ngapain sih ribut, Forza udah nggak apa mah nggak usah di cek lagi Forza udah lapar mau turun saja mah.”
“Ayo mas bantu ke bawah.” Gavin mengulurkan tangannya akan membantu Forza namun Om Braga menarik lengan Gavin menjauhkannya dari Forza, “Biar Om saja yang membantu Forza ke bawah, kamu kebanyakan modusnya.” kata Om Braga yang di sambut gelak tawa semua orang.
“Ya ampun Om, apa Om nggak bisa jaga perasaan tante Arum, tuh liat tante cemburu lebih baik nggak usah biar Gavin saja.” protes Gavin lagi.
“Siapa yang cemburu? Jangan ngarang Vin masa sama anak sendiri cemburu, inget ya bagi tante dan om kamu Forza sudah seperti anak kami jadi nggak akan ada kata cemburu.” kata tante Arum yang membuat Gavin mencebikkan bibirnya kesal.
“Tuh dengar sendiri kan, tantemu nggak cemburu, ayo sayang kita ke bawah.” Braga memberikan tangannya pada Forza dan di sambut olehnya, Forza berjalan dengan dipapah Braga yang sukses membuat Gavin uring – uringan keluar kamar duluan membuat yang lainnya tertawa.
“Dasar bucin akut kamu Vin.” Teriak Reno.