Peristirahatan Terakhir

1003 Kata
Author Pov Mamah Ranti dan Papah Ardan turun ke lantai bawah karena sudah subuh, mereka terkejut melihat Forza dan Gavin yang begitu romantis, Gavin memeluk Forza yang tidur bersandar di bahunya dan mereka satu selimut bertiga bersama Fahri juga. Mamah Ranti tersenyum, “Fat lihat anak kita begitu romantis, aku janji akan berusaha selalu membahagiakan Forza, Firza dan Fahri, Fat kamu juga harus bahagia di sana ya.” Mamah Ranti kembali menangis dan suami tercintanya mengusap bahunya dengan sayang. “Sudah jangan menangis lagi, nanti anak – anak bisa dengar.” Kata papah Ardan. “Iya mas, aku bangunin mereka dulu untuk sholat subuh.” “Gavin, Forza, Fahri bangun nak sudah subuh.” Forza membuka matanya perlahan dan kaget karena ada di pelukan Gavin. “Maaf mah Forza ketiduran.” katanya menunduk malu. “Iya nggak apa sayang, siap – siap buat sholat subuh ya.” Kata Mamah Ranti tersenyum. “Mah Fahri lapar.” Rengek Fahri sambil memegang perutnya. “Aduh anak mamah lapar ya, mamah buatin nasi goreng ya sekarang ikut abang Gavin dan papah sholat subuh dulu ya.” Fahri mengangguk. “Siap mah, bunda di tinggal sendirian mah?” tanya Fahri. “Nggak sayang, tuh kak Firza sudah selesai sholat jadi gantian kak Firza yang menemani bunda.” Fahri mengangguk kembali, Gavin menggendongnya membawa ke mushola rumah. **** Para pelayat sudah mulai berdatangan, teman – teman satu fakultas Forza, perwakilan dosen dan juga anak BEM sudah datang, rombongan menggunakan bus kampus. Mereka menyalami Forza dan juga mamah Ranti yang ada di samping Forza. “Loh bu Ranti disini juga?” tegur bu Ayu dosen Forza yang mengenal mamah Ranti. “Iyah bu.” jawab mamah Ranti tersenyum. “Bu Ranti sama calon menantu baik banget sih, mamah mertua idaman banget.” kata bu Ayu lagi sambil tersenyum. Mamah Ranti tersenyum, “Silahkan duduk dulu bu.” Om Braga mendekati mamah Ranti yang masih berdiri menyambut pelayat bersama tante Arum, karena Forza entah pergi kemana tahu-tahu sudah nggak ada di samping mamah Ranti. “Mbak Pak RT sudah kasih kabar tempat pemakaman sudah siap.”Om Braga memberitahu mamah Ranti. “Segera umumkan bagi yang mau ikut ke pemakaman untuk bersiap – siap, ada 2 bus yang sudah masmu sewa buat warga di sini.” kata mamah Ranti pada Om Braga. “Baik mba, Forza dimana?” “Sepertinya di dalam mbak juga nggak lihat, anak – anak biar mbak yang urus.” kata mamah Ranti. “Vin Forza dimana?” tanya mamah Ranti saat melihat Gavin keluar rumah. “Bukannya tadi sama mamah?” Gavin malah tanya balik. “Tadi masuk ke dalam.” “Gavin cari ke atas mah barang kali di kamar.” Gavin segera melangkah ke kamar gadisnya di lantai dua. Tok tok tok Ceklek “Ternyata kamu di sini, ayo turun sebentar lagi kita berangkat ke tempat pemakaman Za.” Gavin mendekat ke arah Forza, bahu Forza bergetar menandakan ia sedang menangis. “Hei kenapa menangis lagi? Kamu harus kuat demi kedua adikmu Za, ada mas di sini kamu nggak sendirian.” Gavin menangkup wajah Forza dengan kedua tangannya. “Aku takut mas, aku takut nggak bisa menjalani semua ini.” jawab Forza masih dengan isak tangisnya. “Ssttt jangan menangis kamu punya mas yang akan selalu menggenggam tanganmu menghadapi semuanya, kamu nggak sendirian Za.” Gavin memeluk Forza. “Terima kasih mas.” jawabnya Gavin mengangguk, “Sekarang ayo kita turun ke bawah, yang lain sudah menunggu kita untuk mengantar bunda ke tempat peristirahatannya.” Gavin melepas pelukannya dan berdiri di ikuti Forza. “Mas akan selalu ada untuk kamu, mas akan selalu di samping kamu.” Gavin merangkul bahu Forza dan membawanya keluar kamar. “Forza kamu sudah siap nak? Antar bunda dengan senyuman termanismu, jangan menangis kamu nggak sendirian ada Om dan yang lainnya.” kata Om Braga saat mereka sudah berada di lantai satu, Forza pun mengangguk. “Gavin kamu ikut mobil mamah ya bareng sama Forza, Firza dan Fahri.” titah mamah Ranti yang di angguki Gavin. “Iya mah.” Iringan mobil jenazah mulai berjalan membelah kemacetan jakarta, Om Braga sengaja membawa Patwal agar perjalanan tak terjebak macet hingga ke pemakaman. Semua pelayat sudah turun dan berjalan menuju lokasi liang lahat. Gavin masih tetap setia di samping Forza membantu Fahri berjalan dengan kruknya. Om Braga, Firza dan suami bu Mia turun ke liang lahat, tadinya Gavin yang mau turun tapi di larang Om Braga karena harus menjaga Forza dan Fahri. Prosesi pemakaman pun dimulai, jenazah bunda Fatma di masukan ke liang lahat dengan perlahan dan Firza mengumandangkan Adzan. Air mata Forza kembali berjatuhan, dia benar – benar tak tahan, Forza menangis walau tak bersuara tubuhnya bergetar Gavin yang di belakang Forza melihat tubuh Forza bergetar langsung membalikan tubuh Forza berhadapan dengannya dan menarik Forza ke dalam pelukannya. “Jangan lihat jika nggak sanggup Za, menangislah jika membuatmu lebih tenang ingat ada aku di sini kamu nggak sendiri.” Forza membalas pelukan Gavin dan tangisnya pun pecah saat itu juga. Baik Gavin maupun Forza tidak menyadari jika mereka menjadi pusat perhatian terutama dari teman – teman Fakultas dan juga para dosen yang datang. “Kakak kenapa bang?” tanya Fahri yang melihat Forza ada di pelukan Gavin. “Nggak apa, Fahri sama mamah Ranti dulu yah abang sama kak Forza. Mah Fahri sama mamah dulu.” Mamah Ranti mengangguk dan mendekati Fahri. Saat Gavin sedang berbicara dengan mamahnya tiba – tiba Forza merosot dari pelukan Gavin, Forza pingsan dan Gavin segera menangkapnya sehingga Forza tidak sempat jatuh ke tanah. “Forza!!.” Orang – orang berseru memanggil nama Forza yang terkulai. Dhika mendekat, “Vin bawa ke mobil aku saja, itu lebih dekat dari mobil kamu.” Kata Dhika sambil menunjuk mobilnya dan Gavin mengangguk segera menggendong tubuh Forza ala bridal style menuju mobil Dhika, Dhika dan tante Arum juga mengikutinya dari belakang. Gavin membaringkan tubuh Forza dengan perlahan, tante Arum masuk ke dalam mobil dan segera mengoleskan minyak kayu putih. Hingga pemakaman selesai Forza belum juga sadar dari pingsannya membuat Gavin panik. “TTV gimana Vin?” tanya Reno. “Aku cek bagus Ren.” jawab Gavin yang masih terus menatap Forza. “Kita bawa pulang saja dulu Vin, biar lebih leluasa di mobil terlalu sempit.” Usul Braga pada Gavin. “Ya Om, Dhik aku sama Forza tetap disini ya kamu anter kita ke rumah Forza bisakan?" tanya Gavin pada Dhika. “Siap brother.” jawab Dhika, "Tentu saja bisa." lanjutnya lagi. Dhika memasuki mobilnya, duduk di belakang kemudi, mulai menjalankan mobilnya mengantar Gavin dan Forza ke rumah Forza.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN