Forza Pov
“Selamat siang semua.” Sapa pak Gavin saat memasuki kelasku.
“Siang pak.”
“Pertemuan yang lalu saya kasih tugas kan, sekarang kumpulin sama PJ dan nanti selesai kelas antarkan ke ruangan saya.” perintah pak Gavin.
‘Bisa saja tuh dosen nyuruh nganterin ke ruangannya, pasti dia tahu kalau ini kelas terakhir setelah ini pulang.’ Batinku.
“Baik kalau semua sudah ngumpulin kita mulai materi hari ini.” Pak Gavin mulai memberikan materi perkuliahan di depan sambil seperti biasanya curi – curi pandang ke arahku dengan senyum nyebelinnya yang sayangnya membuat dia makin terlihat tampan dan sialannya jantungku justru makin kebat kebit tak karuan.
“Oke sampai di sini ada pertanyaan?”
“Cukup pak.”
“Kalau cukup nggak ada pertanyaan, saya akhiri kelas saya hari ini, Forza jangan lupa bawa tugas teman – teman kamu ke ruangan saya. Selamat siang semuanya." Kata mas Gavin kemudian pergi keluar kelas.
"Pak Gavin kerjaannya modus mulu sama lu Za, bisa kali bawa itu tugas sendiri nggak usah nyuruh lu bawain." Kata Alfa tiba - tiba membuatku menatapnya.
"Iya sayangnya sahabat lu itu sok jual mahal." kata Sinta yang berdiri menatapku.
"Maksud kamu apa Sin?"
"Nggak usah gue jelasin juga lu tahu apa maksud gue, lu itu terlalu jual mahal Za, sudah berhasil bikin pak Gavin ngejar lu, sekarang pak Dhika mau lu jadiin mangsa juga?"
"Jaga bicara lu Sin." Abell membentak Sinta, "Kalau pak Dhika juga suka sama Forza itu bukan salah Forza, manusiawi karena Forza cantik jadi wajar buat rebutan."
"Itu sama saja Forza mau hancurin persahabat pak Gavin dan Pak Dhika, terus kapan giliran pak Reno dan pak Dimas Za?" Sinta senyum mengejekku.
"Gue bukan w************n, kalau lu iri sama gue karena bisa dekat dengan 4 dosen idola lu itu harusnya lu bisa instropeksi diri kenapa lu nggak di lirik sama mereka bukannnya malah salahin gue. kalau iri bilang bos." jawabku kesal dan pergi meninggalkan kelas.
Saat sedang berjalan menuju ruang Mas Gavin Ponselku berbunyi ada notif masuk, dari My Love? siapa dia, seingatku nggak pernah ada contac dengan nama My Love. Karena penasaran aku langsung membuka chatnya.
My Love
Lama amat nggak sampai – sampai, ngerumpi ya! buruan mas tunggu sayang.
Owh ternyata dosen nyebelin yang sayangnya sangat tampan dan sudah menjadi pacarku itu, tapi bukannya aku kasih nama pak Gavin kenapa sekarang berubah jadi My Love. Kapan gantinya coba, aku bahkan nggak pernah pinjamin Hp aku.
Me
Dosen Baweeeeelll.
Aku memasukan ponselku lagi ke dalam tas, kembali melanjutkan perjalanan ke ruang kerja mas Gavin.
Tok tok tok
“Masuk.” aku membuka pintu ruangan dan masuk ke dalamnya.
“Kenapa sih nggak sekalian dibawa malah nyuruh aku yang bawa.” Omelku saat sudah berada di dalam ruangan pak Gavin.
“Mas kangen makanya nyuruh kamu ke sini.” Mas Gavin mendekat, menarik tanganku dan memintaku duduk di sofa.
“Mas sehat nggak sih, tadi habis ngajar di kelas 2 jam dan kita berpisah baru juga 10 menitan udah bilang kangen.” omelku saat sudah duduk di sampingnya.
“Kangennya datang sendiri mau gimana lagi dong, lagian tadi mas kan nggak bisa puas ngeliatin kamu sayang takut fokus ngajarnya makin berantakan.” Mas Gavin merapikan rambutku, menyelipkannya di belakang telinga dan itu sukses membuatku tak karuan, jantung ini berdetak dengan kencangnya.
“Ngegombal mulu kamu mas.” Kataku sambil memalingkan wajah karena rasanya panas sekali.
“Serius sayang, kamu udah nggak ada kelas lagi kan?” aku mengangguk.
“Pulang ke rumah mas ya, Firza juga ada di sana tadi ngabarin mas.”
“Boleh.” Jawabku singkat
“Yuk yang.” Mas Gavin mengulurkan tangannya padaku namun aku justru menolaknya dan berdiri didepannya.
“Nggak pake acara gandengan tangan segala ya, kita lagi nggak mau nyebrang.” Mas Gavin terkekeh mendengar ucapanku dan perkataan dia selanjutnya membuatku makin malu.
"Kalau gandeng ke KUA mau dong." kata Mas Gavin tersenyum dan mencolek hidungku, aku yakin saat ini wajahku pastinya sudah merona. Baru dua langkah aku berjalan mas Gavin mencekal tanganku.
“Eh tunggu, cieee blushing... kamu suka ya mas godain.” Katanya sambil mencolek hidungku lagi.
“Anda terlalu percaya diri pak dosen.” Dengan cepat aku melepaskan tanganku dan pergi melangkah keluar ruangan Mas Gavin, makin lama di sana yang ada aku bisa kena serangan jantung aku nggak mau mati muda, aku masih mendengar pria di belakangku justru tertawa membuatku makin kesal.
****
Sesampainya di rumah Mamah Ranti.
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam sayang, sudah selesai kuliahnya?” jawab mamah Ranti memelukku dan aku juga mencium punggung tangan beliau.
“Sudah mah.” Jawabku.
“Firza dan Fahri di mana mah?” Tanya Mas Gavin.
“Di belakang sama papah lagi ngasih makan peliharaan.”
“Aku ke belakang dulu ya sayang, kamu sama mamah dulu.” Blush pipiku kembali memanas dosen nyebelin ini kembali memanggilku sayang dan saat ini di depan mamahnya langsung membuat jantungku kebat kebit tak karuan tapi aku berusaha setenang mungkin dan mengangguk memberikan jawabannya.
“Fahri nggak rewel kan mah?” Aku memecah kegugupan yang sekarang melandaku.
“Nggak ko sayang, dia anak yang nurut nggak rewel.” Jawab mamah tersenyum, senyum yang membuatku siaga satu.
“Syukurlah, Forza takut dia rewel mah.” Mamah Ranti menggelengkan kepalanya.
“Sayang, boleh mamah tanya sesuatu?” tuh kan benar, ini pasti siaga satu.
“Tentu mah.”
“Apa kamu dan Gavin sudah resmi pacaran?” dengan terpaksa aku pun mengangguk penuh kegugupan.
“Alhamdulillah, mamah senang sekali dengarnya sayang. Terus kapan mau di resmikan?” tanya mamah Ranti sambil tersenyum yang makin membuatku gugup.
“Mah sebelumnya Forza minta maaf, Forza nggak bisa menikah dalam waktu dekat. Boleh nggak kalau Forza sama mas Gavin menikah saat Forza sudah wisuda?” ucapku pelan dan hati – hati agar tak menyakiti perasaan mamah Ranti.
“Tentu boleh sayang, mamah atau Gavin akan setia menunggu kamu siap untuk menikah, mamah nggak akan paksain kamu.” Mamah Ranti tersenyum dan mengelus dengan sayang rambutku membuatku tenang.
“Terima kasih mah.” Aku memeluk mamah Ranti.
“Kak Forza!” Fahri berlari dan memelukku.
“Hai sayang, kamu nakal nggak di sini?” tanyaku.
“Nggak nakal kak, Fahri nurut sama mamah Fahri nggak mau mamah pergi kaya bunda jadi Fahri nurut sama mamah.” Jawab adik bungsuku ini dengan polosnya membuatku tersenyum.
“Anak pintar.” Aku mencium pipi Fahri.
“Forza Gavin kalian makan dulu sana, kita semua baru makan tadi sebelum kalian datang.” Kata Mamah Ranti.
“Ya mah, yuk Za.” Aku pun mengangguk mengikuti pria menyebalkan ini ke meja makan.
Aku mengambil nasi dan beberapa lauk, baru saja mau aku makan piring itu berpindah karena ada yang menariknya, siapa lagi pelakunya kalau bukan dosen nyebelin yang sayangnya tampan.
"Mas, ko diambil." kataku kesal.
"Kamu nggak sopan banget sih ambil buat sendiri doang, belajar melayani suami dong sayang, ini buat mas kamu ambil lagi, oya sekalin minumnya air putih hangat." Aku kesal mendengarnya.
"Kamu beneran nyebelin mas." kataku, tapi tetap saja aku menuruti apa yang dia minta.
"Terima kasih sayangnya Gavin." katanya sambil tersenyum saat aku memberinya air putih hangat.
Gimana aku bisa marah kalau dia selalu manis seperti ini, sabar Za ini hanya godaan saja.