“Forzaaaaa!!!” teriak Nadia saat Forza masuk ke dalam kelasnya, Nadia dan Abell berlari memeluk Forza.
“Gue kangeeeen banget sama lu Za.” Kata Abell.
“Sama gue juga kangen sama kalian semua.” Forza tersenyum.
“Apa kabar Za?” tanya Alfa.
“Alhamdulillah baik Fa.”
“Duduk Za.” Kata Nadia dan Forza pun duduk.
“Sorry Za kita belum sempat datang ke rumah lu lagi sejak pemakaman karena banyak tugas.” Ujar Nadia.
“Iya nggak apa kok, gue juga mau ngumpulin tugasnya nih.”
“Sebenarnya kita udah 2x kerumah lu Za tapi nggak pernah ketemu lu, pertama ketemunya pak Dhika beliau bilang lu lagi pergi sama mamahnya Pak Gavin, yang kedua ketemunya pak Gavin katanya lu baru saja tidur nggak bisa di ganggu jadi kita balik lagi.” Kata Alfa.
“Oya, sorry kalau gitu gue nggak tahu baik pak Dhika atau pak Gavin nggak ngomong kalau kalian datang sorry ya.”
“Iya nggak apa Za, eh Za mamahnya pak Gavin ko bisa di situ terus beliau sayang banget sama calon menantunya yang jutek ini.” Kata Abell.
“Iya kan beliau sahabat bunda gue, beliau sejak kecil selalu bertiga Bunda, Mamah Ranti dan Om Braga makanya pas bunda nggak ada beliau berdua yang bantu gue.” Jelas Forza
“Mamah Ranti? Cieee udah panggil mamah saja haha.” Kata Abel sambil tertawa.
“Biasa aja kali Bell, beliau minta di panggil mamah karena dulu beliau sama Eyang gue juga manggilnya Ayah sama kaya bunda makanya beliau juga minta kaya gitu. Sejak Bunda nggak ada Mamah Ranti dan Om Braga sudah mengesahkan ke notaris menjadi wali gue, Firza dan Fahri kalian tahu sendiri kan hubungan gue sama Ayah gimana, bunda udah nitipin gue dan adik – adik sama beliau berdua makanya beliau yang mengurus kami terutama Fahri senin – rabu sama mamah Ranti, kamis – sabtu sama tante Arum dan hari minggu baru sama gue dan Firza karena beliau nggak mau gue dan Firza ke ganggu karena sibuk ngurus Fahri.” Jelas Forza panjang lebar.
****
Selesai kelas Forza dan sahabatnya berjalan menuju kantin, Forza yang melihat Gavin juga baru keluar dari kelas merasa gelagapan karena Alfa ada di sampingnya, dengan cepat Forza menarik Nadia agar di tengah – tengah antara Forza dan Alfa.
“Apaan sih Za main tarik saja dah kaya kambing gue.” Protes Nadia.
“Sorry gue ada penting sama lu, tapi nanti saja deh nggak jadi ngomong sekarang.”
“Aneh banget sih lu”
Gavin yang berjalan ke arah Forza tersenyum penuh kemenangan saat melihat gadisnya yang sudah seperti tertangkap satpol PP karena ketahuan dekat sama Alfa.
“Pagi pak Gavin.” Sapa Abell.
“Pagi bell, pada mau kemana?”
“Ke kantin pak, persiapan nanti kelas bapak biar makin semangat.” Kata Abell
“Beneran semangat ya jangan malah ngantuk.”
“Abell mah pasti semangat kalau kelas bapak.” Timpal Nadia.
Gavin tersenyum melirik ke arah Forza yang dari tadi diam menunduk, “Bell teman kamu yang satunya sakit apa sudah sangat lapar ko nunduk terus.” Forza mengangkat kepalanya menatap Gavin dengan gemas rasanya ia ingin memukul kekasihnya itu karena dengan jahilnya meledeknya, apa tadi? kekasih? Forza sudah mau mengakui juga Gavin sebagai kekasihya, cieeee.
“Za lu sakit?”
“Nggak kok, perut gue mules liat orang sok perhatian, gue ke toilet dulu.” Forza langsung berjalan meninggalkan Gavin dan sahabatnya, Gavin tersenyum menatap Forza.
“Kenapa sih tuh bocah aneh banget, maaf ya pak kalau Forza tadi nggak sopan sama bapak.” Kata Nadia yang nggak enak sama Gavin.
“Di maafkan nad, bilang sama sahabatmu itu kalau ada orang sok perhatian harusnya dia senang. Saya ke ruangan dulu.” Gavin segera pergi meninggalkan 4 mahasiswanya yang masih bingung dengan perkataan dosennya itu.
“Lu tahu nggak maksud pak Gavin sama Forza apaan, ko gue ngerasa kaya kode – kodean gitu ya, yang sok perhatian siapa? Apa pak Gavin?”
“Udah lah nggak usah di pikirin tuh Forza udah keluar toilet, gue udah lapar.” Kata Alfa.
Saat jalan menuju kantin ponsel Forza bergetar ada pesan masuk dari dosen yang sekarang menjadi kekasihnya.
Pak Gavin
Ke ruangan mas sekarang!
Me
Ngapain?
Pak Gavin
Mas kangen
Me
Aku engga tuh! Aku lapar
Pak Gavin
Lupa sama janji tadi pagi? Kamu pilih, kamu yang datang ke sini atau mas samperin ke kantin dan mas cium kamu depan semua orang.
Me
Nyebelin banget sih! Ya habis makan, aku lapar
Pak Gavin
Mas udah pesan makanan, cepetan ke sini
Me
Y
“Kenapa Za ko berhenti?” tanya Alfa
“Sorry gue nggak bisa ikut ke kantin, gue di suruh ke ruang dekan”
“Ngapain Za?” Tanya Adit
“Itu masalah beasiswa, gue mau di ajuin beasiswa sama pak Dhika.” Jawab Forza, ‘sorry gue terpaksa bohong sama kalian.’ Batin Forza
“Oh ya udah, mau kita anterin?”
“Nggak usah gue bisa sendiri, kalau gitu gue ke ruang dekan dulu ya daaahh.” Forza segera berjalan ke ruangan Gavin.
Tok tok tok
“Masuk.”
Forza masuk ke dalam, Gavin sedang duduk di belakang meja kerjanya.
“Lama amat sih sayang, aku udah lapar tahu. Itu siapin dulu makanannya aku selesain ini dulu bentar.” pinta Gavin sambil menunjuk makanan yang sudah di pesan.
Forza duduk di sofa dan menyiapkan makanannya, “Lagian kalau tahu udah lapar kenapa nggak makan dari tadi malah minta aku ke sini, aneh kamu mah.” Gerutu Forza, Gavin melirik Forza yang cemberut, dia tersenyum kemudian berjalan mendekati Forza dan duduk di samping Forza.
“Itu bibir kenapa makin cerewet banget sih, minta di cium ya.” Forza menatap Gavin yang tersenyum jahil padanya.
“Awas ya kalau kamu berani nyium aku lagi.”
“Emang kenapa, kan kita sepasang kekasih.”
“Nggak boleh, kita bukan muhrim.”
“Makanya kita buruan nikah yuk biar sah jadi bisa bebas mau ngapain saja." Kata Gavin membuat Forza mendengus kesal mendengarnya.
"Aku belum siap mas, jangan mulai deh."
"Ya sudah kalau begitu mas 'kan calon suami kamu, jadi boleh dong cium.”
“Baru calon mas kita nggak tahu kan ke depannya.”
“Maksud kamu apa Za? Mas nggak suka ya hanya mas yang akan menjadi suami kamu nggak boleh yang lainnya."
“Siapa tahu nanti mas ketemu sama perempuan yang cantiknya seperti dewi yunani, bodynya seperti gitar spanyol yang bisa membuat jantung mas jumpalitan nggak cuman bergetar kan kita nggak tahu mas.”
Gavin tertawa, “Kamu mah Za ngarang saja. Mas sudah bilang kan kalau mas...”
“Iya tahu sekarang makan dulu, aku udah lapar mas dan habis ini kelasnya dosen nyebelin aku harus isi banyak tenaga buat ngadepinnya.” Forza ngoceh sambil makan.
Gavin tersenyum, “Dosen nyebelin apa dosen yang ngangenin?” goda Gavin.
“Makan nggak usah godain aku terus.” Sungut Forza dan Gavin makin tertawa geli melihat gadisnya.
“Kamu kenapa sih tadi marah gitu depan teman – teman kamu, jangan bilang kamu cemburu karena mas lebih banyak ngobrol sama Abell dan Nadia.”
“Cemburu? Terlalu percaya diri sekali anda pak dosen, nggak ada kata cemburu di dalam diri Forza.”
“Masa sih?”
“Emang mas, aku deket sama kucing jantan saja cemburu.” Gavin terkejut mendengar jawaban dari Forza namun kemudian dia tertawa, memang benar juga sih Gavin bakal cemburu sama semua yang berjenis kelamin jantan jika mendekati gadisnya.
“Ko tau sih.” Gavin mencolek dagu Forza.
“Nggak usah genit.” Forza menepis tangan Gavin.
“Genit sama pacar ini.” Kata Gavin kembali menggoda Forza.
Ceklek
“Vin ke... eh sorry nggak tahu kalau ada Forza di sini.” Dhika yang tiba – tiba masuk ke ruangan Gavin terkejut melihat Forza.
“Ada apa Dhik?” tanya Gavin.
“Tadinya mau ajak ke kantin, ternyata lagi makan sama Forza.”
“Kalau Bapak mau bawa sahabat Bapak ini ke kantin nggak apa ko lagian saya sudah selesai makannya, sana anterin pak Dhika ke kantin dan bawa makannya kan dari tadi nggak di makan, punyaku sudah habis jadi boleh dong kembali ke kelas.” Forza berdiri akan pergi tapi belum juga melangkah tangannya sudah di pegang Gavin.
“Mau kemana?”
“Kelas, tadikan sudah bilang.”
“Enak saja, nggak boleh. Ikut mas sama Dhika ke kantin.”
“Ngapain? Bentar lagi aku ada kelas mas.”
“Iya tahu, kelasnya dosen nyebelin dan dosen nyebelin itu sekarang juga minta kamu ikut ke kantin, kamu kasih tahu teman kamu kalau dosen nyebelin ini terlat masuk.” Kata Gavin yang sukses membuat Forza dan Dhika tertawa.
Dhika yang melihat tingkah Gavin hanya geleng kepala, walaupun ada rasa sakit di dadanya melihat interaksi mereka berdua.
“Selalu memaksakan kehendak, heran deh.” Gerutu Forsa.
“Udah, ayoo.” Gavin menarik tangan Forza keluar ruangannya di ikuti Dhika. Mereka berjalan bertiga dengan Forza yang ada di tengah menjadi pusat perhatian siapa pun yang melihatnya.
“Mas lepasin tangannya, emang kita mau nyebrang gandengan gini, malu di liatin orang tahu.” Omel Forza.
“Maaf kelupaan.” Gavin melepas tangannya.
Sesampainya di kantin mereka segera memesan makanan, Forza hanya minuman saja.
“Pak Reno sama Pak Dimas dimana Pak Dhika ko nggak ikutan makan?”
“Reno lagi ke bandara jemput adiknya, Dimas sift pagi lagi ada operasi katannya.” Forza pun mengangguk tanda mengerti.
Pesanan merekapun datang, mereka segera menikmatinya.
"Kamu beneran cuman minum saja Za, nggak mau pesan makanan? Aku traktir loh." kata Dhika pada Forza.
“Perut saya nggak muat lagi pak, besok saja kalau mau traktir, jangan cuman sehari kalau bisa sekalian seminggu.” Kata Forza sambil menaik turunkan alis dan itu sukses membuat jantung Dhika berdegup dengan kencang.
“Nggak masalah, jangankan seminggu Za mau sebulan, setahun atau selamanya saya siap mau nafkah lahir batin pun saya siap.” Kata Dhika tersenyum.
“Nafkah lahir batin berarti nikahin Forza dong, s****n Dhik enak saja inget ya dia hanya milikku.” Jelas Gavin, menggenggam tangan Forza, membuat Forza mencebik kesal.
“Becanda kali Vin kamu mah kalau masalah Forza nggak bisa santai bawaannya ngegas gitu.” Kata Dhika.
"Tau ih, lagian saya juga cuman bercanda sama Pak Dhika kenapa baper gitu sih." kata Forza kesal.
“Soalnya kamu wanita paling berharga dan sangat berarti buat aku sayang, aku nggak suka ya kalau ada yang godain kamu, siapapun itu, Dhika juga termasuk nggak ada pengecualian.” Gavin memandang Forza dengan penuh cinta membuat Dhika kembali merasakan ribuan jarum menusuk hatinya.
“Anda terlalu lebay pak, lebih baik saya kembali ke kelas kelamaan di sini makin buat kepala saya pusing, pak Dhika terima kasih traktirannya saya permisi dulu.” Pamit Forza dan Dhika pun mengangguk.
“Sayang, kamu nggak pamitan sama mas?” teriak Gavin, Forza tetap saja berjalan tanpa menghiraukan teriakan Gavin yang saat ini menjadi pusat perhatian seisi kantin.