PJ matkul

759 Kata
Apa – apaan ini karena ulah Abell aku jadi PJ matkul pak Gavin, sungguh aku ingin menjitak kepala Abell yang saat ini sedang cengengesan karena sukses menjadikanku PJ matkul pak Gavin, dia sungguh gila karena terus menerus berusaha membuat aku melirik ataupun menjadi dekat dengan pak Gavin hanya karena dia sering melihat pak Gavin menatapku langsung mengambil kesimpulan pak Gavin menyukaiku padahal belum tentu juga kan. Pak Gavin memulai perkuliahannya, menjelaskan materi di depan kelas, aku mencatat apa yang menurutku penting untuk di catat dari materi yang beliau sampaikan. Entah suatu kebetulan atau apa saat aku menatap pak Gavin mata kami saling bertemu dan nggak tau juga kenapa aku merasa jika pak Gavin menatapku hingga beberapa saat aku mengakhiri terlebih dahulu. Sepertinya ada yang aneh dengan jantungku karena tatapannya itu, aku merasa menemukan sesuatu yang selama ini aku cari. “Ciee yang saling tatap.” Bisik Abell sambil menyenggol tanganku, aku tak menjawab hanya meliriknya dengan sebal. Jam perkuliahan selesai, “Pertemuan untuk hari ini saya cukupkan sampai di sini, sampai jumpa di pertemuan selanjutnya untuk Nona Forza Shanum saya tunggu di ruangan saya, terima kasih dan selamat pagi.” Kata pak Gavin mengakhiri perkuliahan. “Pagi pak.” Pak Gavin keluar meninggalkan kelas dan aku pun selesai membereskan buku segera menyusul beliau. “Kantin yuk Za.” Ajak Nadia dan aku menggeleng. “Kenapa?” tanya Adit “Kalian lupa gue disuruh ke ruangan pak Gavin.” Jawabku. “Cieee buru – buru amat langsung mau kesana.” Goda Abell yang sukses aku jitak kepalanya membuatnya mengaduh kesakitan tapi tetap saja tertawa. “Berisik lu Bell, ini semua gara – gara lu ya.” Jawabku, “Nad nitip tas gue.” Kataku lagi sambil berjalan keluar kalas. Aku berjalan menuju ruangan pak Gavin yang entah di sebelah mana karena jujur aku memang jarang memasuki ruangan dosen. “Forza ya?” tanya seseorang yang baru keluar dari salah satu ruangan, aku menoleh dan melihat pria yang aku tahu salah satu dosen dan dekan termuda di sini, Pradhika Abhimanyu aku tersenyum dan mengangguk. Dalam hatiku bertanya dari mana beliau tahu namaku sedangkan beliau nggak pernah ngajar di kelasku. “Cari siapa Za?” tanya beliau. “Cari ruangan pak Gavin, maaf di mana ya pak?” tanyaku berusaha sesopan mungkin. “Oh cari ruangan pak Gavin, kamu lurus saja nanti belok kanan pintu ketiga.” Jawab beliau sambil tersenyum, senyumnya sangat manis. Seingatku Abell sering bercerita kalau Pak Dekan satu ini tak pernah senyum dari ke 4 dosen yang katanya most wanted pak Dhika urutan no satu yang nggak pernah senyum, urutan kedua ada pak Gavin, ke tiga ada pak Dimas dan terakhir pak Reno. “Terima kasih pak kalau begitu saya permisi ke ruangan pak Gavin .” kataku berpamitan dan beliau kembali tersenyum menganggukkan kepalanya. Aku berjalan sesuai arahan pak Dhika, dan aku pun mengetuk pintu ruangan yang menurut keterangan pak Dhika ini ruangan pak Gavin. Tok tok tok “Masuk” Aku perlahan membuka pintu ruangan setelah mendengar suara dari dalam yang memintaku untuk masuk. “Pagi pak.” Sapaku saat sudah berada di dalam ruangan dan beliau mempersilahkanku untuk duduk dengan isyarat tangannya, aku pun duduk di kursi depan meja kerjanya. “Pagi Forza Shanum, emmm saya enaknya panggil Forza atau Shanum?” “Forza nggak apa pak.” Jawabku. “Oke, Forza ini nanti kamu copy untuk materi minggu depan ya dan saya minta no Wa kamu.” Pak Gavin menyerahkan kertas matkul dan juga ponselnya. “No Wa buat apa pak?” tanyaku bingung. “Kamu lupa ya, kamu kan PJ saya jadi wajib saya minta nomor kamu kalau ada apa – apa sayakan hubunginya kamu bukan ketua kelas.” Jelas pak Gavin membuatku mengangguk paham dengan maksudnya. “Oh ya, baik pak.” Aku menerima ponsel Pak Gavin dan mulai mencatat nomorku. “Ini pak.” Pak Gavin menerima ponselnya dan mendial nomorku membuat ponselku bergetar. “Oke, itu barusan yang misscall nomor saya jangan lupa di save ya.” Ujar pak Gavin. “Baik pak kalau begitu saya permisi.” Pak Gavin hanya mengangguk dan tersenyum, senyum yang manis seperti pak Dhika yang katanya tak pernah ditunjukkan pada siapapun. Setelah berpamitan aku kembali ke kelas untuk mengambil tas yang aku titipkan pada Nadia, sesampainya di kelas aku langsung duduk di samping Nadia. “Gimana Za?” tanya Abell, aku meliriknya. “Gimana apanya?” kataku. “Lu di panggil pak Gavin ngapain?” katanya lagi. “Oh, ni di copy buat pertemuan nanti” kataku. “Cuman ini?” Aku mengangguk. “Udah ah gue mau ke perpustakaan.” Aku mengambil tas dan kembali berjalan keluar kelas. “Lu udah kita tungguin malah mau ke perpus, nggak bisa ya Za kita ke kantin dulu baru nanti lu ke perpus lagian kita mau di traktir sama Alfa, ya ga fa?” kata Abell. “Iya Za, yuk ke kantin.” Kata Alfa “Kalau ditraktir, mana bisa gue nolak haha.” Kami berlima pun menuju kantin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN