Gavin Pov
Hari ini aku dan gadisku pergi ke butik untuk fitting gaun yang akan ia pakai saat acara ulang tahun Universitas. Gadisku mencoba dua gaun di dalam ruang ganti, dua gaun pilihanku semuanya pasti akan terlihat cantik untuknya.
Setelah 30 menit lebih aku menunggu gadisku keluar dari ruang ganti, “Loh Za ko belum kamu cobain? Nggak suka ya sama pilihan mas?” tanyaku karena dia keluar ruang ganti masih memakai baju yang tadi saat kami datang.
“Suka kok mas, udah Forza cobain tadi di dalam dan keduanya pas nggak perlu dipermak lagi.” Jawab gadisku dengan senyum yang sukses membuat jantungnya bedegup kencang. Lagi dan lagi desiran dalam hatiku terasa dan makin hangat hanya dengan senyumannya saja, aku benar - benar sudah amat sangat jatuh cinta padanya.
“Mas kan pengen liat Za, sana balik lagi pakai satu per satu dan tunjukin ke mas.” Perintahku, aku kan penasaran ingin melihat gadisku memakai gaun pilihanku.
“Nggak ah, nanti juga mas bakalan liat pas aku tampil." tolak gadisku.
“Kamu mah Za, mas pengen liat sekarang malah disuruh nunggu.” Gerutuku kesal dan dia malah tertawa, tawa yang jarang aku lihat. Tawa yang sangat lepas tak seperti biasanya tanpa sadar akupun tersenyum melihatnya.
“Sabar, yuk pulang. Ini diambilnya berarti H-1 ya mas.” tanya gadisku.
“Dibawa langsung sekarang Za.” jawabku.
“Nanti biaya sewanya mahal mas, tahu gitu mending pakai dress Forza yang biasa buat manggung.”
“Sewa? Kata siapa?” tanyaku, enak saja sewa. Untuk gadisku yang paling spesial tak ada sewa, bahkan jika ia minta beli sekalian butiknya akan aku belikan, apa sih yang enggak buat dia yang sudah berhasil membuatku BUCIN.
“Lah terus kalau bukan sewa berarti beli?” iya sayangku yang makin gemesin, inginnya bicara seperti itu tapi apalah daya jadi nikmati saja dulu.
“Iya ini di beli cash, dan untuk kamu Za.” Aku tersenyum.
“Ko bisa?”
“Ya bisa lah, udah nggak usah bawel buruan bawa ke kasir. Mas udah lapar, kita mampir makan dulu ya.” ajakku, selalu dan selalu aku ingin terus berlama - lama dengannya, alasan mengajak dia makan aku rasa tak terlalu buruk.
Setelah membayar gaun aku dan Forza pergi menuju restoran cepat saji terdekat.
“Kamu mau pesan apa Za?” tanyaku sambil melihat menu.
“Moccachino float, sama burger aja mas.” jawabnya.
“Oke mas pesanin, kamu cari tempat duduk gih.” Gadisku pun mengangguk dan memilih tempat duduk di pojok dekat jendela, tak lama aku datang membawa makanan kami.
“Mas.”
“Hmm.”
“Bajunya mahal banget apa kampus nggak rugi?” tanya gadisku tiba-tiba, dia masih membahas baju saja dari tadi.
“Kata siapa kampus yang bayarin, orang itu mas yang bayar bukan kampus.” enak saja kampus, kampus mana mau bayar baju jutaan hanya untuk penampilan sesaat yang ada buang - buang anggaran.
“What!! Mas serius? Tau gitu tadi nggak usah mas, Forza pikir dari kampus.” aku menatap wajah gadisku yang begitu terkejut mendengar jawabanku, ekspresi wajahnya sangat menggemaskan, aku tersenyum dan mencolek hidungnya.
“Biasa saja kali Za, Nggak apa sekali – kali mas belikan kamu baju, kan bisa kamu pakai juga saat manggung.” Jawabku santai.
“Tapi kebanyakan mas, dan harganya juga mahal banget bisa beli 10 atau lebih dress yang biasa Forza pakai.” gerutunya.
“Nggak usah di pikirin Za, mas emang sudah niat beliin kamu kok. Sekarang makan nggak usah protes masalah baju terus.” dari tadi yang di bahas baju terus, kapan kamu bahas kelanjutan hubungan kita Za. Aku hanya bisa membatin tanpa berani berkata langsung.
“Tapi mas—“ protesnya lagi namun terpotong sapaan seseorang yang mendekat ke arah kami.
“Pak Gavin, Forza ko bisa barengan di sini.” Sapa seseorang membuatku dan gadisku menoleh ke sumber suara.
“Hai, siapa ya aduh lupa, sorry.” Kataku yang memang nggak hafal nama mahasiswiku kecuali nama gadisku.
“Sinta pak, ya ampun masa sama mahasiswi yang paling cantik sampai lupa sih.” what? paling cantik? nggak salah tuh, terlalu percaya diri sekali dia ini, bagiku hanya Forza Shanum gadis paling cantik dan tiada duanya.
“Oh ya Sinta, habisnya kan mahasiswi saya banyak jadi nggak mungkin saya hafalin satu persatu.” memang begitukan, nggak mungkin aku hafalin satu persatu.
“Bapak belum jawab, ko bisa sama Forza jangan – jangan lagi kencan ya?” katanya, sontak membuat gadisku melotot karena terkejut, dia menatapku lalu menatap Sinta.
“Nggak usah ngarang deh Sin, siapa yang kencan orang kita habis ambil baju buat acara ulang tahun Universitas kebetulan pak Gavin lapar jadi melipir ke sini.” Jawab gadisku menggebu, aku hanya tersenyum melihat tingkahnya ini.
“Oh syukur deh tadinya gue udah cemburu liatnya, tapi ko ambil baju sama lu sih Za emangnya lu panitia? Seingat gue lu kan bukan anak BEM.” Cemburu? Apa – apaan mahasiswiku ini malah berkata seperti itu, memangnya kenapa juga kalau gadisku yang mengambil baju toh dia yang mau pakai.
“Forza memang bukan anggota BEM tapi dia jadi salah satu mahasiswi yang akan tampil karena bajunya yang pakai Forza jadi secara otomatis dia yang ikut karena mesti ngepasin bajunya.” Jawabku langsung sebelum gadisku menjawab dengan makin juteknya.
“Maaf pak sepertinya saya mesti pulang duluan karena Bunda saya sudah chat, kalau Bapak masih mau di sini saya nggak apa naik taxi.” Aku tahu gadisku mulai tak nyaman, lebih memilih untuk pergi dari sini dan aku nggak akan biarkan dia pergi sendiri.
“Saya juga sudah selesai Za, saya antar pulang. Sinta kami duluan ya.” Aku berdiri dan menyusul gadisku yang sudah berjalan terlebih dahulu.
“Iya pak Gavin hati – hati dijalan.” jawab Sinta, yang masih aku dengar.
Di dalam mobil yang masih terparkir, “Tuh kan mas liat sendiri, Sinta itu salah satu fans mas. Besok pasti bakal ada gosip baru lagi tentang kita mas.” Oceh gadisku dengan cemberut, aku menatap wajah gadisku yang menggemaskan, aku cubit pipinya.
"Aww sakit tau, genit amat sih pegang - pegang." jawabnya, aku makin terkekeh melihat tingkahnya ini.
"Galak amat sih Za sama mas, kapan di sayangnya coba, tiap hari di galakain terus." Kataku sambil bersender di kursi kemudi menatap ke depan.
"Galak juga mas makin menjadi apa lagi aku nggak galak, bisa - bisa aku di hamilin kali." Jawab gadisku yang sontak membuatku menoleh menatapnya, dan aku pun tersenyum.
"Kamu pengin mas hamilin ya Za?" tanyaku dengan senyum menggoda, dan mencolek dagunya.
"Iihhh genit banget sih mas, amit - amit lagian siapa juga yang minta di hamilin. Emangnya aku cewek apaan." jawabnya ketus.
"Itu tadi, kamu yang bilang sendiri."
"Itu kan kalau aku nggak galak mas, karena aku tau apa yang ada di otak cerdas kamu kalau lagi sama aku."aku tersenyum, memajukan tubuhku mendekatinya, gadisku mundur hingga bersandar di pintu mobil, aku mengurungnya dengan kedua tanganku, aku makin mengikis jarak di antara kami hingga bersisa beberapa cm.
"Memangnya apa yang kamu tau Za, apa yang ada di dalam otakku saat sedang bersama kamu?" kataku dengan suara yang aku buat semenggoda mungkin dan itu sukses membuat gadisku sangat gugup, aku tersenyum.
"Mas mau apa? mundur gih." Katanya sambil mendorong dadaku agar menjauh tapi sayangnya itu tak berpengaruh karena posisiku masih tetap sama.
"Jawab Za, apa yang kamu tau hm?"
"Nggak, aku... aku tadi cuman asal saja, sekarang menjauh mas aku nggak mau ya ada yang lihat nanti berpikir yang enggak - enggak." jawab gadisku yang makin terlihat gugupnya.
"Bukan jawaban itu yang mas mau."
"Terus apa? emang beneran ko aku tadi asal saja."
"Kamu mau tau apa yang ada di otak mas kalau lagi dekat sama kamu?" kataku dan gadisku menggeleng.
"Nggak penting." katanya.
"Penting Za." kataku tetap menatapnya, "di otak mas setiap dekat dengan kamu selalu berfikir kapan kamu akan jadi milik mas seutuhnya dan..." aku menjeda perkataanku, aku melihat wajah gadisku yang merona membuatku gemas melihatnya.
"Dan mas selalu menginginkan ini." aku mendekat dan mengecup bibirnya yang tipis sekilas, gadisku mendadak tegang, aku tersenyum melihatnya, "Mas selalu tergoda dengan bibirmu yang sangat cerewet ini, membuat mas ingin menggigitnya." aku kembali mengecup bibirnya, kecupan yang berubah menjadi lumatan lembut, aku menekan tengkuknya memperdalam ciuman kami dan tanpa aku sangka gadisku membalasnya membuatku kembali tersenyum.
Perlahan aku lepas pagutan kami, aku menatap wajah gadisku yang makin merona, aku usap bibirnya yang basah degan jariku, "Manis." kataku, dan gadisku menunduk aku tau dia malu padaku, tanganku mengangkat dagunya agar dia menatapku.
"Itu yang selalu ada di otak mas saat sedang bersama kamu Za." aku tersenyum, kembali mengecup bibirnya kilat, gadisku tetap diam menatapku.
"Kenapa hm?"
"Nggak apa mas, aku... aku mau pulang sekarang." jawab gadisku.
"Oke kita pulang." aku tersenyum dan mengusap rambutnya, aku segera menyalakan mesin mobil dan melajukannya, gadisku tetap diam membisu sepanjang perjalanan.