Forza Pov
“Sayang bangun, mandi kita sholat subuh.” Aku merasakan ada yang mengusap pipiku membangunkanku dari tidurku, aku membuka mata melihat wajah tampan di depanku tengah tersenyum manis.
Cup
"Morning kiss." kata pria di depanku saat mengecup bibirku, aku pun tersenyum menatapnya.
“Mas sudah siapin air hangat, sama di kamar mandi ada salep juga, kalau masih sakit nanti minum obat ya mas sudah siapin semuanya.” Suamiku tersenyum, enak sekali menikah dengan dokter semua kebutuhanku sudah ia siapkan tanpa aku memintanya.
“Makasih mas.” Kataku sambil mengusap pipinya.
"Jangan menggoda sayang, kita belum subuhan, nanti saja kalau mau menggoda mas." Mas Gavin menatapku dengan tatapan yang aku yakini sangat tidak aman untukku, aku pun segera turun dari ranjang perlahan masuk kamar mandi dengan badan yang aku gulung memakai selimut.
Rasanya sangat waaaww berjalan dari ranjang ke kamar mandi yang dekat rasanya lama sekali, sakit dan perih setiap kali buat melangkah.
Selesai mandi dan mengambil wudu aku keluar kamar mandi, aku melihat mas Gavin sudah menyiapkan sajadah juga mukenaku, dia sendiri sudah sangat tampan menggunakan baju koko dan sarungnya, tak ketinggalan peci di atas kepalanya yang makin membuatnya tampan.
"Ko lama? masih sakit?" tanya mas Gavin saat aku berjalan mendekatinya, aku menggelengkan kepalaku.
"Udah nggak begitu sakit mas, tadi ngeringin rambut sebentar." jawabku yang di angguki mas Gavin.
"Kita sholat sekarang ya nanti keburu habis waktu subuhnya." aku pun mengangguk dan bersiap memakai mukena, ini kali kedua aku menjadi makmumnya, bacaan surat pendek yang mas Gavin lantunkan sangat merdu, awal mendengar aku sempat tak percaya kalau pria m***m dan menyebalkan ini suaranya sangat indah saat melantunkan ayat suci Alqur'an.
Selesai Sholat subuh Mas Gavin segera mengganti pakaiannya dengan kaos dan celana pendek rumahan, dia keluar kamar entah mau kemana, sedangkan aku membereskan perlengkapan shalat aku dan mas Gavin.
Tak lama mas Gavin masuk ke kamar membawa nampan ternyata dia membuat sandwich dan s**u untukku, aku yang sedang duduk di ranjang sambil menyandarkan tubuh langsung duduk tegap saat nampan itu diletakan di atas pangkuanku.
“Sarapan dulu sayang, maaf mas cuman bisa buat sandwich saja, urusan memasak diantara kami berempat Dhika yang paling jago, kedua Dimas, mas sama Reno jago makannya saja.” kata mas Gavin tertawa.
“Nggak papa mas, sandiwch juga enak. Terima kasih suamiku.” kataku dengan senyum yang aku buat semanis mungkin.
“Sama – sama istriku.” mas Gavin mengecup kilat bibirku laku tersenyum.
“Hari ini kata Dhika pembagian tempat koas tapi mas sudah minta tolong di foto saja kamu nggak bisa datang.”
“Aku bisa ko mas, nggak enak sama yang lainnya kalau nggak datang kan ada pembekalan juga.”
“Beneran mau datang? Jalan ke kamar mandi saja lama banget sampe bisa di balap sama siput.” kata mas Gavin mengejek membuatku kesal.
“Enak saja kalau ngomong, nggak papa aku datang saja, memangnya pembimbing aku siapa mas?”
“Dhika, mas kan suami kamu jadi nggak boleh, Dhika saja tetep ada yang protes karena dia sahabat mas.”
“Kenapa nggak sama dosen lain saja, aku nggak keberatan kok.”
“Kamu nggak tapi mas yang keberatan, mas juga minta Dhika taruh kamu di Rs Dhika biar mas lebih gampang jagain kamu, kalau nggak ada mas seenggaknya ada Dhika atau Dimas yang bisa jagain kamu.”
“Kak Dhika punya Rs juga mas?” tanyaku dan mas Gavin mengangguk.
“Tempat mas kerja kan itu Rsnya Dhika, makanya dia sibuk karena ikut ngurus Rs dan universitas untuk perusahaan dia sama sekali nggak mau.” Forza mengangguk.
Ponsel mas Gavin bergetar ada panggilan masuk dan dia segera mengangkatnya.
“Ya Dhik.”
“....”
“Forza tetap berangkat katanya.”
“....”
“Siap brother, santai saja.”
Mas Gavin mematikan ponselnya, kemudian menatapku, “Siap – siap gih, tadi kata Dhika langsung ke ruangannya pembekalannya jam 8 karena jam 10 dia ada operasi.”
“Iya mas.” aku pun langsung bersiap untuk ke kampus.
Sampai di kampus aku dan mas Gavin berjalan beriringan menuju ruang dosen, aku sudah tak mempedulikan tatapan orang - orang toh saat ini aku sudah resmi menjadi istri mas Gavin.
Begitu juga dengan mas Gavin yang semakin cuek, dengan santainya dia memeluk pinggangku sepanjang kami berjalan dari parkiran bahkan saat di Lift dengan posesifnya dia memelukku agar aku tak bersentuhan dengan mahasiswa yang satu lift dengan kami.
“Kamu langsung ke ruangan Dhika, mas pembekalan di ruangan mas.”Saat sudah tiba di depan ruang kerja kak Dhika, mas Gavin mencium keningku membuat aku melotot dan dia malah terkekeh langsung berjalan keruangnnya.
“Awas ya kamu mas.” Aku mendengus kesal, aku yakin dia mendengarnya.
Tok tok tok
Aku mengetuk pintu ruang kerja kak Dhika, walau kami dekat karena kak Dhika sahabat juga sepupu mas Gavin tapi aku tetap harus menghormatinya karena kak Dhika dosen sekaligus dekan di sini.
“Masuk.” terdengar suara dari dalam dan akupun membuka pintu.
“Pagi pak Dhika.” Sapaku saar sudah berada di dalam ruang kerja kak Dhika.
“Pagi Za, duduk dulu nunggu yang lain kumpul.” Jawab kak Dhika dan aku duduk di sofa dengan 2 mahasiswi lainnya.
Tak lama pintu ruang kak Dhika ada yang mengetuk dan terbuka, masuklah Nadia dan Adit, “Hai kalian berdua juga sama Pak Dhika, kok nggak ngomong sih.” Tanyaku terkejut karena aku satu dosbim dengan mereka berdua.
“Pagi pak Dhika,” Sapa Nadia mengacuhkanku dan kak Dhika hanya mengangguk, Nadia menoleh ke arahku ,”Nanti gue jelasin, nggak enak di sini.” aku mengangguk mengerti maksudnya.
“Udah kumpul semua kan, kita mulai sekarang ya saya jam 10 ada operasi.” Jelas kak Dhika yang di angguki kami semua.
Selesai pembekalan aku, Nadia dan Adit duduk di depan ruang kerja mas Gavin, “Kita berdua sebenarnya bukan sama Pak Dhika Za tapi nggak tahu kenapa tiba – tiba semalam ada perubahan mau kasih tahu lu kan nggak enak lu lagi resepsi, harusnya Alfa sama Sinta tapi pas semalam di ganti kita.” Ujar Nadia.
“Syukurlah bukan Sinta, males gue bareng dia.” Jawabku, memang aku malas berdekatan dengannya karena bawaanya emosi terus, dia sangat suna mencari gara - gara denganku.
“Pak Dhika atau laki lu tahu kali Sinta nggak suka sama lu makanya di ganti.” kata Adit.
“Mungkin.” jawabku sambil mengangguk
Pintu ruangan mas Gavin terbuka keluarlah para mahasiswa yang selesai pembekalan di ikuti mas Gavin di belakang mereka.
“Kalian sudah selesai?” tanya mas Gavin.
“Sudah pak, Za kita tinggal yah itu pak Gavin sudah selesai pembekalannya.” kata Nadia dan aku pun mengangguk ,”Kita duluan ya pak Gavin, daahh Za.” Nadia dan Adit pergi meninggalkan aku dan mas Gavin.
“Masuk sayang mas ada kerjaan bentar.” Ajak mas Gavin dan aku ikut masuk kedalam ruang kerjanya.