“Za jurnal lu udah jadi?” tanya Adit
“Dikit lagi dit?” Jawab Forza.
“Ternyata cape banget ya koass, cape pikiran, cape fisik dan cape hati ini kalau dengar omongan pedas.” Timpal Nadia.
“Mau gimana lagi kita kan mesti tetap jalani, sia – sia kuliah kalau nggak bisa praktik dokter.” Kata Forza.
“Za gue dengar anak magang dari UK pada ngeluh laki lu galaknya kebangetan, gue jadi takut Za, jinaknya sama lu doang kalau sama yang lain ampun banget dah.” Gerutu Nadia.
“Dia kan mesti professional Nad, gue juga sama pas kemaren gue di bentak noh saksi hidupnya si Adit.” kata Forza sambil menunjuk Adit.
“Itukan salah paham Za, di kiranya bukan lu yang ada di sampingnya pas tahu lu langsung cengo kan, keliatan banget takut lu marah sampai perawat senior pada ketawa liat tingkah laki lu.” jawab Adit.
“Tetap saja intinya gue juga sama di bentak.”
“Za buruan ke tirai empat.” Mbak Via tiba – tiba datang menyela pembicaraan tiga sahabat itu.
“Ada apa mba, dokter Antonius panggil aku ya?” tanya Forza panik, dia segera berdiri.
“dokter Gavin lagi ngamuk, sana tolongin anak koass UK kasian Za sampai nangis loh.” Jawab mbak Via.
“Nggak ada asap kalau nggak ada api mba, pasti anak koass ngelakuin kesalahan.” Kata Adit.
“Iya dia salah Anamnesa, salah ngasih obat juga.” jawab mbak Via menganggukan kepalanya.
“Tuh kan, nggak lah mba Forza juga takut yang ada nanti ikut kena getahnya juga.” Jawab Forza, dia kembali duduk.
“Tapi kasihan Za, toh pasiennya nggak papa, dokter Gavin kicepnya cuman sama kamu doang, sana gih tolongin itung - itung amal Za.” kata mbak Via lagi.
“Hmm ya sudah Forza ke sana dulu.” Forza berjalan menuju tirai empat dan benar saja terdengar suara suaminya, Forza masuk dan Gavin menoleh ke arah Forza.
“Ada apa Za?” tanya Gavin yang nada suaranya sudah mulai turun saat melihat istri tercintanya.
“Ada yang mencari dokter, sekarang ada di ruang kerja dokter.” Jawab Forza.
“Siapa? kenapa nggak suruh ke sini saja.”
“Saya kurang tahu dok, perempuan cantik tadi cuman bilang kalau dia Nona Adhitama.” Forza sekuat mungkin berusaha menahan tawa.
Mendengar Forza menyebut Nona Adhitama membuat Gavin tersenyum karena dia tahu maksud istrinya apa, “Oke terima kasih, tolong sampaikan untuk menunggu saya 10 menit lagi.”
“Maaf dok beliau nggak bisa lama – lama katanya.” jawab Forza cepat.
“Oke saya ke sana sekarang, kamu ikut karena kamu yang sudah memaksa saya.” Gavin berjalan terlebih dahulu di ikuti Forza di belakangnya.
“Liat tuh sahabat kalian berhasil menaklukan singa yang lagi ngamuk kurang dari 5 menit.” Kata mba Via.
“Haha benar banget dokter Gavin memang tunduk sama Forza, soalnya Forza kalau ngamuk lebih ganas dari dokter Gavin.” Kata Nadia tertawa.
“dokter Gavin ngamuk kenapa?” tanya Dhika yang tiba – tiba datang membuat mbak Via dan kedua sahabat Forza berjingkat kaget.
“Ya ampun dok bikin kaget saja, itu anak koas UK salah saat anamnesa untung ada Forza jadi dokter Gavin bisa di tenangin.” Dhika hanya mengangguk dan pergi begitu saja membuat ketiga orang itu heran.
“Tinggal dokter Dhika tuh yang belum ada pawangnya, muka datar dan anyep banget mending dokter Gavin ada senyumnya walau dikit, yang banyak senyum mah dokter Dimas.” Celoteh mba Via.
Sesampainya di ruang kerjanya, Gavin langsung mengunci pintu, memerangkap Forza di antara ke dua tangannya, “Sekarang katakan Nona Adhitama yang sudah berubah menjadi Nyonya muda Mahendra ada kepentingan apa mencari suami tampanmu ini hm?” tanya Gavin sambil mengecup bibir istrinya sekilas.
“Kangen, nggak boleh?”
“Boleh banget, mas senang dengarnya tapi mas yakin ada yang lainnya selain kangen, katakan.”
Forza tersenyum suaminya selalu tahu apa yang ada di pikirannya, Forza mengalungkan tangannya pada leher Gavin, “Mas jangan galak – galak kasihan anak orang kamu bikin nangis, waktu dokter Antonius marah sama aku mas nggak terima kan hampir ribut kalau nggak dipisahin kak Dhika, tadi tuh aku ngerasain ada di posisi mereka yang sedang mas omelin, sedih tau mas.” Forza memasang wajah pura - pura sedih.
Gavin menangkup wajah Forza dengan kedua tangannya, “Maksud mas baik sayang, biar mereka nggak jadi dokter gadungan yang nggak tahu apa – apa tapi sok tahu, sudah salah anamnesa, salah ngasih obat masa mana torniquet saja nggak tahu kan kebangetan mereka waktu kuliah dimana saja.” kata Gavin menjelaskan.
“Iya aku tahu, tapi jangan terlalu galak begitu ya kurangin galaknya dikit lagi.” Forza tersenyum.
“Iya mas usahain sayang, sekarang mas butuh vitamin penyemangat dari istri cantiknya mas ini.” Gavin melumat bibir istrinya yang sudah menjadi candu untuknya ,”Manis, selalu bikin mas ketagihan.” Gavin mengusap pelan bibir Forza dengan jarinya.
Forza tersenyum, “Sudah dulu ya nanti kita lanjut lagi, nggak enak ninggalin IGD lama – lama.” Gavin mengangguk.
“Aku balik ke IGD dulu mas.” Forza mengecup singkat bibir Gavin dan segera keluar dari ruang kerja suaminya, yang di tinggal senyam senyum girang karena untuk pertama kali istri cantiknya itu mencium dia.
Sesampainya di IGD Forza langsung di serbu pertanyaan oleh sahabatnya juga para perawat senior yang penasaran, “Gimana Za sudah amankan nggak ngamuk lagi?” kata mas ciko perawat senior.
“Tenang saja mas sudah aku jinakin haha.” Kata Forza sambil tertawa.
“Baguslah, soalnya dokter Gavin kalau sudah badmood lama banget 11 – 12 sama dokter Dhika.” Kata mas Ciko.
“Mending dokter Gavin kali mas, paling cuman sehari kalau dokter Dhika bisa berhari – hari dan kayaknya sekarang lagi badmood tadi aku dengar anak poli kena semprot.” Kata mbak Via.
“Wah gawat dong mba, mana jalan ke sini lagi.” Forza menunjuk pakai dagu, dan semua yang ada menoleh mengikuti arah tunjuk Forza, benar saja dokter Dhika sedang berjalan ke arah mereka dengan aura yang sulit diungkapkan dengan kata – kata, membuat yang lain ngacir mencari kesibukan asal jangan bertatap muka dengan Dhika, kecuali Forza yang masih duduk manis.
“Lagi ngapain Za?” Tanya Dhika yang duduk di samping Forza.
“Lagi mikir dok.” jawab Forza.
“Mikir apa? Kaya punya pikiran saja.” Jawab Dhika.
“Sembarangan kalau ngomong, ya punya lah kalau nggak punya mana mungkin bisa lulus cumlaude.” Jawab Forza menyombongkan diri.
“Sombong, emang mikir apaan?” tanya Dhika menatap Forza penasaran.
“Mikirin dokter Gavin sama dokter Dhika.”
“Kenapa dengan saya?” Dhika mengerutkan dahinya, dia terkejut namanya di sebut.
“Heran saja, hari ini lagi pada kenapa sih, muka pada di tekuk kaya baju belum di gosok, pada marah – marah saja kerjaannya.”
"Siapa yang marah?" Tanya Dhika.
"dokter lah siapa lagi."
“Dari mana kamu tahu kalau saya marah? Kaya liat saja.”
“Tau lah, jangan marah mulu dok nanti jodohnya makin jauh.”
“Jodoh saya memang sudah menjauh karena sudah jadi milik orang lain.”
“Jadi, dokter badmood karena di tinggal nikah?”
“Kata siapa?”
“Itu tadi dokter bilang jodoh dokter sudah jadi milik orang lain.”
“Kepo kamu Za.”
“Iissh dokter kaya sama siapa saja, kalau butuh teman curhat saya siap ko tarifnya nggak mahal cukup traktir makan saja gimana?”
“Minta traktir Dhika mulu kamu, sama mas nggak pernah.” Tiba – tiba Gavin datang dan duduk di samping Forza, saat ini Forza di apit dua dokter yang terkenal galak sayangnya mereka sangat tampan.
“Kan beda, kalau kamu wajib kasih nafkah bukan traktiran kalau dokter Dhika traktiran karena hanya sesekali saja, kamu ngapain sih ke sini bukannya di ruangan saja.”
“Cek istri, lagi genit apa nggak dan ternyata lagi minta traktiran.” Gavin menyebak kesal.
“Nggak usah lebay lagian sama sahabatmu ini, awas ngambek aku bisa lebih ngambek lagi ya.” Ancam Forza.
“Tuh kan sekarang mainnya ngancam terus, nggak asik kamu yang.” Rajuk Gavin.
“Udah sih kalian berdua malu – maluin aja ribut nggak penting.” Lerai Dhika melihat melihat suami istri sedang ribut nggak penting.
“Kata siapa nggak penting? Ini penting!” kata Forza melotot ke arah Dhika.
“Ya ampun Vin binimu kalau marah dah kaya ibu tiri saja serem banget, aku mau ke kampus dulu ada kelas satu jam lagi, jangan galak – galak Za.” Dhika menepuk bahu Forza dan segera ngacir lari keluar IGD.
“Maaf deh, mas salah jangan marah lagi ya istrinya Gavin yang cantik nanti pulang kerja mas traktir seafood kesukaan kamu.”
“Rayuanmu bisa saja mas mas, gimana bisa aku tolak.” Forza tersenyum.
“Gitu dong jangan galak sama suami, mas balik ke ruangan dulu ya kamu jangan nakal, hati – hati kerjanya.” Gavin mengusap kepala Forza.
“Iya, mas juga.”