Kori berkeliaran di sekitar Rolf seperti perintah Kara. Dia berdecak kesal saat melihat Rolf telah pulih sepenuhnya. Jalan-jalan seakan tidak baru saja keluar dari rumah sakit. Kalau kondisi musuhnya sebaik ini, keamanan si bos mungkin akan terancam.
Kori yang awalnya datang karena terpaksa jadi melakukan pengintai secara serius. Dia cemas Rolf akan segera menyiapkan serangan balasan. Kara yang saat ini di mabuk cinta sedang t***l-tololnya, bisa-bisa instingnya malah jadi tumpul sampai tak bisa menangani Rolf.
Dia bersembunyi di atas gedung sebelah gedung kantor Rolf, mengintip apa saja yang serigala itu lakukan sepanjang waktu. Kori agak kaget saat melihat Theo mendatangi Rolf, mereka berjabat tangan dan mulai membicarakan sesuatu dengan serius.
Sebenarnya tak aneh kalau Pemimpin Sektor saling bertemu dan membicarakan rencana kerja sama. Cuma karena kedua pria itu mempunyai kaitan erat dengan Kara, Kori tidak bisa menanggapinya dengan santai.
Kalau saja Kori bisa mendengar pembicaraan mereka akan lebih baik. Jadi dia bisa memastikan kalau hubungan mereka murni urusan kerja. Karena tak bisa itulah ... prasangka-prasangka tak perlu muncul di benaknya.
Akhirnya Kori memutuskan untuk mendekat. Dia berubah bentuk ke sosok anjing kecil menggemaskan yang tidak terlihat berbahaya. Masuk ke kantor Rolf, lari-lari saat dikejar.
Saat berhasil tiba ke depan ruangan Rolf, pembicaraan mereka sudah usai. Theo baru saja keluar meninggalkan ruangan. Rolf ikut keluar untuk mengantarkan. Di saat itulah tatapan mereka bertemu.
“Anak anjing? Siapa yang membawanya kemari?” Rolf menjadi lengah karena Kori begitu pandai meredam feromonnya. Sama sekali tidak mencoba berbicara atau bertingkah layaknya Hybrid.
“Aku tak tahu. Terserah mau kau apakan anjing itu. Aku pergi dulu, Rolf. Hati-hati, jangan sampai digigit.” Bahkan Theo tak sadar itu Kori. Padahal mereka sempat bertemu sekilas tempo hari.
Dalam hati Kori menyeringai licik. Menertawakan betapa tumpulnya indera para Alpha sok hebat itu. Bukannya hanya tidak bisa mencium feromonnya, tapi juga tidak bisa membedakan anjing biasa dengan anjing Hybrid.
“Memangnya anjing kecil begini bisa apa?” Rolf masih saja tertawa-tawa saat Theo pergi. Dia menangkap Kori, diangkat tinggi-tinggi mengagumi keimutannya.
“Sudah kuputuskan! Kau akan jadi peliharaanku!” Kori mengutuk Rolf dalam hati, berani sekali berniat menjadikan dia binatang peliharaan.
“Mulai sekarang namamu Pom.” Sudah tak punya kreativitas mencari nama. Mentang-mentang dia pomerian, malah dinamai Pom.
“Maaf, Bos. Anjing liar itu main masuk ke kantor seenaknya. Akan segera kukeluarkan.” Tak lama, si pengejar sampai ke depan mereka. Dan masih saja, Rolf bertingkah begitu sialan.
“Tak perlu. Akan kupelihara saja. Anjing kecil begini akan segera mati kalau tak ada yang menjaganya.” Bicara semau hati seakan dia itu begitu rapuh seperti balon tiup.
“Baiklah.” Lihat saja tampang anak buah Rolf, sudah agak geli melihat tingkah bosnya.
“Lucunya! Bulunya lebat sekali, tapi berantakan.” Biasanya Rolf suka sok hebat, bertingkah layaknya preman senang cari ribut. Kori tak percaya. Laki-laki yang tengah menciuminya dengan tampang konyol saat ini adalah orang yang sama dalam ingatannya.
“Akan kubawa pulang sekarang. Ayo kita mandi Pom. Lalu kita potong bulumu sedikit, gaya teddy bear biar lebih imut.” Percayalah ... saat ini Kori ingin sekali menggonggong, menggigit tangan Rolf sekuat tenaga, lalu melarikan diri sejauh mungkin.
Namun, dia sedang menahan diri. Mumpung ada kesempatan bisa memasuki teritori Rolf dengan bebas, Kori tak ingin melewatkan kesempatan langkah ini. Dia akan menunggu Rolf lengah, barulah dia akan mencuri semua informasi yang dibutuhkan oleh Kara.
***
Mereka akhirnya tiba ke rumah Rolf. Lokasinya berada di dalam hutan. Sebuah rumah kayu yang sangat besar. Banyak sekali penjaga di sekitar rumah itu. Semuanya serigala yang terlihat buas. Berbeda dengan pasukan yang selalu bentrok dengannya.
Kori jadi menemukan satu hal. Kalau kekuatan tempur Rolf tidak hanya sebatas pasukan di pusat sektor, tetapi juga masih banyak yang belum memunculkan diri. Pilihannya tak salah. Pura-pura menjadi binatang peliharaan yang jinak membawanya pada makas utama musuh.
Kori harus mengamati lebih ketat. Agar nantinya berguna untuk Kara. Dia duduk dengan manis dalam gendongan Rolf. Pura-pura jadi anak anjing jinak yang menyukai Rolf. Biarkan saja seperti apa tampang laki-laki itu saat menatapnya. Yang penting adalah siapa yang menjadi pemenang di akhir.
Rolf dengan ceroboh memasukkan Kori ke dalam kamarnya. Sengaja dibawa ke dalam sana karena di luar terlihat berbahaya untuk anjing kecil begini. Rolf takutnya Kori dimakan oleh anak buahnya.
Biarpun harga diri berasa diinjak-injak, Kori masih bisa bertingkah manis. Dia duduk di atas tempat tidur Rolf. Tunggu si tuan rumah yang tengah sibuk membongkar lemari, entah sedang mencari apa.
“Ketemu! Ayo mandi sekarang, Pom.” Sial ... pemimpin kawanan mana yang menyimpan kolam karet tiup dalam lemari pakaiannya. Kori tak percaya, Rolf berniat melemparkannya ke dalam sana bersama dengan genangan air gunung yang dingin.
“Orgk! Orgk!” Kori menggonggong dengan keras, meronta-ronta saat Rolf mengangkatnya ke kamar mandi.
“Tenanglah Pom, mandi tak akan membuatmu mati!” Ya, tapi membuatnya trauma. Anjing benci air. Masa begitu saja tak tahu!
“Orgk! Orgk! Orgk!” Kori menggonggong lagi, menggigit tangan Rolf tanpa ampun.
“Aku tak takut padamu. Kendalikan dirimu anjing kecil.” Setelah itu Kori menyesal atas perbuatannya. Tekanan feromon Rolf membuatnya gemetaran. Begitu kuat seakan tengah membungkus dirinya saat ini. Jika saja Kori tak biasa dilatih bertahan dari tekanan feromon Kara, kakinya pasti sudah lemas saat ini.
Kori sungguh berterima kasih pada pelatihan sparta si bos, jadi dia bisa selamat kali ini. Tidak berakhir lepas kendali dan kembali ke sosok aslinya. Atau lebih buruk, malah jadi terangsang dan mendatangkan heat-nya lebih cepat dari waktu yang seharusnya.
“Ya ampun, kau lemah sekali. Aku hanya menggertak sedikit dan kau sudah gemetaran seperti ini. Memang makhluk kecil itu menyedihkan.” Setelah membuatnya seperti ini, Rolf malah sok menghibur. Nada bicaranya manis sekali, tapi kalimatnya membuat Kori ingin mencaci maki.
Kori bersumpah. Suatu saat dia akan membalikkan keadaan. Akan dia jatuhkan Rolf hingga ke dasar neraka tanpa adanya jalan keluar.
***
Seusai melakukan pertemuan dengan Rolf, Theo mulai memikirkan untuk mengganggu Kara lagi. Dia menyuruh supirnya pulang duluan. Kemudian barulah Theo melewati perbatasan antara Sektor Tiga dan Sektor Empat untuk mencari Kara.
Hari ini Theo datang tanpa menarik perhatian. Dia menyamarkan auranya, berjalan kaki berbaur baik dengan orang-orang yang lewat. Tak sulit berkamuflase di wilayah Kara. Karena dirinya masih tergolong sebagai ras kucing, bau tubuhnya mirip dengan para Hybrid yang tinggal di sini.
Karena tak langsung berkelahi saat datang, Theo baru menyadari perbedaan wilayah mereka. Tempatnya yang selalu aman, penuh dengan tempat hiburan dan bisnis yang aktif sangat bertolak belakang dengan apa yang dia lihat di wilayah Kara.
Bangunan di sini rata-rata kumuh, penuh dengan coret-coret cat minyak dan percikkan darah yang telah kering. Hampir di tiap gang kecil ada adegan perkelahian, perampokan dan penindasan.
Orang-orang yang lewat tahu, tapi mereka tidak peduli. Si korban pun sudah begitu pasrah hingga tidak berteriak minta tolong. Selain itu, deretan bangunan tepi jalan penuh dengan tempat bordir dan arena pertarungan. Berkali-kali lipat lebih banyak dari yang ada di wilayah Shion.
Anak-anak tidak bermain keluar. Orang dewasa tidak bercanda tawa. Bahkan hampir semua orang yang berpapasan dengan Theo membawa senjata tajam. Dia begitu takjub, tak bisa membayangkan bagaimana orang dengan kepribadian sesulit Kara mampu mengendalikan tempat seperti ini.
Tak heran Sektor Empat dianggap sebagai tempat terbuang. Karena penampakannya memang seperti itu. Tampak seperti penjara raksasa yang dipenuhi oleh penjahat.
Saat Theo tengah sibuk mengawasi sekitar, dia mendengar suara ribut-ribut terdengar dari arah depan. Keributan itu berbeda dengan perkelahian yang baru saja dilihatnya. Lebih seperti suara sorakan memanggil.
Karena penasaran, Theo sedikit mendekat. Dia terpukau, menemukan sosok Kara di antara kerumunan orang-orang itu. Sang pemilik hatinya itu berdiri dengan kokoh, begitu anggun sekaligus gagah. Sekali lihat saja, Theo tahu kalau bukan hanya dia yang jatuh cinta kepada Kara. Orang-orang di sekitarnya pun demikian.
Sosok pemimpin yang dipuja oleh orang-orang yang tak sudi diperintah. Dipercayai oleh orang-orang yang telah kehilangan harapannya tampak begitu menakjubkan. Tak heran Theo begitu mudah memaafkan Kara setelah semua hal kejam yang dilakukan padanya. Laki-laki cantik itu memang punya daya tarik spesial yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Theo sampai terpaku di sana, terpesona melihat bagaimana Kara berinteraksi dengan orang-orang yang datang meminta pertolongan darinya.
Theo mungkin tak jadi cari ribut dengan Kara, tapi kedatangannya hari ini tidaklah sia-sia. Setidaknya dia sempat melihat sisi lain Kara, bagian kecil dari kucing itu yang membuatnya jatuh cinta sekali lagi.
Theo lantas menjauh, memutuskan untuk meninggalkan tempat itu sebelum Kara menyadari kehadirannya. Pria itu tidak tahu, bila dari tadi ... Kara sudah menyadari keberadaannya. Hidung Kara terlalu tajam untuk bisa dikelabui dengan sebuah trik. Mau ditekan seperti apa pun, aroma feromon Theo selalu bisa dia temukan.
Kara terus menatap punggung Theo yang menjauh. Dia tak tahu kenapa dan untuk apa Theo ke sini, tapi dia tahu kalau kemunculan singkat pria itu telah meninggalkan denyutan yang tak diharapkan dalam dadanya.
Rasanya jantung Kara seperti tengah diremas dengan kuat. Tubuhnya mulai menjerit merindukan belaian Theo. Dia ingin mengejar, memeluk dan mengurung Theo bersama dengannya di tempat yang tidak diketahui oleh siapa pun.
Sayang sekali Kara tak bisa melakukan hal itu saat ini. Tidak juga lain waktu. Sebab, yang harus dia lakukan adalah mengalahkan atau menjauhi Theo, bukan memujanya.
“Bos, ada yang bilang melihat Pemimpin Sektor Satu di dekat sini. Apa yang harus kita lakukan?” Kebetulan yang buruk. Salah satu anak buahnya malah melihat Theo dan melapor. Kalau sudah begini, satu-satunya pilihan yang Kara punya adalah mengalahkan Theo.
“Buru dia. Jangan biarkan singa itu berkeliaran di rumah kita,” perintah Kara.
Kucing-kucing haus kekerasan dan pertempuran itu segera menyebar ke seluruh kota untuk memburu Theo. Perintah sang bos sudah keluar, maka apa pun yang terjadi nanti akan menjadi tanggung jawab Kara.
Siapa yang tak senang diberi kebebasan dan kesenangan menantang Alpha terkuat di Sektor Satu dan bebas dari hukuman karena bos mereka yang akan menanggungnya? Jelas semua merasa senang.
Hanya Kara yang tidak senang. Dia tak mau pergi, sengaja membiarkan anak buahnya yang menggertak Theo. Ya, hanya menggertak. Bagi Kara terlihat demikian. Karena dia tahu, tak satu pun dari anggota pasukannya yang sanggup mengalahkan Theo.
Kara memilih tinggal dengan alasan masih harus mendengarkan keluhan penduduk yang merupakan pekerjaannya. Padahal dia hanya tak sanggup untuk berhadapan langsung dengan Theo saat ini. Panas tubuh dan ingatan dari sentuhan Theo tempo hari masih melekat terlalu kuat di benaknya.