PROLOGUE
Itu adalah sebuah pesta besar, sejenis acara yang biasanya dihindari oleh Kara. Namun, malam ini berbeda. Berbagai tekanan membuat Kara harus hadir dan kesialan itu bertambah ketika Kara bertemu dengan Theo.
“Ini buruk,” gumam Kara.
Mata mereka bertemu pandang. Hanya seper sekian detik, tapi cukup untuk membuat daya pikat Theo berhasil mempengaruhi Kara. Dadanya berdebar, panas tubuhnya meningkat menunjukkan efek yang coba ia pungkiri.
Orang bilang cinta datang bersama dengan hasrat dan gairah. Kau tak akan bisa bilang mencintai seseorang jika tidak punya keinginan untuk memiliki hati dan tubuhnya. Bagi Kara, perkataan itu hanyalah omong kosong yang tak terbuktikan. Namun, saat ini perkataan itu tak dapat lagi dia sangkal.
Langkah demi langkah mendekat. Suara tarikan napas halus pria penuh pesona itu membuat Kara menelan ludah. Keringat jatuh dari pelipisnya, menaikkan rasa tertarik yang terus tumbuh secara tak wajar.
Aroma tubuh Theo begitu kuat, mendominasi isi pikiran Kara. Itulah yang disebut sebagai feromon seorang Alpha.
Kara sendiri juga merupakan seorang Alpha, pemimpin kawanannya. Akan tetapi, tak dapat dielaki jika Theo merupakan spesies yang lebih kuat dan tangguh darinya. Karnivora yang beringas dengan kecenderungan ingin mendominasi pasangannya.
Di dunia ini, orang-orang memiliki gen manusia rata-rata sekitar 30-50%. Sisanya merupakan pencampuran dari binatang buas. Mereka yang lebih kuat dari rata-rata spesiesnya, memiliki gen binatang melebihi 70% merupakan seorang Alpha.
Struktur masyarakat pun dibangun dengan perbandingan tersebut. Siapa yang kuat, dia yang berkuasa. Bahkan di antara para Alpha, ada yang namanya perbedaan status.
Sekali lihat, Kara sudah tahu kalau Theo merupakan yang terkuat dari yang terkuat. Maka dari itu, dia merasa takut. Rasa tertariknya mungkin akan membuatnya dihancurkan oleh Theo.
Jelas itu bukanlah apa yang Kara inginkan. Dia ingin lari. Pikirannya terus menjerit menyuruhnya lari dari Theo. Dia akan dimakan, dijadikan barang pribadi Theo dan hal itu merupakan sebuah penghinaan bagi Kara.
Namun, tubuh Kara tidak mau bekerja sama. Tak mau bergerak dari sana seakan telah terjerat oleh Theo. Dia terlonjak kaget ketika jemari Theo menyentuh permukaan kulitnya. Sensasi panas membakar itu membuat dadanya sesak.
“Aku tidak pernah melihatmu di pesta mana pun. Dari mana kau berasal?” Theo bertanya.
Dia tertarik pada Kara. Pelawakan yang tinggi. Wajah yang tampan rupawan dengan rambut halus berkilauan. Tubuhnya ramping, berbalut sempurna dengan jas yang ia kenakan tampak begitu memesona.
Namun, apa yang paling mencuri perhatian Theo bukan hanya penampilan luar Kara. Melainkan aroma lembut yang keluar dari tubuh pria itu. Tidak biasanya seorang Alpha memiliki aroma lembut, terutama bila dia seorang karnivora atau omnivora.
Dari sudut pandangnya, feromon Kara lebih menyerupai aroma gadis herbivora. Tampak layaknya makanan kualitas tinggi yang tak dapat dia tolak.
Tatapan Kara padanya membuat Theo b*******h. Dia merasa bagai sedang dirayu. Tubuh kaku yang menegang hanya karena sedikit belaian di pipi itu tampak manis, membuatnya ingin menyeret Kara ke ranjangnya segera.
Sebaliknya, cara Theo menatapnya membuat Kara muak. Dia seperti sedang ditatap dengan pandangan menelanjangi, dilecehkan oleh seringai buas yang lapar akan dirinya. Harga diri Kara berasa dinodai, membuatnya begitu marah hingga menyangkal ketertarikan pada Theo.
“Jangan menyentuhku!”
Kara menepis tangan Theo. Dia memasang ekspresi wajah yang begitu angkuh. Dia tak akan membiarkan dirinya direndahkan. Tidak oleh Pemimpin Sektor lain. Sebab itu sama saja membiarkan wilayahnya jatuh ke dalam kekuasaan Theo.
Mereka punya posisi yang sama, maka Kara harus menegaskannya dari awal. Bila dirinya bukanlah orang yang akan menjadi milik seseorang. Jika menginginkan, maka dia yang akan menjadikan Theo miliknya.
“Sikap yang buruk. Kautahu siapa yang kau hadapi saat ini?” Itu bukanlah sebuah pertanyaan. Melainkan ancaman dan tekanan. Theo mengucapkannya dengan nada berbeda. Disertai dengan serangan feromon kuat yang sengaja dia lepaskan.
Feromon seorang Alpha tidak hanya digunakan untuk menarik pasangan, tetapi juga untuk mengintimidasi lawan. Dalam hal ini, Theo jelas-jelas melakukannya untuk memaksa Kara tunduk padanya.
Theo menginginkan Kara dan harus dia dapatkan apa pun caranya. Seperti itulah kehidupan berjalan. Segala keinginan dan keegoisan yang dia dapatkan dengan mudah merupakan kebanggaan bagi seorang Alpha.
“Kau adalah Theo, Pemimpin Sektor Satu,” balas Kara.
Feromon Theo tidak bekerja pada Kara. Lebih tepatnya dilemparkan kembali oleh feromon Kara. Dia tidak akan membiarkan dirinya kalah oleh Theo, bahkan jika dia harus menggunakan semua kekuatannya untuk melawan pengaruh tersebut.
Kara juga melepaskan feromonnya. Kedua tangannya terkepal erat berusaha mempertahankan konsentrasi. Sangat bertolak belakang dengan ekspresi wajah yang masih begitu tenang.
“Oh ... jadi kau tahu.”
Theo jadi merasa tertantang. Dia mendekat satu langkah, mendorong tubuhnya hingga hampir menyentuh tubuh Kara. Bibir mereka terpisah jarak satu sentimeter, membuyar konsentrasi Kara sekejap.
Dia hampir saja hilang akal, meraup bibir seksi yang tersaji di depan mata. “Kalian berdua hentikan! Kita datang kemari bukan untuk saling mengintimidasi! Feromon kalian membuat banyak orang terpengaruh!” Beruntung seseorang memisahkan mereka.
Orang itu Shion, teman dekat Kara sekaligus Pemimpin Sektor Dua. Pria berwajah garang itu segera mendorong menarik lengan Kara dan Theo, memberi jarak setidaknya satu meter satu sama lainnya.
“Jangan ikut campur urusanku, Shion.” Theo tak senang, baginya yang hanya sekadar berstatus kenalan dengan Shion, pria itu merupakan seorang pengganggu.
Shion berdiri di depan Kara, dia melindungi temannya dari tekanan Theo. Tangannya ia angkat dan lebarkan sebatas d**a Kara, memastikan Theo tak akan menyentuh Kara sedikit pun.
“Ini urusanku juga. Aku yang membawanya kemari,” balas Shion.
“Tak apa, aku bisa mengurusnya sendiri.” Kara menurunkan tangan Shion, dia maju ke depan memutuskan melawan Theo sendiri.
Theo menyeringai. Dia merasa superior ketika Kara menolak bantuan Shion. Selama pertengkaran tidak melibatkan sesama Pemimpin Sektor, maka dia bisa berbuat sesukanya.
“Kau mendengarnya sendiri. Temanmu ingin mengobrol denganku,” ujar Theo.
Kara menatapnya sinis. “Aku tidak berkata demikian. Simpan keangkuhanmu, Theo.” Dia menepis pernyataan Theo dengan tegas.
Hal itu membuat orang-orang tertawa. Jarang-jarang mereka bisa melihat seorang Theo dipermalukan dengan begitu alami. Sedangkan Shion tidak bisa tertawa. Dia sakit kepala. Karena dia yang membawa Kara kemari. Karena dia tahu siapa sebenarnya temannya itu.
“Beraninya kau menolakku! Apa kau sudah siap hidupmu kuhancurkan?” Tak mendapatkan apa maunya, Theo mengancam. Dia pikir dengan demikian Kara akan takut dan menarik kata-katanya kembali.
“Coba lakukan jika bisa.” Theo tercengang. Kara menantang balik.
Hidup Kara tak akan mudah dihancurkan. Dia telah menjadi seorang Pemimpin Sektor selama sepuluh tahun, berhasil mengendalikan orang-orang di wilayahnya dengan sangat baik. Tentu saja sebuah ancaman dari Pemimpin Sektor lain tak akan membuatnya goyah.
Sektor Satu yang dikuasai oleh Theo selalu penuh dengan orang-orang dengan kehidupan glamor. Mereka yang hidup dari bisnis hiburan, fashion dan musik. Kebanyakan lahir dan dibesarkan dalam kemewahan.
Sedangkan Sektor Empat yang dikuasai oleh Kara sangat bertolak belakang. Orang-orang yang hidup di sana merupakan kriminal, petarung dan pemberontak yang tak sudi mendengarkan siapa pun. Bisnis utama Sektor Empat merupakan pelacuran, perjudian, perdagangan manusia hingga area pertarungan hidup dan mati.
Sudah merupakan rahasia umum bila ingin memimpin di Sektor Empat, maka orang itu harus lebih kuat dari para penghuninya. Dia harus mampu mengalahkan mereka dan memaksa mereka patuh dengan kekuatan.
Tentu saja pergantian Pemimpin Sektor Empat juga sangat sering terjadi. Kebanyakan mereka dibunuh, dan posisinya direbut. Dengan cara seperti itu pula Kara memperoleh posisinya saat ini.
Dengan riwayat hidup semacam itu, seorang Kara tak akan gentar oleh ancaman Theo. Feromonnya boleh kalah, tapi mental dan kemampuan fisiknya tidak akan pernah kalah.
“Siapa kau, berani sekali menantang balik.”
Theo telah mendapatkan kembali kendali dirinya. Dia menarik dasi Kara dengan keras, mengeram dengan suara lantang untuk membuat Kara takut.
Kara memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Dia berdiri dengan kokoh sama sekali tak terpengaruh oleh sikap agresif Theo. Selama pria itu telah menarik feromonnya, maka kendali diri Kara tak akan bisa digoyahkan.
“Namaku Kara. Datang kapan saja jika ingin menantangku. Sektor Empat tidak pernah menutup pintu gerbang.” Kara memperkenalkan diri dengan tegas.
Seketika itu juga, orang-orang mulai berbisik. Nama Kara sering terdengar, bersama dengan isu simpang siur tak jelas tentangnya. Akan tetapi, sosoknya tak banyak diketahui oleh orang-orang di luar sektor tersebut.
Mungkin juga tak ada yang mau repot-repot mengenal Pemimpin Sektor Empat. Sebab, bisa saja orang itu akan mati esok hari dan pembunuhnya yang akan menjadi pemimpin berikutnya.
“Dia masih sangat muda.”
“Apa ucapannya bisa dipercaya?”
“Dia tidak terlihat begitu kuat untuk ukuran orang yang mampu memimpin Sektor Empat selama sepuluh tahun.”
Bisik-bisik itu masuk ke telinga Theo. Sama seperti orang-orang tersebut, Theo juga meragukan perkataan Kara. Pemimpin Sektor Empat terkenal tak suka berkumpul dengan Pemimpin Sektor lain. Dia tidak pernah menghadiri pesta atau rapat apa pun.
“Tidak ada yang bisa membuktikan perkataanmu. Kucing kecil tak akan bisa mengendalikan anjing-anjing liar di Sektor Empat.” Theo tertawa mengejek. Dia memutuskan untuk memercayai penilaiannya sendiri.
Kara tersinggung. Dia mungkin seekor kucing, tapi taring dan cakarnya lebih tajam daripada siapa pun. Detik berikutnya Kara menyerang. Dia melompat, memutar tubuhnya menendang ke arah perut Theo.
Theo terpaksa melepaskan cengkeraman pada dasi Kara. Dia menggunakan kedua tangannya sebagai tameng untuk menahan tendangan tersebut. Dan masih saja, tubuh Theo mendapatkan imbasnya. Dia termundur hingga beberapa langkah, terdorong oleh tendangan kilat tersebut.
Tawa sombong itu menghilang tergantikan oleh ekspresi waspada. Bisik-bisik tak mengenakan senyap seketika. Seseorang yang bisa membuat Theo terdiam bukanlah sembarangan orang.
Identitas Kara yang tadinya diragukan kini tak terbantahkan. Cakar-cakar tajam mulai keluar dari jemari tangan Kara. Warnanya putih keperakan berkilauan seperti pisau yang baru saja diasah, tetapi bau darah yang tercium dari sana tidaklah seindah penampilannya.
Siapa yang tahu berapa banyak orang yang telah mati oleh cakar itu hingga bau amis darah tak bisa lagi dihilangkan hanya dengan mencucinya.
“Datang dan buktikan sendiri. Biar kurobek lehermu dan wilayahmu akan menjadi milikku.”
Saat ini, pemikiran itu lebih kuat dari cinta pada pandangan pertama yang sempat membuat hati Kara goyah beberapa saat yang lalu. Inilah kebanggaan bagi seorang Kara, Alpha yang berdiri di atas setelah mengoyak begitu banyak kehidupan.
Theo memperbaiki posisinya, dia memasang kuda-kuda, mengepalkan tinjunya bersiap untuk menyerang balik. Sudah kepalang menantang, tak ada alasan untuk takut melawan. Malahan ini bagus, pamornya akan naik jika berhasil mengalahkan Pemimpin Sektor Empat yang terkenal buas.
Alasan sebenarnya adalah karena dia ingin melemparkan Kara ke ranjangnya malam ini. Membuat pria itu menjerit memohon kepadanya. Pertarungan antara Pemimpin Sektor adalah hukum mutlak. Siapa yang menang, dia berhak mendapatkan segalanya.
Gerakan selanjutnya adalah sebuah serangan serentak. Tinju tangan kanan Theo terarah ke atas, memukul dengan keras mengincar rahang Kara. Sadar akan arah serangan Theo, Kara menunduk. Di saat yang sama ia mengayunkan cakarnya mengincar perut Theo.
Refleks melompat ke belakang. Dia memutar tubuhnya ke arah kanan ketika tubuh Kara condong ke depan. Mata Theo menemukan celah terbuka pada tengkuk Kara. Dia mengangkat tangan kirinya, mengentakkan siku tangan kiri mengincar area terbuka tersebut.
Brak!
Kara jatuh telungkup. Kedua tangannya berada di atas kepala. Tubuhnya tak bergerak seperti telah kehilangan kesadaran. Theo mendengus, mengendurkan pertahanan berjalan mendekati Kara.
Ketika Theo berjongkok untuk memeriksa keadaannya, Kara tiba-tiba saja membalikkan badannya. Mata biru indah itu menatap dengan tajam, membuat Theo sempat terpaku selama beberapa detik. Memanfaatkan kesempatan, Kara mencengkeram bahu Theo erat-erat. Dia menarik tubuh Theo ke bawah, kemudian menyikutnya dengan lutut yang bebas.
Uhuk! Uhuk!
Theo terbatuk. Jatuh terlentang ke atas tubuh Kara. Serangan berikutnya tidak menunggu, Kara langsung mendorong lengannya ke leher Theo, membalikkan posisi mereka. Mendorong tubuh besar itu lantai, terus mencekik Theo tanpa ampun.
Matian-matian Theo meronta. Tangannya berusaha melepas tangan Kara yang berada di lehernya. Cakar tajam Theo dia keluarkan, merobek tangan Kara dengan putus asa. Amisnya bau darah menyeruak keluar, tapi tak sedikit pun dorongan itu mengendur. Rasa sakit tak membuat Kara berhenti, tubuhnya sudah terbiasa menahan segala rasa sakit selama masih berada di dalam sebuah pertarungan.
Ekspresi wajah dingin tanpa kenal kasihan itu baru pertama kali Theo lihat. Tatapan buas selayaknya monster sesungguhnya itu membuatnya terpukau, tapi Theo paham jelas ... bila ini bukan saatnya jatuh hati.
Napas Theo sudah mulai putus-putus. Paru-parunya mengempis, menjerit menginginkan udara. Rasa sakit yang tersampaikan membuat otaknya bekerja keras memikirkan cara untuk lepas. Di saat itulah, Theo melihat celah sesungguhnya.
Bagian belakang Kara terbuka. Kakinya berada di dekat d**a Theo, bekerja sebagai penopang keseimbangan tubuh selama pria itu menggunakan seluruh beban tubuhnya untuk menekan Theo.
Theo mengangkat kedua kakinya, menabrakkan lututnya pada tulang ekor Kara. “Argh!” Pria itu menjerit, terjungkal ke depan Theo. Kunciannya terlepas, membebaskan Theo.
Theo langsung berguling ke samping, menghirup sebanyak-banyaknya udara. Dia tersenyum culas saat Kara menoleh padanya. Tatapan tajam pria itu kini dipenuhi oleh kekesalan, sebuah kekalahan kecil yang ingin segera dia balikkan.
“Sudah cukup, Kara. Kalian akan mengacaukan pestaku. Tak ada yang mau melihat perkelahian antara Pemimpin Sektor di acara amal.” Namun, Shion kembali menghentikan mereka. Kali ini Shion bersungguh-sungguh menarik tubuh Kara, menahannya agar tidak menyerang lagi.
“Tenangkan dirimu. Anggap ini permohonanku, oke?” Shion memohon, menggunakan hubungan persahabatan mereka untuk menekan Kara. Kalau dia tidak bertindak sekarang, masalah ini akan menjadi perang antara sektor. Mumpung Kara dan Theo berada dalam posisi imbang, maka tidak akan ada dampak politik jika pertarungan mereka dihentikan sekarang.
Kara tidak menjawab, dia membuang muka sembari merapikan pakaiannya.
Theo juga telah berdiri. Dia masih bisa tersenyum dengan culas. Arah pandangannya jelas tertuju langsung pada Kara, tapi tidak ada lagi niat untuk menyakiti.
Sejak awal yang Theo inginkan dari Kara adalah tubuhnya. Selain itu, dia juga harus memikirkan dampak kalau sampai kalah saat ini. Keadaan tidak sebaik yang dia perkirakan di awal. Kekuatan Kara terlalu menakutkan untuk hitungan seorang kucing kecil.
“Kau juga berhentilah, Theo. Aku tidak memberi izin kalian bertarung di wilayahku. Hargai aku sebagai tuan rumah, mengerti?”
“Baiklah. Tak masalah.” Theo memanfaatkan perkataan Shion untuk mundur tanpa merendahkan harga dirinya.
Malam ini Kara boleh lolos darinya, tapi tidak di pertemuan berikutnya. Bila mereka bertemu kembali, Theo bersumpah akan menyeret pria cantik itu ke dalam dekapannya.
Sebaliknya, Kara bersumpah untuk tidak akan bertemu lagi dengan Theo. Dia tidak akan membiarkan bibit cinta itu tumbuh. Hari ini masih bagus, mulut kurang ajar Theo berhasil memancing emosinya. Lain kali, mungkin saja yang terpancing adalah kelemahannya pada pesona Theo.