"Zaky ... Zaky, tunggu." Clary mencoba mensejajarkan langkah dengan laki laki itu. Pria it uterus mengabaikan Clary setelah apa yang dikatakan gadis itu tadi.
"Hei, setidaknya dengarkan aku dulu." Ia berhenti sejenak, tetapi laki-laki itu tetap tak menggubrisnya. Malah semakin jauh melangkah meninggalkannya. Clary pun hanya bisa mendengkus kesal. Kalau saja ia tak berjanji pada wanita itu, maka tak sudi rasanya ia mengejar-ngejar pria sekelas Zaky.
"Zaky!" teriak gadis itu lagi. Namun, hasilnya tetap saja nihil, pemuda itu malah tak melirik ke arahnya sama sekali. Rasanya Clary ingin membunuh Zaky, jika saja itu tak melanggar hukum. Clary pun terpaksa kembali berlari mengejar pemuda itu.
"Zaky, dengar!" ucap gadis itu tegas sambil berdiri di depan pemuda itu, matanya menatap intens pemuda di depannya. Napasnya tersengal,sebab ia harus mendapatkan Zaky seperti tekadnya. "Setidaknya temui dia sekali saja, berikan dia kesempatan untuk sekedar bicara."
"Minggir kau!" Zaky malah menghardiknya, membuat Clary sedikit terkejut. Namun, bukannya memundurkan langkah ia malah lebih menajamkan tatapannya.
"Tidak!" teriak Clary kemudian. Ia tak mau mengalah.
"Apa maumu, haah!?Jangan kau pikir hanya karena aku besikap baik padamu lalu kau merasa berhak mencampuri urusanku!" bentak Zaky akhirnya menatap nyalang pada gadis itu.
"Minggir kau sebelum aku benar benar bertindak kasar padamu." Zaky melangkah menabrak Clary yg berdiri di depannya dan bergeming melihat kemarahnnya. Gadis itu memang keras kepala.
Benturan yang dilakukan Zaky atas tubuh Clary membuatnya terpaksa menyingkir, tetapi ia masih juga belum mau menyerah. "Setidaknya berikan dia kesempatan kedua Zaky, semua orang layak mendapatkan sebuah kesempatan kedua, karena terkadang kita pun membutuhkannya," ucapnya lembut, tetapi dengan menaikkan satu oktaf suaranya agar pemuda yang berjalan dalam kemarahan itu bisa mendengar suaranya.
Clary tak lagi berniat mengejar laki-laki itu. Zaky mau menemui ibunya atau tidak itu bukan urusannya lagi. Setidaknya ia sudah mencoba.
Sementara Zaky terus berlalu dengan sangat kesal. Dia tak mau mendengar apa lagi mencerna kata kata gadis itu. Menurutnya Clary sudah terlalu lancang. Zaky bahkan teringat bagaimana Clary menggagalkan taruhannya waktu itu karena kelancangannya. “Dasar, wanita sialan!” dengkusnya.
***
Zaky mematung di balkon rumahnya. Di sela jarinya terselip rokok yang mengebulkan asap. Terhitung ini sudah rokok yang kelima yang dihisapnya sejak datang dari kampus tadi. Kekesalannya pada Clary membuat Zaky memutuskan untuk menghisap rokok begitu banyak.
“Cih, kesempatan kedua? Jalang itu tak berhak mendapat kesempatan apa pun dariku,” gumam Zaky, kemudian menyedot batang rokoknya dan mengembuskan asapnya ke udara.
Ia kembali teringat pada masa lalunya, di mana wanita itu meninggalkannya hanya untuk berselingkuh dengan pria lain. “Dasar wanita jalang,” desisnya.
Zaky pun mengambil botor bir di atas meja dan meneguknya hingga tersisa setengah bagian. Lalu ia kembali mengisap rokoknya.
“Clary … memang apa yang wanita itu ketahui tentang hidupku, sok sekali. Padahal dia sendiri sebentar lagi akan menjadi jalang yang diperebutkan puluhan orang tiap harinya.”
Zaky tersenyum miring. “Kita lihat berapa banyak kau mampu melayani pria setiap hari, Clary. Jangan sampai kau kelelahan, karena setelah misi ini selesai, hidupmu akan berubah, Sayang. Kau akan dipenuhi dengan sensasi bercinta yang belum pernah kau rasakan sebelumnya.”
Setelah memikirkan hal-hal menjijikan itu, Zaky kembali menenggak minuman beralkohol itu sampai habis. Barulah menelepon seseorang untuk ia ajak berkencan malam ini.
***
Zaky merapikan penampilannya setelah menghabiskan malam panasnya dengan sang mucikari yang menjadi salah satu pemain gamer s*x. Wanita itu juga pernah menjadi rekan s*x Zaky sebagai bentuk kekalahannya ketika menaklukkan Wendy waktu itu, dan semua itu gara-gara Clary.
“Mau pulang sekarang, heum?” tanya wanita umur empat puluhan itu. Ia memeluk Zaky dari belakang, mencoba bersikap manja.
Sejatinya dalam hati Zaky sudah merasa muak. Namun, wanita itulah satu-satunya harapan yang tetap bisa membuatnya hidup enak, pasca kekalahannya waktu itu.
Gara-gara kalah taruhan Zaky memang sudah kehilangan seluruh kekayaan yang di atas namakan dirinya. Termasuk juga 30% saham di perusahaan ayahnya. Untunglah mucikari itu bisa menanggulangi semuanya. Bahkan menutupi kebobrokan hidupnya di depan sang ayah, hingga ayahnya tak pernah tahu kalau kehidupan putranya di Jakarta itu sangat melarat dan memprihatinkan.
“Kenapa, Sayang?” Zaky mengelus kedua tangan mucikari itu, dengan berkata manis, seolah semua yang diucapkannya itu nyata. “Kamu masih mau lagi?” tanya Zaku, kemudian membalik badan. Tubuh wanita itu masih polos tanpa busana. Kini menempel sempurna di d**a bidang Zaky yang sudah berbalut baju kaos.
Zaky menyambar bibir wanita itu dan melumatnya dalam waktu yang lama, sampai wanita itu terengah. “Kita akan melakukannya lagi lain kali, sekarang kau harus istirahat.” Zaky pun mengangkat wanita itu dan menidurkannya di ranjang.
“Malam ini sudah cukup, ya,” ujarnya halus, hingga meski mucikari itu tak rela, tetapi ia tetap membiarkan Zaky pergi meninggalkannya.
“Handsome,” panggil wanita itu. “Aku sudah transfer uang ke rekeningmu. Apa kau sudah melihatnya?”
Zaky menoleh, sembari melempar senyum hangat pada wanita mucikari itu. “Terima kasih, Sayang,” ucapnya.
*
Zaky melangkahkan kaki menuju supermarket, setelah memarkir motornya di tempat yang disediakan. Setelah menghabiskan malam panas dengan sang mucikari, kini ia merasa sedikit lapar. Itulah kenapa kini ia menjelajah rak mie. Zaky merasa malas untuk makan di restaurant seorang diri, jadi memakan mie menjadi keputusan terbaiknya.
Netra pemuda itu masih fokus melihat-lihat jenis mie yang akan dipilihnya, ketika indranya mendengar percakapan seseorang di rak sebelahnya. Sejenak ia mematung, diam. Entah kenapa pikirannya kini malah membawanya mengingat Clary. “Kesempatan kedua?” gumamnya pelan. “Haruskah aku mencobanya? Bukankah sudah sejak lama aku juga ingin tahu alasan wanita sialan itu begitu tega meninggalkanku dan keluarganya.”
Zaky mematung cukup lama, hingga kemudian ia menarik napas panjang, dan mengambil beberpa mie dengan rasa yang berbeda. Setelah merasa semua yang dibutuhkannya sudah ia dapatkan, Zaky pun kembali ke rumahnya. Sudah diputuskannya, besok ia akan menemui Clary. Ada hal yang harus ia selesaikan dengan gadis itu.
Seorang pemuda tampak berdiri mematung di depan mesin penjual minuman, tak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Mungkin ia sedang bingung memilih minuman yang ia mau atau mungkin ia sedang bingung tentang perasaannya dan bimbang dengan keputusan yang akan diambilnya.
"Selamat siang, Zaky." Terdengar suara lembut seorang gadis menyapanya. Langkah kaki gadis itu terhenti di samping Zaky. Zaky yang sudah mengenali suara gadis itu, enggan untuk menoleh. Ia masih merasa kesal dengan kejadian kemarin.
"Kenapa diam saja? Kau sudah memilih minumannya?" tanya gadis ramah, mengabaikan Zaky yang berdiri tak acuh. Masih belum mau menyerah sang gadis kembali membuka suara.
"Aahh biar kupilihkan, kau suka Sprite, ‘kan, dan aku suka diet coke." tangan gadis itu mulai memasukkan coin dan memilih dua minuman dingin yang disebutkannya. Sementara Zaky masih bergeming di tempatnya.
"Ini …." gadis manis itu mengacungkan sekaleng Sprite dingin ke arah Zaky, wajahnya tersenyum manis menampilkan ekspresi tanpa dosa, seolah olah ia sudah lupa dengan kesalahan yang dibuatnya kemarin.
Dalam diamnya, Zaky menanggapi minuman itu membuka dan meneguknya hingga tandas.
Sementara gadis manis itu tanpa sadar menatap lekat pergerakan jakun Zaky saat meneguk minumannya. Kenapa dia terlihat sangat seksi ... aahh jaga dirimu Clary, batin gadis itu sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
Zaky melirik sekilas pada gadis di sebelahnya, sedikit mengerutkan dahi keheranan menatap tingkahnya. Ada apa dengannya? batin Zaky. Namun, sedetik kemudian Zaky kembali ke mode acuhnya.
Pria itu masih mengabaikan Clary, ia melangkah dengan tak acuh meninggalkan gadis itu. Namun, siapa yang menduga Clary malah mengejarnya. Sepertinya Clary masih belum mau menyerah untuk membuat Zaky berubah pikiran akan keputusannya kemarin.
"Dari tadi diam saja, masih marah, ya?” Zaky masih mengabaikannya. Clary pun mempercepat langkahnya guna menyamai posisi Zaky. “Zaky, ayolah, aku minta maaf. Apa kau tak mau memaafkanku?”
Mendengar ucapan Clary, Zaky bukannya luluh, tetapi masih juga memacu tungkainya berderap menjauh.
"Hhhh ... ternyata kau kalau marah susah dibujuk, ya." Clary sedikit bergumam, ia mulai kesal dengan sikap Zaky yang keras kepala.
"Zaky, ayolah, jangan marah terlalu lama, aku sudah meminta maafkan. Baiklah aku janji tak akan memaksamu lagi, juga tak akan ikut campur lagi dengan urusanmu.” Clary yang terus diabaikan pun mencebik kesal. Ia menghentak kaki, dengan cemberut.
Zaky pun sedikit melirik, kemudian kembali mengalihkan pandangan dari arah gadis di debelahnya. Sejatinya ia kini merasa gemas dan geli melihat tingkah Clary yang malah merajuk seperti anak kecil.
Namun, meski begitu Zaky tetap berusaha tak terpancing. Ia bejalan menuruni anak tangga yang mengarah ke luar gedung, sebab jam pelajaran mereka memang sudah selesai.
Awalnya Zaky perpikir kalau Clary tak akan menyusulnya, tetapi rupanya pria itu salah. Gadis manis itu masih tetap mengikuti langkahnya. "Hei ... katakan padaku apa yang bisa kulakukan agar kau tak marah lagi? Kita tak mungkin terus marahan bukan, bagaimana dengan pementasannya jika seperti ini."
"Memangnya kau bisa melakukan apa yang aku inginkan? Yakin kau mau melakukannya?" Zaky akhirnya menghentikan langkah dan berbalik menghadap Clary yang berdiri satu tingkat di atasnya.
Clary sedikit terkejut karena Zaky tiba tiba membalik badan.
"Hhmm … itu ... aku ...." Ia tergagap. "Asal tak melanggar hukum akan aku lakukan," jawabnya kemudian dengan wajah sedikit tegang.
Zaky menatap lekat ke manik mata Clary yang berada kini sejajar karena posisi tangga yang membuat Clary terlihat lebih tinggi dari biasanya. Pria itu mengulum senyum, dengan netra memancarkan sesuatu yang tak bisa ditebak oleh sang gadis.
"Baiklah … aku ingin kau jadi pacarku … apa itu melanggar hukum?" tanya Zaky, yang membuat Clary langsung diam membeku menjadi batu. Ia tak menyangka Zaky akan mengatakan hal seperti itu. Jantungnya tiba-tiba berdetak dengan sangat cepat, sedangkan Zaky malah menatapnya lebih intens.
"Aahh ... uuhhh ... itu ...." Clary benar benar gugup.
"Kalau tidak bisa, ya, sudah aku tak memaksa!" ketus Zaky lalu memutar tubuhnya dan melangkah menjauh.
Sial ada apa dengan pemuda itu, batin Clary. "Hei tunggu …!" teriaknya kemudian saat mengetahui Zaky sudah berada jauh di bawah.
"Zaky kau jangan main-main aku tak suka kau bermain-main seperti ini" Clary mulai bisa mengejar langkah Zaky yang panjang dengan kaki jenjangnya.
"Aku tak main-main, aku serius dengan ucapanku tadi," jawab Zaky tak acuh dan terus melangkah tanpa menoleh.
"Tapi ...."
"Hubungi aku jika kau sudah mendapatkam jawabannya, saat itu akan kuberikan juga jawaban atas permintaanmu kemarin," ucap Zaky sambil mengenakan semua atribut berkendarannya. Barulah ia menancap gas motor sportnya meninggalkan Clary yg masih diam di tempat.
"Dia sudah gila ...," desis Clary dengan raut kebingungan.
TBC.