14.Berkepribadian Ganda

1952 Kata
“Kak Lita, aku mau itu dong…” pinta Kevin sambil menunjuk ke sebuah mainan mobil-mobilan kecil yang dipajang di etalase toko. Alita langsung menoleh ke arah toko yang ditunjuk Kevin. “Kamu kan udah punya banyak De di rumah. Masa mau beli lagi?” “Ya udah deh Ka…” sahut Kevin sambil terus mengikuti langkah kakak perempuannya itu. Baru berjalan beberapa langkah, Alita menoleh ke arah Kevin. Tak ada ekspresi aneh yang ditunjukkan, lalu menoleh ke toko yang ditunjuk Kevin tadi. Alita menghentikan langkahnya. “Kamu beneran mau itu De?” tanya Alita pada Kevin yang ikut berhenti. “Hehe… ngga papa kok Kak. Ngga jadi. Kan udah punya banyak di rumah,” jawab Kevin dengan senyum manisnya. “Yuk, Kakak beliin.” Alita mengulurkan tangannya untuk mengajak Kevin kembali ke toko tadi. “Beneran Kak?” Terlihat ekspresi gembira dari wajah Kevin. “Yeee!!! Makasih Kak!” teriak Kevin sambil berjingkrak. Ia pun langsung menyambut uluran tangan Alita dengan senyumnya yang mengembang. Kevin memang tidak pernah memaksa jika menginginkan sesuatu. Pola pikirnya sangat dewasa di atas usianya dan selalu menjadi anak yang penurut. Sangat kontras dengan sifat Alita. Jika keinginanya tidak dituruti, ia pun tak pernah memaksa, apalagi menunjukkan wajah kesalnya. Itulah yang membuat Alita tidak tega dan akhirnya selalu mengalah dan menuruti keinginan Kevin. Mungkin seperti itu juga yang dilakukan Hardjono dan Sarah, bukan bermaksud memanjakannya. “Nad!” panggil Alita keras. Nadine yang tengah asyik dengan ponselnya terlihat kaget dan langsung menoleh ke belakang. Ia baru menyadari bahwa ia sudah berjalan jauh neninggalkan Alita dan Kevin di belakangnya. “Gue beli mainan dulu!” lanjut Alita sambil menunjuk ke salah satu toko. “Eh, eh, gue ikut Ta!” Sahut Nadine tak kalah keras sambil berlari menghampiri Alita dan Kevin. Weekend ini Alita menepati janjinya untuk menemani Nadine membeli accessories sekaligus jalan-jalan di mall Pondok Indah. Ia juga mengajak Kevin bersamanya. Lagi pula kedua orangtuanya sedang tak ada di rumah. Ia kasihan jika Kevin sendirian di rumah walaupun ada Bi Minah dan Pak Jupri. “Mau yang mana?” tanya Alita saat mereka sudah berdiri di depan etalase. “Mau yang ini Ka…” tunjuk Kevin ke sebuah mainan mobil-mobilan berwarna merah. “Mau yang ini ya Mba,” kata Alita pada pelayan toko. “Baik Kak. Pembayarannya langsung di kasir ya Ka,” ucap pelayan toko itu ramah. “Ta! Lo kok ngga bilang-bilang sih. Gue jalan sendirian kaya orang ‘ogeb’,” sungut Nadine. “Ya lo kan lagi sibuk, ntar gue gangguin lagi,” sindir Alita. “Ih, elo Mah…” sahut Nadine sambil menyikut lengan Alita. Alita melangkahkan kakinya menuju kasir, membayarnya, lalu menyerahkan paper bag berisi mainan itu pada Kevin. “Makasih Kak,” ucap Kevin sambil memeluk Alita. Karena tubuh Kevin yang pendek ia hanya bisa melingkarkan tangannya di pinggang Alita. “Aaaaa… Keviinnn… kenapa sih lo selalu sweet banget. Coba deh gue ounya cowo kaya lo gini…” celetuk Nadine dengan nada manja. “Kenapa sih ngga lo aja yang lahir duluan daripada kakak lo,” lanjut Nadine sambil memeluk Kevin dari belakang. Secepat kilat Alita langsung menarik tubuh Kevin menjauh. “Heh, jangan rusak masak masa depan adek gue. Adek kesayangan gue nih,” “Hemm… galak ya Vin baby sitter lo. Eh, makan dulu yuk… laper nih. Kevin mau makan apa?” tanya Nadine pada Kevin. Menjadi yang paling kecil di antara yang lain memang selalu terasa istimewa dan diistimewakan. Nadine dan Rangga pun menganggap Kevin seperti adik mereka sendiri. “Mmm… mau ayam goreng boleh ngga Kak?” “Boleh dong, yuk…” *** Baru saja beberapa langkah memasuki restoran ayam goreng cepat saji, Alita, Nadine, dan Kevin dikejutkan dengan suara teriakan seorang laki-laki di dalam restoran itu. Sepertinya ia tengah memarahi seorang pelayan resto. “Lo liat nih! Buka mata lo lebar-lebar! Lo mau bikin malu gue dengan baju kaya gini! Hah?!? Bisa lo tanggung jawab!” teriak laki-laki itu seperti kesetanan. Semua yang ada di dalam resto itu bisa mendengar dengan jelas, cacian dan makian yang dilontarkan laki-laki itu, termasuk Alita. Tentu saja membuat suasana resti menjadi tidak kondusif. “Ini ada apa ya Mba di dalem?” tanya Alita pada salah seorang pelayan yang tengah membersihkan meja bekas makan customer. Alita hanya bisa mendengar suaranya karena pria itu berada di bagian dalam resto dan terhalang oleh sekat kaca buram. “Itu Kak, temen kita ngga sengaja nabrak orang, dan orangnya marah-marah,” terang pelayan itu. “Oh…” “Mau ke mana Ta? Ya udah, pindah aja yuk! Serem gue,” ucap Nadine seraya berbisik sambil merangkul pundak Kevin. “Bentar,” jawab Alita sambil terus melangkahkan kakinya masuk lebih dalam. Ia penasaran dengan apa yang terjadi. Dilihatnya seorang pria bertubuh tinggi berdiri membelakanginya sambil membersihkan kemejanya yang sepertinya terkena kotoran atau tumpahan air. Di bawahnya tergeletak sebuah nampan kayu yang di atasnya sudah berserakan beberapa porsi nasi, ayam, dan minuman. Beberapa di antaranya terjatuh di atas lantai. Beruntung tidak ada barang pecah belah karena semua menu makan di restoran itu menggunakan kemasan piring kertas atau paper cup. Sementara di depannya seorang laki-laki yang tak begitu tinggi dengan setelan pakaian putih hitam berdiri tertunduk di depannya dengan raut wajah ketakutan. Ia pun terdengar sudah beberapa kali minta maaf, tapi sepertinya pria itu tak menggubrisnya. Ia terus saja memaki-maki pelayan resto itu. Astaga, gitu aja pake marah-marah ngga jelas. Tinggal di cuci juga bersih, gerutu Alita dalam hati. Ia ikut kesal melihat kelakuan pria arogan itu. Terlihat seorang manager restoran turun dari lantai dua dengan tergesa-gesa. Ia langsung meminta maaf atas ketidak sengajaan yang dilakukan salah seorang karyawannya dan berusaha menyelesaikan dengan cara kekeluargaan. “Lo pikir dengan lo minta maaf bisa balikin baju gue jadi bersih?!?” Heugh! Belagu banget sih jadi orang!” Alita ikut gemas. Ingin rasanya ia menggampar pria itu. Baju bagian depannya memang terlihat basah dan kotor. Sepintas ia bisa melihatnya saat pria itu agak menyerong. Rupanya baju bagian ddepannua tersiram air coca-cola. Memang butuh waktu untuk membersihkannya, atau mungkin saja nodanya tidak akan bisa hilang, apalagi kemeja yang dikenakannya berwarna krem, akan terlihat sangat mencolok. Tapi bukan erarti ia bisa marah seperti itu seenaknya, pikir Alita. “Sekali lagi kami memohon maaf Mas atas ketidaknyamanan ini. Kejadian ini akan menjadi sebuah pembelajaran bagi kami, dan kami akan berusaha lebih hati-hati lahi. Apa bisa kita selesaikan masalah ini di ruangan saya? Kami janji, kami akan mengganti seluruh kerugian yang Mas alami,” kata manager itu dengan sangat sopan. “Aah! Ngga perlu. Gaji kalian aja ngga cukup buat beli kemeja ini! Tau?!?” Whatt?!? Hei, sombong sekali anda! Baru saja Alita hendak melangkahkan kaki untuk menghampiri pria itu. Pria itu terlihat berbalik badan, hendak pergi meninggalkan resto. Seketika Alita membulatkan matanya lebar. Ia terlihat kaget hingga mulutnya ternganga melihat wajah pria itu. Bima??, batin Alita. Pandangan Alita mengikuti langkah Bima hingga melintas tepat di depan matanya, tapi sepertinya Bima terlalu fokus ingin segera pergi dari tempat itu tanpa menoleh. Ia berjalan keluar dengan cepat hingga tak sengaja menabrak bahu Kevin yang berdiri di samping pintu masuk hingga Kevin terdorong beberpaa langkah. “Hei! Liat-liat dong!” teriak Alita sambil berjalan cepat menghampiri Kevin. Kali ini ia tak bisa menahan diri karena sekarang adiknya lah yang menjadi korban. Mendengar teriakan Alita, Bima langsung menoleh tanpa menghentikan langkahnya, dua detik kemudian ia kembali fokus ke depan. Alita benar-benar tak percaya, Bima sama sekali tak menyapanya, padahal jelas-jelas tadi ia memandang ke arahnya. “Lo ngga papa De?” tanya Alita sambil memegang kedua lengan Kevin dengan kedua tangannya, memastikan Kevin baik-baik saja. “Ngga papa kok Kak…” Alita kembali menatap Bima yang sudah jauh melangkah hingga menghilang di balik pintu lift. Alita benar-benar tak habis pikir, Bima yang begitu baik, begitu ramah, dan tidak mungkin menyakiti hati dan perasaan seseorang, tiba-tiba saja berubah menjadi sosok yang kasar, angkuh, dan arogan. Sangat jauh berbeda dengan Bima yang ia kenal. Hingga nasi ayam favorit di depannya pun tak begitu ia nikmati. Pikirannya masih terfokus pada Bima. Saat Nadine mengambil kulit ayam kesukaan Alita di piringnya saja, ia diam saja. “Lo kenapa sih Ta?” Melihat Alita diam saja, ia kembalikan lagi kulit ayam Alita ke dalam piringnya. “Ngga papa kok,” jawab Alita sembari mencomot kulit ayam yang baru dikembalikan Nadine, lalu memakannya. *** Sudah tiga hari berlalu sejak Alita melihat Bima marah-marah di restoran ayam goreng cepat saji itu. Setiap sore itu pula Alita selalu menununggu di jalanan depan rumah, berharap Bima melintas di depan rumahnya. Ia sudah tidak sabar menunggu pertemuannya dengan Bima yang sudah disepakati lima hati lagi. Itu pun Alita tidak yakin Bima akan datang setelah ia memergokinya tengah mengamuk di restoran. Walaupun tidak setiap hari, tapi Alita cukup sering bertemu dengannya di komplek perumahan. Ia ingin meminta penjelasan atas sikapnya yang sangat menyebalkan itu. Jujur Alita sangat kecewa. Ternyata seseorang yang selalu bersikap baik dan ramab di depan kita, belum tentu baik pula di depan orang lain. Beberapa orang menyebutnya ‘pencitraan’. “Non, lagi ngapain Non di depan rumah?” tanya Bi Minah sambil memegang sapu lidi di tangannya, hendak menyapu halaman. Ia keluar ke jalan karena melihat pintu gerbangnya terbuka. “Ngga papa Bi… lagi nunggu abang bakso lewat,” jawab Alita berbohong. “Biar Bibi aja yang nungguin Non, nanti kali lewat Bibi panggil.” “Ngga usah Bi… aku juga lagi ngga ngapa-ngapain kok.” “Oh, baik Non…” Sejak Alita kehilangan ingatannya pada bi Minah, sikapnya pada Bi Minah jadi sangat sopan, dan itu membuat hubungan mereka menjadi dekat. Alita yang biasa bersikap santai dan menyebut dirinya ‘gue’ di depan Bi Minah, kini menyebutnya dengan kata ‘aku’, jauh lebih enak didengar. Sambil menunggu, Alita berjalan-jalan di sekitar komplek sambil pandangannya terus menelisik ke setiap sudut jalan. Ia langsung menoleh setiap kali seseorang muncul dari persimpangan. Sesekali ia berjongkok di tepi jalan karena kakinya lelah. Rupanya hari ini keberuntungan berada di pihaknya. Setelah satu jam menunggu, akhirnya dari kejauhan, Alita melihat Bima muncul dengan berjalan kaki seperti biasa. Pandangan Bima pun langsung tertuju pada Alita. Dan seperti biasa pula, Bima langsung mengumbar senyum begitu melihat Alita. Cih! Dasar bermuka dua! Batin Alita. Ia sama sekali tak menunjukkan keramahan pada Bima yang berjalan semakin dekat ke arahmya. “Assalamualaikum…” sapa Bima ramah ketika Alita sama sekali tak menyapanya, bahkan mata Alita menatap tajam ke arahnya. “Ngapain lo senyum-senyum? Ngga marah-marah lo?” tanya Alita ketus. Bima yang sedari tadi mengumbar senyum ramah langsung terdiam mengatupkan kedua bibirnya. “Lho, emangnya siapa yang marah-marah?” tanya Bima heran. “Ooh… jangan-jangan lo punya kepribadian ganda lagi??” tuduh Alita. Sepintas Alita melirik ke orang-orang yang melintas di samping mereka. Selalu saja orang-orang itu memandang aneh. “Lo kenapa sih, gue dateng tiba-tiba marah-marah? Takut ak, gue balik aja,” sahut Bima dengan nada santai sambil melangkah, hendak pergi meninggalkan Alita. “Gue udah nungguin lo dari kemarin. Gue mau minta penjelasan sama lo!” Teriak alita lagi. “Tunggu!” Alita hendark menarik tangan Bima karena ia terus saja melangkah pergi. Tapi……. Alita terdiam dan memperhatikan kedua tangannya, lalu menatap heran ke arah Bima. Cukup lama. Sementara Bima hanya diam sambil tertunduk. “Lo…??” Alita tak meneruskan ucapannya. Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri, sekujur tubuhnya terasa kaku. Tak ada kata yang bisa ia ucapkan lagi. Ia berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi sepertinya otaknya belum bisa berpikir sejauh itu. Ia tak bisa menyentuh Bima! Tangannya menembus bagian tubuh Bima begitu saja. “Kalo lo mau tau siapa gue? Lo dateng aja ke rumah sakit di mana dulu lo di rawat,” ucap Bima pelan. Setelah itu ia meninggalkan Alita yang masih berdiri mematung menatapnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN