1. Prolog
Terdengar keributan di dalam rumah milik keluarga Hardjono. Semua saling berbicara dengan nada tinggi mengeluarkan argument nya. Alita yang merasa dipojokkan kembali berbicara dengan nada keras kepada kedua orangtuanya.
“Alita ini sudah besar pah, mah! Alita ngga mau diatur-atur! Lebih rendah siapa, seorang laki-laki dan perempuan yang menikah karena perempuannya hamil diluar nikah!” teriak Alita seperti kesetanan.
“Lancang kamu Alita!” sebuah tamparan keras mendarat di pipi Alita. Seketika semua terdiam dan mematung. Alita syok, tak menyangka ibunya akan melakukan hal itu. Senakal-nakalnya Alita, mencubitpun tak pernah ia lakukan.
“Alita bakal inget ini terus mah seumur hidup Alita.” Kata Alita dengan nada getir, ia beranjak dari sofa tempat duduknya sambari memegang pipinya yang sedikit memerah. Ia berjalan cepat menuju kamarnya di lantai dua dan berganti pakaian. Tak lupa ia mengambil hoodie yang tergantung di balik pintu kamarnya dan kembali menuruni tangga. Diambilnya kunci mobil miliknya yang tergeletak di meja kecil disamping pintu utama.
“Mau kemana kamu Alita?! Ini sudah malam!” tanya ayahnya dengan nada masih sedikit emosi.
Alita tidak menjawab sepatah katapun. Tanpa pamit ia keluar sedikit berlari ke arah pintu dan membantingnya dari arah luar, kemudian memacu mobilnya menuju cafe yang sering ia datangi bersama Kenzo, kekasihnya yang sudah dipacarinya selama hampir 3 tahun.
Hubungan Alita dengan Kenzo mendapat pertentangan dari orangtua kedua belah pihak karena perbedaan agama. Ditambah lagi kedua orangtua Kenzo menganggap keluarga Alita tidak sepadan dengan keluarga mereka. Namun, Alita dan Kenzo bersikeras mempertahankan hubungan mereka. Mereka begitu saling mencintai dan menyayangi, tidak ada yang bisa memisahkan keduanya. Mereka pun berjanji untuk berjuang demi hubungan mereka.
Alita memarkir mobilnya tepat di depan cafe, tanpa mematikan mesin mobilnya ia mengambil telefon genggamnya di saku samping hoodienya. Ia mencari nama “Luv Kenzo” di kontaknya. Ketemu! Lalu ia menelfonnya. Tiga kali panggilan, namun tak ada jawaban. Alita terlihat kesal. Ia membanting telefon genggamnya ke arah jok mobil belakang. Sial! Kemana sih Kenzo, gerutu Alita dalam hati. Ia menundukkan kepalanya di setir mobil dan memejamkan matanya, mencoba menenangkan diri.
Duapuluh menit berlalu, Alita memutuskan masuk sendiri ke dalam cafe. Tenggorokannya sudah cukup kering setelah tadi bertengkar dengan orangtuanya dengan berteriak-teriak. Ia mematikan mesin mobilnya, baru saja membuka pintu, telefon genggamnya berdering. Ia mencoba meraba-raba jok bagian belakang untuk mengambil ponselnya. Akhirnya Kenzo menghubunginya. Alita masih kesal. Ia menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
“Kemana aja sih lo?” tanya Alita ketus.
“Iya kenapa sayang?” tanya Kenzo di ujung telefon dengan nada berbisik.
“Kenapa ngomongnya bisik-bisik. Lo dimana?”
“Dirumah, bentar ya sayang. Lagi ngobrol sama bokap nyokap. Nanti gue telfon lagi.” Jawab Kenzo.
“Pokoknya gue tunggu di cafe biasa. Awas kalo ngga dateng.” Kata Alita masih dengan nada ketus, lalu mematikan sambungan telefonnya dengan kasar.
Alita memutuskan untuk menunggu Kenzo di dalam cafe dan memesan segelas mocktail. Sengaja ia memilih tempat duduk di sudut belakang untuk menghindari perhatian orang.
***
Kenzo kembali duduk di meja makan untuk melanjutkan makan malamnya bersama kedua orangtua dan dan kakaknya.
“Kamu telfon siapa? Perempuan itu?” tanya Liliana, ibunda Kenzo dengan nada santai sambil menikmati makan malamnya.
“Daniel mah…dia minta Kenzo kerumahnya, mau ada yang dibahas soal tugas kuliah mah.” Jawab Kenzo berbohong, ia tak berani menatap ibunya.
“Daniel? Kamu yakin?” Liliana menatap tajam kearah Kenzo. Kenzo berusaha terlihat santai agar tidak menimbulkan pertanyaan lain. “Masa Kenzo berani bohong sama mamah.”
“Mamah liat belakangan ini kamu udah ngga terlalu akrab dengan Daniel.”
“Sudahlah mah, kan mamah udah persiapkan pertunangan Kenzo dengan Sandra. Papah yakin Kenzo juga tidak mungkin mengecewakan kita, tidak mungkin mempermalukan kita di depan para tamu undangan. Lagipula mana mungkin Kenzo mau kehilangan semuanya hanya demi perempuan itu. Betul kan Kenzo?” Triawan Adhitama, ayah Kenzo berbicara begitu tenang namun begitu menusuk dan mematikan, membuat Kenzo tak bisa berkutik.
“Ya pah…” jawab Kenzo dengan suara lirih nyaris tak terdengar. Ia kembali melanjutkan makannya dengan cepat agar segera bisa menemui Alita. Kenzo terlihat gusar menunggu yang lain selesai makan. Dalam tradisi keluarga Kenzo, jika salah satu anggota keluarga belum selesai makan maka keluarga yang lain tidak diijinkan meninggalkan meja makan.
Melihat sikap Kenzo yang gelisah, Kenzi berusaha menetralkan keadaan. “Kalau udah selesai makan pergi aja Zo, biar ngga kemalaman, kasian Daniel kalo kelamaan nunggu.”
“Kenzi?!” Liliana memandang tajam ke arah Kenzi, ia terlihat keberatan dengan perkataannya.
“Mah, kemarin aku ketemu Daniel kok, mereka memang ada tugas kuliah.” Kenzi berbohong agar Kenzo bisa pergi malam itu. Ia tau betul bagaimana perasaan Kenzo. Walaupun sebenarnya ia tau kalau Kenzo sudah tidak lagi berdamai dengan Daniel, karena perempuan yang bernama Alita.
Kenzi adalah kakak sulung Kenzo dan Kezia. Saat ini ia bekerja di perusahaan milik keluarga sebagai wakil ditrektur. Pembawaannya yang tenang dan bijak membuat ia dianggap Kenzo sebagai malaikat penolongnya. Kenzi tidak memihak pada siapapun, tapi ia merasa kasihan kepada adik laki-lakinya itu karena terkekang dengan aturan keluarga mereka. Kedua orangtuanya mengharuskan anak-anaknya menikah dengan keluarga yang sederajat dengan mereka untuk kelangsungan bisnis dan martabat mereka. Sedangkan Kezia, anak kedua di keluarga Adhitama, memilih kuliah di luar negeri.
***
Sampailah Kenzo di parkiran Neoz Cafe, sebuah cafe elit di bilangan Jakarta Selatan. Kenzo memarkir Porche Panemara biru metalic nya tepat di samping mobil Alita. Ia menarik nafas panjang sebelum turun dari mobil. Ia sudah membayangkan apa yang akan terjadi setelah ia bertemu dengan Alita. Teringat kembali pesan Kenzi padanya.
Kakak tau ini pilihan yang sulit buat kamu, karena kakak pun pernah merasakan di posisi yang sama, dijodohkan dengan perempuan yang tidak kita cintai demi reputasi orangtua kita, sampai akhirnya kakak mengalami kegagalan. Kakak ngga mau kamu pun juga merasakan hal yang sama. Perjuangkan kalau memang kamu betul-betul mencintainya, jangan kecewakan dia, tinggalkan semua kemewahan ini. Tapi kalau kamu lebih memilih apa yang sudah kamu dapatkan dari kamu kecil, jujurlah pada Alita, jangan semakin mengecewakan dia dan berusahalah mencintai Sandra. Semua pilihan tergantung padamu, kakak selalu mendukung apa yang menjadi keputusan kamu.
Kenzo menyeret langkahnya yang terasa berat memasuki pintu masuk cafe. Matanya menyapu sekeliling sudut cafe mencari sosok gadis yang dicintainya itu. Terlihat ia duduk menyandar di salah satu sofa di sudut cafe sambil memainkan ponselnya. Gadis yang berpakaian sedikit tomboy namun tetap terlihat feminim dan menarik dengan rambut curly yang tergerai sebahu.
Kenzo mendekatinya dan duduk tepat di sisi Alita. “Udah lama?” tanya Kenzo kepada Alita yang masih diam menatap ponselnya tanpa mengubah posisi duduknya sedikitpun. “Maaf ya sayang, tadi kondisi di rumah tidak memungkinkan. Tapi gue tetep dateng kan.”
“Gue habis ribut lagi sama bokap nyokap gue.” Kata Alita dengan nada yang tidak santai. “Gue ditampar nyokap gue…demi loe.” Nada suara Alita sedikit meninggi. Secara tidak langsung ia ingin menegaskan seberapa besar pengorbanan yang telah ia lakukan demi hubungan mereka.
Kenzo hanya terdiam menunduk, lalu menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar, seolah tidak nyaman dengan situasi yang sedang ia hadapi. Ia terlihat ragu dengan apa yang ingin ia sampaikan.
“Iya gue tau, gue pun sayang banget sama lo. Lo tau itu kan?” Kenzo menegakkan posisi duduknya, ia memandang wajah Alita, lalu menggenggam tangan kanannya. Dibelainya rambut Alita dengan lembut dan ia kecup keningnya. Alita meletakkan ponselnya, tak seperti biasanya Kenzo memperlakukannya selembut ini, Alita merasa ada yang aneh pada Kenzo.
“Waktu gue udah gue kasih semua buat lo. Gue pun rela kehilangan sahabat gue demi lo. Tapi lo tau kan siapa yang ngga setuju sama hubungan kita? Sampe kapanpun sepertinya mereka ngga mungkin menerima hubungan kita.” Kenzo melanjutkan bicaranya.
“Maksud lo apa ngomong gini? Udah deh langsung ke poinnya aja.” Alita mulai kesal dengan ucapan Kenzo. Awalnya ia berharap Kenzo menghiburnya seperti yang sering ia lakukan.
“Sepertinya hubungan ini ngga bisa dilanjuin lagi…” kata Kenzo dengan suara datar.
“Apa???” Sontak alita menegakkan posisi duduknya, seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar. “Kamu ngomong apa sih? gila apa kamu? Selama ini perjuangan kita kamu anggep apa???” Alita tak bisa mengontrol intonasi suaranya hingga pengunjung cafe yang lain menatap sinis ke arah mereka.
“Maafin gue Ta. Lo masih inget Sandra kan? Pertunangan gue udah diatur sama bokap nyokap gue hari sabtu malam nanti tanpa sepengetahuan gue. Gue ngga bisa ngecewain mereka.” Kenzo bangun dari sandarannya dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Kenzo kembali menatap Alita yang semakin menunjukkan amarah dan kekecewaannya. “Gue ngga punya pilihan lain Ta. Maafin gue.”
“Bener-bener lo udah ngecewain gue.”
“Maafin gue Ta.” Kenzo tertunduk , tak berani lagi menatap mata Alita.
“Gue tau lo ngelakuin ini karna lo ngga mau kehilangan dunia lo, harta lo itu! Nyesel gue belain lo selama ini! Penghianat lo!” Alita mengambil gelas mocktailnya yang masih setengah, ia berdiri sambil menyiramkannya ke bagian d**a Kenzo, lalu meletakkan gelasnya dengan kasar di meja dan pergi meninggalkan Kenzo yang nasih belum selesai bicara. Ia menuju kasir dan meletakkan uang seratus ribu rupiah, lebih dari cukup untuk membayar satu gelas mocktail, lalu pergi begitu saja meninggalkan cafe.
Alita begitu kecewa dan marah dengan pilihan Kenzo. Perbedaan keyakinan dan restu orangtua yang menjadi benteng terbesar dari awal hubungan mereka akhirnya tidak bisa mereka hancurkan. Kenzo bagaikan kerbau dicucuk hidungnya, ia lebih memilih datang ke tempat pertunangannya dengan Sandra, gadis pilihan kedua orangtuanya. Pertunangan yang sudah direncanakan kedua orangtua Kenzo tanpa persetujuannya. Ancaman dihapusnya nama Kenzo Adhitama dari daftar ahli waris keluarga Adhitama, pemilik saham terbesar PT. Dirgantara Pasific sekaligus pemilik beberapa tempat hiburan di Jakarta, membuat nyali Kenzo menciut. Keluarga Adhitama menganggap Alita hanya dari kalangan biasa walaupun ayah Alita adalah seorang yang memiliki jabatan tertinggi di salah satu bank swasta di Jakarta.
Tak hanya Alita, Kenzo pun kecewa dan marah dengan dirinya sendiri, ia merasa tak bisa berbuat apa-apa untuk memperjuangkan cintanya terhadap Alita. Ia merasa tidak berguna. Tak bisa dipungkiri, Alita lah cinta pertamanya, walaupun sebelumnya sudah beberapa wanita singgah di hatinya.