33. You Are a Monster!

1895 Kata
BRAK Park Yiseo menutup matanya. Saat seseorang baru saja menutup lokernya dengan kasar. Gadis itu mendengkus, lantas memutar wajahnya ke samping. “What the hell are you,” gumam Yiseo. Tampak sepasang manik cokelat melebar. Memberikan pandangan nyalang pada Park Yiseo. Terdengar kertakan gigi dari rahang yang mengencang itu. Seketika ia menarik kerah kemeja Yiseo lalu memutar tubuh gadis itu. Mulut Park Yiseo terbuka, sedangkan matanya tertutup. “Ah!” Gadis itu mendesah sakit. Merasakan nyeri yang hebat di punggungnya. Seketika membuat Yiseo kembali membuka mata. “Apa-apaan kau, hah?!” Desisan itu terdengar mengerikan, tetapi tak sanggup menciutkan amarah Choi Yong Do yang telah meledak-ledak sejak semalam. Tampak rahang lelaki itu makin mengencang. Sehingga menampakan lekukan di sisi wajahnya. “Seharusnya aku yang bertanya. Apa-apaan dengan ucapanmu kemarin, hah?!” Choi Yong Do berucap dengan bibir yang mengencang. Sekencang cengkraman tangannya pada kerah kemeja Yiseo. Namun, bukannya takut atau merasa tak enak hati, Park Yiseo malah menyeringai. Dengan santai tangannya memanjat. Gadis itu melingkarkan kedua tangannya pada pergelangan tangan Yong Do. Terlihat kening Yong Do mulai mengerucut ke tengah. Perlahan-lahan mulutnya mulai terbuka, akan tetapi tak ada kalimat yang bisa keluar dari mulut pria itu. Manik cokelatnya bergerak. Menatap wajah sang gadis yang terlihat tampak begitu santai. Sesantai ia menarik sudut bibirnya ke atas dan menyunggingkan seringaian yang telah menjadi ciri khasnya. “He- hei … ap- ap!” Choi Yong Do menggagap. Lelaki itu tak bisa bergerak, atau menggerakkan anggota tubuhnya. Badannya terbeku selain rasa sakit yang timbul dari tangan dan menjalar cepat ke seluruh tubuh. Choi Yong Do berusaha keras menarik kedua tangannya dari cengkraman Park Yiseo, tetapi ia tak bisa. “Lepaskan aku!” desis Yong Do. Park Yiseo menelengkan wajahnya ke samping. “Kau yang menginginkannya. Kau yang duluan menyerangku,” ucap gadis itu. Choi Yong Do mendengkus. Matanya kembali melebar saat melihat telapak tangannya mulai berubah pucat. Dengan mata nyalang, ia menatap sepasang manik hitam di depannya. “Lepaskan aku. Dasar monster!” Seketika Park Yiseo terkekeh. Ia mendongakkan wajah dan membuka mulutnya. “Aish … jinjja!” Gadis itu menggelengkan kepalanya. Dia tertawa selama beberapa detik, lalu kembali menatap Choi Yong Do dan seketika wajahnya berubah. Tanpa ekspresi. “Akan kutunjukan bagaimana monster ini mematahkan tanganmu.” Mata Yong Do membesar. “What?!” pekiknya pelan. “Are fu’cking out of your mind!” “Ya!” bentak Yiseo. Membuat Choi Yong Do refleks menarik kepalanya ke belakang. “Aku seorang monster, bukan? Kau pikir apa yang bisa dilakukan monster selain melukai manusia. Oh, salah. Koreksi –KECOA– seperti dirimu,” ujar Yiseo. Gadis itu sengaja menekan kalimat ‘kecoa’ yang ia ucapkan dengan bahasa Korea. Choi Yong Do tak ingin menyerah. Lelaki itu kembali memberikan tatapan tajam penuh teror kepada Park Yiseo. Rahangnya mengencang. Dan selama beberapa detik, tak ada yang berbicara selain saling memberikan tatapan tajam. “Kau gadis paling gila. Paling sinting. Tidak berperasaan. Tidak tahu malu. Tidak bermoral dan mengerikan yang pernah ada di muka bumi ini. Dan aku bersumpah. Aku bersumpah kau akan mendapatkan ganjaran paling mengerikan. Semoga saja kau mendapat musibah yang tak bisa memulihkan tubuhmu kembali. Aku ingin kau diculik, dilecehkan atau tertabrak mobil sehingga kau mati dan tidak akan menggangguku lagi.” Park Yiseo tertawa sinis. Gadis itu menarik setengah alisnya ke atas. Sejurus kemudian ia mendekati wajah Yong Do kemudian berucap dengan nada paling dingin dan sinis, “Kau bukan Tuhan. Yang berhak atas diriku dan atas tubuhku selain Tuhanku adalah diriku sendiri.” Choi Yong Do terkekeh. Padahal tangannya sudah mati rasa. Dan bahkan pangkal bahunya terasa kram saat ini. “Ya, tapi aku akan berdoa juga pada Tuhanku agar dia menghukummu,” ucap Yong Do. Lagi-lagi ucapan lelaki itu membuat Park Yiseo tertawa dingin. “Tak ada Tuhan yang mau mendengar permohonan seseorang seperti dirimu, Gae Choi dong seakkia!” Park Yiseo mendorong tubuh Yong Do lalu melepaskan tangan pria itu dengan kasar. “Ah! Sshhh!” Choi Yong Do hanya bisa mendesis. Menahan rasa sakit pada sekujur tubuhnya. Kedua tangannya melemas pada kedua sisi tubuh. Sambil berdecak kesal, ia memutar wajahnya. Menatap punggung si gadis Park yang kini berjalan santai menjauhinya. “Dasar kepa’rat!” maki Yong Do. Da’danya naik turun melepaskan napas yang berembus cepat. Lelaki itu masih membungkuk. Membiarkan tangannya menggantung di kedua sisi tubuhnya. “Sial!” Choi Yong Do terus memaki. “Dasar monster.” Dan bergumam. Lelaki Choi itu tak mengerti dengan kekuatan yang dimiliki oleh Park Yiseo, akan tetapi sejurus kemudian matanya melebar. Dengan tubuh yang membungkuk itu, ia kembali memutar wajahnya. Menoleh ke tempat di mana Park Yiseo tadinya berjalan. “Tidak mungkin,” gumam Yong Do. ‘Jika dia punya kekuatan sebesar itu. Mungkinkah dia yang mematahkan lengan Cardi?’ batin Choi Yong Do. “Ya, mungkin saja. Tapi, kekuatan seperti apa itu? Tubuhnya sangat mungil, tetapi dia bisa saja mematahkan tanganku tadi.” Choi Yong Do masih terus bermonolog dengan dirinya sendiri. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan kekuatan yang dimiliki oleh Park Yiseo. *** Park Yiseo tampak begitu santai. Berjalan di lorong lantai tiga sambil melilit kedua tangan di depan da’da. Gadis Park itu tak mempedulikan tatapan orang-orang yang kini tengah memerhatikannya. Samar terdengar bisikan dari kiri dan kanannya. Park Yiseo cukup yakin kalau dialah yang sedang menjadi topik pembicaraan. Namun, gadis itu tak mau menyibukan diri untuk menegur mereka. Buang-buang waktu. Lagi pula menjadi kegemaran tersendiri saat menjadi pusat perhatian. Park Yiseo senang ketika para gadis akan bergosip tentang dia. Itu artinya jika Park Yiseo cukup memengaruhi kehidupan mereka. Sejak dulu gadis-gadis selalu cemburu. Baik dengan kekayaan Yiseo, popularitasnya sebagai gadis muda yang punya pengaruh di Seoul, atau bahkan kecantikannya. Park Yiseo bisa memahami semua itu. Walaupun Park Yiseo punya sisi liar dan kejam yang tak bisa dimengerti banyak orang, tetapi sebenarnya dia cukup tidak memusingkan perspektif orang lain. Selagi mereka tidak merugikan Park Yiseo, atau selagi mereka tidak mengganggu dirinya, Park Yiseo pasti akan mengabaikan omong kosong tak berarti itu. “Hey!” Sudut bibir Park Yiseo terangkat membentuk senyuman sewaktu melihat lambaian tangan dari lelaki bermata biru dengan rambut blonde yang menyala. Gadis itu mendekat. Manik berwarna biru milik Nicholas Hamilton tak bisa berhenti mematri tatapan pada Park Yiseo. Dia bahkan memutar tubuhnya sampai Yiseo duduk di belakangnya. Gadis Park itu mendesah kasar. Senyumnya pudar sewaktu mengingat perbuatan Nick. “Oh, come on!” Nick memutar bola mata sambil melayangkan kedua tangannya ke udara. “Jangan seperti itu padaku, Park Yiseo. Kau tahu, kau bisa mematahkan hatiku.” Terdengar kekehan dari seberang tempat duduk yang sontak membuat Park Yiseo mendongakkan wajahnya. Dilihat Yiseo jika Nicholas sedang merengutkan bibirnya. Mengedikkan bahu sambil mengangkat kedua alis. “What do you mean, Nick?” Lelaki Hamilton itu kembali memutar pandangannya pada Yiseo. “What?” tanya Nick sambil mengedikkan bahu. Park Yiseo mendengkus. Memutar wajah dan melayangkan tatapan penuh teror kepada Justin yang duduk di seberang mereka. “Aku tidak berkata apa-apa, Yiseo.” Justin berucap sambil memanyunkan bibir dan mengangkat kedua bahunya. Untuk kesekian kalinya Park Yiseo mendengkus. Memutar wajah, lantas memberikan tatapan sinis pada Nick. Lelaki itu mendelikkan matanya ke atas sembari melayangkan kedua tangan ke udara. “Oke, oke. I’m sorry,” ucap Nick. Dia kembali menatap Park Yiseo. “Aku minta maaf telah memaksamu minum di bar, oke?” “Hanya itu?” Nicholas mengernyit. “Then what? Aku tidak melecehkanmu. I swear,” ucap Nick sambil mengangkat telunjuk dan jari tengahnya. Lagi-lagi Park Yiseo mendengkus. Ia memalingkan wajahnya. Seakan-akan tak sudi menatap Nicholas. “Hey, Yiseo. Tell me what happened,” ucap Nick. Park Yiseo menggerakkan bola matanya. Memberikan tatapan tajam pada Nick. “Setelah membuatku mabuk kau meninggalkan aku begitu saja. Apa kau pikir kau pantas dimaafkan karena hal itu?” Nicholas kembali mengernyit. Bahkan menarik kepalanya ke belakang. “Apa-apaan ucapan itu?” ucap Nick. “Seharusnya aku yang bertanya. Apa-apaan kelakuanmu itu.” Untuk beberapa saat Nicholas memilih untuk terdiam. Namun, sejurus kemudian ia terkekeh. “Wait, wait,” kata lelaki itu. Terlihat lipatan di dahi Nick sewaktu ia menjatuhkan tatapannya ke bawah. “Hah!” Nicholas terkekeh sekali lagi, kemudian menatap Park Yiseo. “Sepertinya kau benar-benar tidak sadar, Yiseo. Aku mengantarmu sampai ke Claver Rose lalu seorang pria Asia bertubuh kekar menghampiri diriku. Dia hampir membogem wajahku,” ujar Nick. Park Yiseo terdiam. Menatap Nicholas dan keningnya mulai mengerucut. “Maksudmu Jangmi? Tanya Yiseo. Nicholas kembali memanyunkan bibirnya, lantas mengedikkan kedua bahu. “I don’t know what his name,” kata Nick. “Kalian berbicara dengan bahasa asing yang tidak kumengerti, tetapi aku bisa menyimpulkan jika pria itu pengawal pribadimu.” Lipatan di dahi Yiseo makin kentara. Ia kembali menatap Nicholas lalu bertanya, “Bagaimana kau tahu jika itu dia?” “Kau pikir manusia mana yang mau membukukkan badan pada orang lain? Dia terlihat seperti anjing peliharaan yang sangat menghawatirkan majikannya,” ujar Nick. Seketika Park Yiseo mendengkus. Ucapan Nicholas mematahkan perspektif Park Yiseo yang sempat berpikir jika Choi Yong Do sendiri yang membawa Yiseo ke apartemennya. Tatapannya sangat sinis pada Nicholas. ‘Sial. Aku benar-benar tidak ingat apa-apa. Jika benar yang dikatakan Nicholas, berarti aku harus bertanya pada Jangmi,’ gumam gadis itu di dalam hatinya. “Let we forget about last night. By the way, apa kau ingin berangkat sama-sama denganku?” tanya Nick. Park Yiseo kembali mengernyit. Memberikan tatapan pada Nicholas. “Ke mana?” “Golden studio,” kata Nick. Park Yiseo mendecih. “Kupikir apa,” kata gadis itu. “Jadi kau mau atau tidak?” tanya Nick sekali lagi. “For the God saken, Nicholas. Golden studio hanya berada satu lantai dari sini. Haruskah kita bergandengan tangan ke sana?” “Yes. Of course. As long as you like it,” kata pria itu. Entah berapa kali lagi Park Yiseo harus mendengkus. Sepertinya hanya label saja kalimat ‘golden smart’ di sekolah ini. Seisi manusia yang berada di dalamnya benar-benar konyol. “Yiseo, aku menunggu jawabannya.” Park Yiseo memutar bola mata, jengah. “Ya. Nick. Kita ke sana bersama. Puas?” Nicholas merengut dan kembali mengedikkan bahu. “That’s what I like,” ucapnya. “Good morning class.” Nicholas mengerlingkan matanya sebelum memutar tubuh menghadap ke depan. “Cih!” Park Yiseo mendecih sinis. “Good morning, Mr. Lahey ….” “Aku suka semangat kalian.” “Kami juga menyukai semangatmu, Pak.” Ucapan Nicholas mengundang kekehan dari para murid. Membuat sang guru mengembuskan napas panjang. “Buka halaman seratus tiga. Kita lanjutkan pembahasan minggu lalu, tentang pergera-“ Ucapan Mr. Lahey terhenti sewaktu seorang pria berparas Asia masuk ke dalam kelas. “Go- good morning,” ucap Choi Yong Do ragu-ragu. Mr. Lahey mengerutkan dahinya sewaktu melihat wajah pucat lelaki muda di depannya. Tatapan Mr. Lahey turun memandang tangan Yong Do. “Are you okay?” tanya Mr. Lahey. “Y-ya,” jawab Yong Do. Agak ragu. “Sure?” tanya Mr. Lahey sekali lagi. Tak ada kalimat yang keluar di bibir Yong Do. Ia hanya mengulum bibir lalu menganggukkan kepalanya. Mr. Lahey bergeming. “Oke, kalau begitu silahkan duduk ke tempatmu.” Choi Yong Do langsung beranjak. Namun, sebelum ia sampai ke tempat duduknya, lelaki Choi itu memberikan tatapan membunuh kepada si gadis berambut hitam panjang itu. Namun, seperti biasa sang gadis hanya menyunggingkan seringaian licik. “Loser,” gumam Yiseo. Hanya bisa mendengkus. Choi Yong Do beranjak dan membanting tubuhnya ke tempat duduk. _____________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN