1. PROLOG
“Apa kau sedang mencoba menasehati aku?” tanya Yiseo sinis.
“Tidak. Aku hanya memperingatkanmu,” ucap Yong Do tak kalah sinis. Matanya mulai mengecil sewaktu Park Yiseo terus melangkah. Mendekatinya. Sehingga Choi Yong Do harus menggerakan kaki. Mengambil langkah mundur.
“Apa kau sedang mengancamku?”
Seketika Choi Yong Do mendelikkan matanya ke atas. Dia perlu menghindari tatapan Park Yiseo untuk membuatnya bernapas. Dan embusan napas panjangnya menggema di dalam ruangan kecil ini.
“Literally, aku hanya bertanya padamu. Oke,” kata Yong Do.
Park Yiseo terkekeh sinis. “Sebaiknya kau nasehati dirimu sendiri,” ucapnya.
“Aku?” tanya Yong Do. Nadanya sedikit melengking.
“Ya, kau.” Yiseo menjawab dengan nada datar. “Nasehati dirimu untuk tidak terlalu mencampuri urusan orang lain.”
“Aku tidak sedang mencampuri urusanmu. Aku hanya bertanya atas dasar kemanusiaan.”
Park Yiseo terkekeh keras. “Rasa kemanusiaan, hah?”
“Ya!” bentak Yong Do. “Anggap saja hanya karena kita berasal dari negara yang sama,” ucap Yong Do.
Park Yiseo menyeringai. Sepatu boots-nya kembali terdengar sewaktu ia mengambil langkah. Makin mempersempit jarak antara dirinya dan Choi Yong Do.
“Aku tidak mengerti apa yang sedang berada dalam pikiranmu, Yong Do. Tapi biar kuberitahu sesuatu.”
Park Yiseo menarik tubuh Yong Do lalu memutarnya. Membuat posisi pria itu berada di depannya. Seketika rahang Yiseo mengencang. Dan tatapannya berubah.
“Hanya karena kita berasal dari negara yang sama, bukan berarti kau berhak mencampuri urusanku. Dan apalagi kau berharap agar kita akur,” ucap Yiseo. Ia pun mendecih sambil memandang pemuda Choi di depannya dengan mata nyalang.
“Chi!” Choi Yong Do ikut mendecih sinis. Bahkan setengah bahunya terangkat. Ia tak kalah memberikan tatapan sinis pada Park Yiseo.
“Hei, Nona. Kau pikir kau sebagus itu, hah?” Yong Do menaruh kedua tangan ke dalam saku celana. Seketika keberaniannya terbentuk. Ia melangkah. Setiap langkah yang diambil Yong Do memaksa Park Yiseo untuk berjalan mundur. Kelopak mata Yiseo mengecil. Memberikan tatapan sinis pada Choi Yong Do.
Sambil mematri tatapan pada Yiseo, Yong Do terus berjalan mengikis jarak antara dirinya dan sang gadis yang sialnya terus saja mengganggu pikirannya. Walaupun berkali-kali Choi Yong Do mengatakan pada dirinya jika dia tak perlu menghawatirkan gadis di depannya, tapi entah apa yang terjadi padanya.
“Park Yiseo, dengarkan aku baik-baik.”
Ekspresi Choi Yong Do terganti. Terlihat dingin. Suaranya pun berubah pelan. Matanya memberikan tatapan mengintimidasi dan Yiseo bisa merasakannya, walaupun itu tak serta merta membuat gadis Park itu takut.
“Hanya karena kau anak seorang pejabat negara, bukan berarti kau bebas melakukan apa pun,” ucap Yong Do. Ia menutup ucapannya dengan decihan sinis. Tatapannya semakin bertambah sinis di setiap detiknya. Dengan sudut bibir yang terangkat membentuk senyum miring, Choi Yong Do mencondongkan wajahnya ke depan. Otomatis membuat Park Yiseo menarik kepalanya ke belakang.
“Kau mungkin begitu disegani di Seoul, tapi biar ku ingatkan.” Yong Do menoleh ke belakang lantas merentangkan kedua tangannya lalu melanjutkan, “ini Australia. Tak ada yang peduli siapa ayahmu dan seberapa besar kekuasaan yang ia ataupun yang kau miliki. Di sini, kau –tetaplah seorang gadis asing.”
Park Yiseo yang sejak tadi terdiam, lantas mendecih sinis. Ia bersedekap sambil memandang Choi Yong Do dengan pandangan penuh teror. Terlihat rahang gadis itu mengencang. Mulutnya ikut terkatup membentuk garis keras.
“Terserah!” desis Yiseo. “Aku-“ Yiseo menunjuk da’danya dengan kasar. “-adalah Park Yiseo. Aku tidak takut pada apa pun. Bahkan walau aku dimasukkan ke dalam kendang singa, aku tetap akan menang melawan mereka. AKU ….” Park Yiseo meninggikan suaranya. “Tidak akan terkalahkan.” Lanjutnya.
Choi Yong Do kembali mendecih sinis. “Kau percaya diri sekali, Nona Park.”
“Harus!” tandas Yiseo. “Aku Park Yiseo. Kata lain dari kemenangan,” ucapnya begitu percaya diri.
Bunyi dentingan dari pintu lift tak serta merta membuat kedua orang muda Asia itu bergeming. Manik hitam milik Park Yiseo masih memberikan tatapan penuh sinis pada pemuda Choi di depannya. Da’danya mengembang sewaktu ia menghela napas. Dan begitu ia mengembuskan napasnya, Park Yiseo pun melangkah. Bahkan dengan sengaja menabrak bahu Yong Do.
Gadis itu melangkah penuh percaya diri meninggalkan lift. Sementara Choi Yong Do mendengkus. Ia memutar tubuhnya dengan cepat. Choi Yong Do mendecih sambil menggoyangkan kepalanya lambat-lambat. Choi Yong Do benar-benar tak percaya jika ada gadis seangkuh dan sebegitu percaya diri seperti Park Yiseo. Seketika ia menjadi sangat menyesal telah menghawatirkan gadis itu. Harusnya Choi Yong Do membiarkannya. Namun, entah mengapa. Gadis itu yang terus saja mengusik pikirannya sampai saat ini.
“Dasar psikopat!” desis Choi Yong Do.
________________
To be Continue~