Goo Hae Young terus saja tersenyum. Ia bahkan melingkari lengan Park Yiseo dengan gerakan ringan sewaktu hendak melangkah. Dua orang itu keluar dari dalam rumah Park Yiseo menuju rumah Choi Yong Do.
Di dalam rumah, ada seseorang yang mendengkus sewaktu melihat seorang gadis berambut hitam panjang memasuki apartemennya. Ia memutar bola mata dan melayangkan satu tangan ke udara.
“Are you kidding me,” gumam Yong Do.
Sementara Goo Hae Young tampak tersenyum gembira membawa gadis Park itu ke rumah putranya.
“Come on, Sweety,” ucap Hae Young. Wanita itu menarik kursi lalu mengedikkan kepala, menyuruh Park Yiseo duduk.
Seketika suasana berubah canggung. Park Yiseo menunduk. Entah mengapa jantungnya jadi berdetak meningkat dan telinga juga tengkuknya mulai terasa panas. Sementara Choi Yong Do juga terlihat gelisah. Ia menggerakkan telapak kaki kanannya dengan gerakan cepat membuat meja makan ikut bergetar.
“Baiklah … bisa kita makan sekarang?” tanya Hae Young. Wanita muda itu menatap Yiseo dan Yong Do bergantian, lantas ia mendesah.
“Hei, ayolah. Kenapa kalian terlihat malu-malu seperti ini? Ibu tidak melihat apa-apa, I swear.” Goo Hae Young mengangkat telunjuk dan ibu jarinya bersamaan.
Choi Yong Do dan Park Yiseo kompak mengambil sendok. Hal itu membuat Goo Hae Young mengerutkan dahi. Manik matanya tertuju pada tangan Yiseo dan Yong Do.
‘Bagaimana bisa? Mereka seperti mendapat komando,’ batin Hae Yong. Ia mengerjap dan mendelikkan alisnya ke atas.
“Oke,” kata Hae Young. “Selamat menikmati hidangannya,” kata wanita itu. Ia mulai menyibukan diri dengan memberikan makanan ke piring putranya.
“Yiseo, kau mau macaroni?” tanya Hae Yong.
Park Yiseo sekilas memandang wanita itu kemudian berucap, “Tidak. Salad saja.”
Goo Hae Young kembali mengedikkan alis. “Oke,” ucapnya.
Suasana hening ini benar-benar terasa canggung. Hanya terdengar bunyi gesekan dari sendok dan piring dan juga bunyi air yang mengalir di tenggorokan. Sambil menyuapi mulutnya, Goo Hae Young tidak bisa mengalihkan perhatiannya pada dua orang yang sedang duduk bersamanya di meja makan.
“Come on, guys. Apa kita akan terus berdiam diri seperti ini? Well, aku bahkan berharap kalian mau bicara. Yah … apa pun itu, mungkin soal sekolah kalian,” ujar Hae Young. Berusaha menarik perhatian, akan tetapi dia gagal. Goo Hae Young mendesah panjang. “oke …,” gumamnya. “Kalau begitu apa kalian memakai pengaman?”
Seketika mata Young Do dan Yiseo melebar. Kompak keduanya memutar pandangan pada Goo Hae Young. Wanita itu memberengut sambil mengedikkan setengah bahunya.
“What?” tanya Hae Young. “Maksudku soal password rumah kalian, apakah kalian meningkatkan pengamanannya?”
Park Yiseo dan Choi Yong Do mendesah bersama. Namun, sejurus kemudian Choi Yong Do kembali membulatkan mata. Lelaki muda itu melemparkan tatapan penuh teror kepada ibunya. Namun, sejurus kemudian ia memutar tatapan pada si gadis Park yang duduk di samping ibunya. Manik cokelat itu semakin lebar. Bersamaan dengan rahangnya yang mengencang sempurna.
“Sepertinya aku ingin dengar penjelasan mengapa sampai ada kau di atas ranjangku,” desis Yong Do.
Park Yiseo mulai mengangkat wajahnya. Untuk beberapa saat ia terdiam. Matanya tertuju pada sepasang manik berwarna cokelat di depannya. Melihat bagaimana cara lelaki itu menatapnya, membuat alam bawah sadar Park Yiseo menyeringai. Oh, tidak. Mana mungkin Park Yiseo menjadi satu-satunya yang disalahkan di sini.
Park Yiseo tidak bisa terima jika dirinya berada di posisi salah. Walaupun kenyataannya memang seperti itu, tetapi akan sangat memalukan jika Park Yiseo mengakuinya. Sehingga gadis itu mulai menghela napas sambil mengangkat dagunya tinggi.
“What the crap are you, Yong Do?”
Choi Yong Do mengernyit. Matanya menyipit memperhatikan sudut bibir Park Yiseo yang mulai bergerak.
“No,” gumam Yong Do.
Tepat saat itu juga Park Yiseo menelengkan wajahnya ke samping. Raut wajah gadis itu ikut berubah. Mengulas senyum yang sontak membuat Goo Hae Young bingung.
“I apologize, Mrs. Choi, tetapi semalam putramu mengajak kami clubbing,” ujar Yiseo.
“WHAT?!” pekik Yong Do.
Sementara Goo Hae Young merengut. “Oh ya?”
“Ya,” ucap Yiseo sangat pasti.
“What the hell you talking about!” Choi Yong Do menaikkan nada bicaranya. Membuat Park Yiseo kembali memberikan atensi penuhnya pada Choi Yong Do.
“What?” tanya Yiseo sambil mendelikkan setengah bahunya. Seringaian di wajahnya makin bertambah di setiap detik.
Sementara itu, di samping Park Yiseo, tampak Goo Hae Young berdehem. Ia mengambil lap, lalu menyeka mulutnya. Seketika Goo Hae Young merasa sangat kenyang.
“Well, kalau begitu katakan jam berapa kalian berangkat bersama?”
Park Yiseo kembali memutar wajahnya ke arah Goo Hae Young. “Pukul sepuluh lebih lima menit. Kami pergi setelah putramu pulang dari jalan-jalan sorenya. Bukan begitu, Choi Yong Do?”
Mulut Choi Yong Do terbuka, akan tetapi tak ada satu pun kalimat yang bisa keluar dari mulutnya. Lelaki Choi itu hanya bisa membuka kedua tangan di depan d**a lalu mengangkat kedua bahunya. Sementara Goo Hae Young bergumam di sampingnya. Terlihat lipatan di dahi wanita itu menandakan seberapa keras ia sedang berpikir saat ini.
“Hemm … sounds reasonable,” gumam Hae Young.
“MOM!” bentak Yong Do. Goo Hae Young kembali menatap putranya. “Kau tahu di mana aku kemarin. Jangan bilang kau percaya padanya,” ucap Yong Do. Nadanya mulai naik.
Goo Hae Young memberikan tatapan menyelidik pada putranya itu. “Tapi kau tidak menghubungi kami. Kau juga tidak mengirim pesan,” ucap Hae Young.
“Indeed,” gumam Yiseo. Seringaian gadis itu makin bertambah licik di setiap detiknya.
Sementara Choi Yong Do hanya bisa mendesah panjang. Mendelikkan bola mata jengah, kemudian berkata dengan lantang. “THAT’S RIDICULOUS.” Choi Yong Do mendengkus dan menggeleng. Ia melayangkan kedua tangan ke udara, akan tetapi sejurus kemudian ia menampar meja makan membuat Goo Hae Young tersentak di tempat duduknya.
Choi Yong Do bangkit dari tempat duduk. Hidungnya kembang kempis melepaskan desahan kasar. Dahinya bagai ditarik pada kedua sisi membuat kepalanya terasa pening.
“Kau benar-benar gila,” ucap Yong Do dengan mata nyalang sambil menunjuk Park Yiseo dengan telunjuknya yang bergetar.
Gadis Park itu tak mau menyahut. Ia tampak begitu santai. Bahkan sangat santai saat ia melipat kedua tangan di depan da’da. Sementara Goo Hae Young tidak mau menginterupsi. Walaupun situasi terlihat mulai menegang, wanita itu memilih untuk diam di tempatnya. Namun, matanya tak bisa berhenti menatap guratan kebohongan di wajah Yiseo.
‘Well impressive. Benar-benar cerdik,’ batin Goo Hae Young. Entah apakah dia harus bangga, ataukah was-was dengan kelakuan gadis Park yang duduk di sampingnya itu.
_____________