“Apa?!” pekikan barusan datangnya dari Goo Hae Young. Wanita itu mencondongkan tubuh. Melepaskan desahan kasar sambil mempererat cengkraman tangannya pada ujung armrest.
“Sangat disayangkan, Nyonya Choi,” kata pria bertubuh gempal dalam balutan jas formal abu-abu di depan keempat orang tua murid kelas Gold.
Goo Hae Young tergelak. “Hell!” Wanita itu kembali mendengkus. Tangannya memanjat lantas mengusap rambutnya hingga ke belakang kepala. Choi Hye Min yang duduk di samping istrinya, merengkuh tubuh Goo Hae Young dari samping untuk membuatnya tenang.
“Ini tidak benar,” kata Goo Hae Young. Menatap suaminya sambil menggelengkan kepala.
Choi Hye Min mengangguk, tetapi dengan tatapan itu ia juga memohon supaya istrinya bisa tenang dan berpikir dengan kepala dingin. Namun, naluri Hae Young sebagai seorang ibu tidak bisa menerima perkataan lelaki di depannya. Pria yang merupakan kepala sekolah di tempat ini. Sehingga Goo Hae Young tidak berhenti melayangkan tatapan penuh teror kepada pria itu.
“Nicholas memukul putraku berulang kali sampai hidungnya patah,” ujar Hae Young.
“Seluruh siswa mengatakan jika Park Yiseo dan Choi Yong Do bersekongkol merundung Nicholas,” bantah pria paruh baya tersebut.
Goo Hae Young kembali mendengkus. “Panggil siswa bernama Peter. Dia juga terluka, bukan begitu, Yong Do, Yiseo?” tanya Hae Young.
Namun, tak ada satu pun dari dua orang remaja di sampingnya yang mampu menjawab pertanyaan Hae Young. Sehingga wanita itu melayangkan pandangan pada pria muda berambut blonde yang berdiri di samping seorang pria yang duduk di sofa tunggal.
Pria yang merupakan pemilik Yayasan dan donatur terbesar untuk Golden Smart School. Gideon Hamilton. Dan di sisinya berdiri sang putra, Nicholas Hamilton. Sedari tadi Gideon berdiam diri. Membiarkan jemarinya mengetuk armrest dan meninggalkan bunyi berirama. Sementara fokus pandangannya ada pada orang-orang Asia di depannya.
“Mungkin bagi Choi Yong Do ini sesuatu yang baru. Dia juga mungkin tidak sadar saat melakukannya, tetapi untuk Park Yiseo?” kata Ronan Bennett, orang kepercayaan Gideon yang merupakan ketua kepala sekolah. Pria itu menatap si gadis yang duduk sambil memangku kaki dan melipat kedua tangan di depan da’da. Sudut bibir pria berjas formal itu naik membentuk seringaian.
“Nampaknya Nona Park sudah biasa melakukan hal seperti ini,” kata Ronan Bennett sekali lagi.
“Jangan menuduh sembarangan!” protes Kim Hyun Ahn, ibunya Yiseo. Wanita itu memberikan tatapan sinis pada pria bersetelan jas di depannya.
Tampak pria itu memberengut. “Aku tidak menuduh, Nyonya Park. Namun, hari ini kami mendapatkan catatan dari Dulwich College dan kurasa Park Yiseo bukan dipindahkan, tetapi ….” Pria itu sengaja menjeda ucapannya sewaktu menyerahkan selembar kertas yang ia ambil dari dalam file.
Terdengar desahan kasar mengalun dari bibir Park Yibeom. Lelaki itu memalingkan wajah sewaktu pria di depannya menyerahkan kertas yang Park Yibeom telah tahu betul isinya. Rahang pria itu mengencang. Sekencang kepalan tangannya yang bisa dilihat jelas oleh Choi Yong Do. Menaruh rasa khawatir pada satu-satunya gadis yang mengakui dirinya sebagai seorang teman. Choi Yong Do pun menoleh ke samping. Sementara raut wajah Park Yiseo begitu datar. Sekali lagi. Dia memperlihatkan kontrol yang bagus dengan emosinya. Berbeda dengan Choi Yong Do yang sudah dilanda keresahan sedari tadi.
“Nona Park dikeluarkan karena kasus perundungan.”
Seketika bola mata keluarga Choi melebar. Serentak memutar wajah, menatap Park Yiseo dengan wajah tercengang. Tak terkecuali Choi Yong Do. Pria itu sangat terkejut, tetapi dengan cepat dia mengingat bagaimana cara Park Yiseo menghajar tiga orang gadis sekaligus dan juga caranya memberikan pukulan pada Nicholas. Maka semuanya menjadi sangat mungkin.
Namun, respon yang diberikan Park Yiseo benar-benar diluar prediksi. Gadis itu malah mengangkat sudut bibirnya ke atas dan membentuk seringaian. Bahkan dengan santai mengedikkan kepala dan mengangkat kedua bahu. Seakan-akan yang baru saja dikatakan Ronan Bennett adalah hal biasa.
“Well, Mr. Khaley, kulihat sedari tadi kau hanya melempar serangan padaku.” Akhirnya ada kalimat yang keluar dari bibir Park Yiseo setelah ia membisu selama setengah jam lebih berada dalam ruangan.
Kedua tangannya menepuk paha dengan kuat sebelum sepatu boots-nya memberikan ketukan keras di lantai. Gadis itu bangkit. Berjalan menghampiri Mr. Khaley sambil merogoh sesuatu dari dalam blazernya. Ronan Bennett mengerutkan dahi. Tatapannya perlahan turun menatap sesuatu dalam genggaman tangan Park Yiseo.
“Kau menuduh kami merundung Nicholas, tetapi kau tidak punya bukti untuk itu dan kau menggunakan hal licik dengan menggali informasi dari sekolah lamaku. Old Skull style, hah?”
“Yiseo!” desis Yiebom. “Duduk!” Lanjutnya. Tetapi gadis itu tidak berhenti. Dia terus mengambil langkah mendekati Mr. Khaley.
“Take it,” kata Yiseo.
Terdengar suara mendengkus dari tempat duduk. “Yiseo!” Park Yibeom kembali mendesis panjang. Tampak rahangnya mengencang dan wajahnya bergetar.
Park Yiseo menggerakkan bola matanya menatap sang ayah. Gadis itu menyeringai, tampak begitu meremehkan situasi.
“Tidak ada yang bisa menindasku tanpa alasan. Aku keluarga Park yang besar dengan menjunjung tinggi moral dan perilaku. Tak akan kubiarkan ini terjadi,” ujar Park Yiseo dengan bahasa Korea Selatan.
Gadis itu kembali memutar wajah menatap Ronan Bennett. “Aku heran dengan sekolah internasional seperti ini. Sangat jauh dari standar sekolah eksklusif yang ada dalam benakku. Tak bisa disandingkan dengan Dulwich College,” ujar Yiseo yang dibalas dengan kekehan sinis dari Gideon.
“Nona, sebaiknya kau jaga kata-katamu,” ucap pria bersuara bass berat yang sedari tadi berdiam diri. Akhirnya gadis Asia itu berhasil mengintimidasi dirinya.
Dengan wajah berukir senyum, Park Yiseo memutar pandangannya pada Gideon.
“Oh, hai Tuan Hamilton.”
“Park Yiseo ….” Desisan ketiga kalinya mengalun dari bibir Park Yibeom.
Namun, apakah Park Yiseo mendengarkan? Oh, astaga! Gadis itu tampak sangat percaya diri membungkukan badannya menghadap Gideon.
“Halo, Tuan Hamilton,” sapanya. Suatu penghinaan. Seakan-akan Gideon baru berada dalam ruangan itu, padahal sedari tadi dia di sana.
Park Yiseo kembali menegakkan badannya. Senyumnya merekah selebar wajah.
“Maafkan aku, Mr. Hamilton, aku terpaksa memukul putramu. Namun, sayangnya aku tidak menyesal.” Park Yiseo menutup ucapannya dengan seringaian.
“Yiseo-ah, cukup!” tegur Kim Hyun Ahn.
Seketika wajah Yiseo berubah dengan pandangan tegas mengintimidasi. “Karena aku hanya memukul wajah putramu, seharusnya ku patahkan lehernya.”
“YISEO!” teriak Yibeom.
Park Yiseo kembali mengabaikan teriakan ayahnya dengan memutar pandangan pada Mr. Khaley. Ronan Bennett menggerakkan kepalanya. Menoleh ke belakang pada sang tuan dan dengan santai Gideon menjulurkan tangan. Memberikan gestur supaya Khaley segera mengambil benda di tangan Yiseo.
“HEY! Hey, Nick! What are you doing!”
“Nick, apa yang kau lakukan.”
“Kenapa? Kau keberatan? Kalau begitu lawan. Lawan aku! Berdiri dan coba lawan aku!”
“Nick, stop. Please!”
“Kau ingin aku berhenti? Kau ingin aku berhenti, Bede’bah? KAU INGIN AKU BERHENTI? Kalau begitu kau harus melawanku. Coward ASIANA!”
“NICK! HELP … SOMEBODY HELP!”
“Mati kau! Kau akan mati di tanganku.”
Semua orang terdiam saat mendengar teriakan itu. Seorang pria muda maju. Menghadapkan tubuhnya pada sang ayah.
“Tidak.” Nicholas menggelengkan kepalanya. “Itu tidak benar, semua itu pal-“
PLAK
Ucapan Nicholas terhenti saat Gideon melayangkan tangan dan mendaratkan telapak tangannya pada pipi kiri putranya. Wajah Nicholas sampai terlempar. Goo Hae Young refleks menghalangi wajah. Menyembunyikan pandangannya ke dalam pelukan sang suami. Sementara Choi Yong Do membulatkan matanya.
Dan dari mereka semua, hanya seseorang yang tampak menyeringai. Ia memandang Nicholas dengan senyum iblis di wajahnya.
“Dalam kasus ini, Nicholas melakukan rasisme. Menghajar Choi Yong Do dengan brutal. Aku berlari ke sana saat seorang siswa berteriak di koridor menyebut nama Yong Do. Aku berhasil menghalangi pukulan Nicholas yang kuyakin jika tinju itu mendarat di wajah Yong Do, maka temanku akan mengalami kerusakan pada penciumannya. Who knows? Nicholas terang-terangan mengatakan ingin menghabisi Choi Yong Do.” Park Yiseo tampak sangat berani. Ia mengangkat dagu menatap Mr. Khaley.
“Tidak ada yang berani melerai Nicholas, karena nyatanya sekolah ini miliknya. Untuk itulah tidak heran jika tak ada satu pun siswa mau bersaksi untuk kami. Bahkan seluruh guru malah menuduh kami merundung Nicholas. Secara logika saja semuanya sudah tidak masuk akal, tetapi apakah kalian bisa menyangkal apa yang ada dalam video ini? Kau mau bilang kami mengeditnya?” ujar Yiseo dengan berani.
Sementara wajah Gideon Hamilton terlihat sangat tegang. Juga tatapan sinis yang ia berikan pada Park Yiseo. Tampak tubuh Gideon bergetar. Rahangnya ikut mengencang bersamaan dengan wajahnya yang bergetar.
Nicholas memutar wajah. “Dad,” panggilnya dengan lirih. Pria itu masih menempelkan telapak tangannya pada pipinya.
Gideon memutar tubuhnya pada Nicholas. Matanya menyala dengan api amarah. “Kau berbohong padaku, Nicholas. Dan kau tahu aku paling benci dengan pembohong.” Suara bass berat itu terdengar mengerikan.
“Dad, aku bisa jelaskan kalau a-“
PLAK
Sekali lagi Nicholas mendapat tamparan di pipinya.
“Don’t call me Daddy. Aku tidak punya anak seorang pembohong seperti dirimu,” ucap Gideon.
Dengan wajah gahar itu, ia menoleh. Menatap satu per satu orang tua yang duduk di dalam ruangannya. Gideon mendesah, lantas menjatuhkan tatapannya. Pria itu membawa ibu jari dan telunjuk meremas dahinya.
“Tuan Park, Tuan Choi.” Gideon kembali mengangkat pandangannya. “Sekolah akan menanggung kerugian yang disebabkan oleh Nicholas termasuk biaya operasi Choi Yong Do.”
“Itu tidak perlu,” sergah Choi Hye Min. Pria itu bangkit dari tempat duduknya. “Kami tidak mengeluarkan biaya apa pun untuk perawatan Choi Yong Do karena kami mengelola rumah sakit terbesar di kota ini.”
Seketika Gideon terdiam, tetapi kemudian dia tersenyum. “Kalau begitu biarkan aku memberikan santunan u-“ Ucapan Gideon terhenti saat mendengar kekehan Choi Hye Min.
Gideon mengernyit menatap pria Asia di depannya. Wajah Choi Hye Min berubah sangat santai, lantas ia berkata.
“Tidakkah permohonan maaf jauh lebih penting ketimbang memberikan santunan?”
Seketika suasana berubah menjadi hening. Terjadi adu tatap antara Choi Hye Min dan Gideon Hamilton. Untuk pertama kalinya Choi Hye Min terlihat begitu geram. Bahkan Goo Hae Young pun ragu jika yang sedang berdiri itu adalah suaminya.
“Anakmu,” kata Hye Min. Memutar pandangannya lambat-lambat. Memberikan tatapan penuh intimidasi pada Nicholas. “hanya perlu minta maaf dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. Pada siapa pun.”
Untuk sekelebat Gideon Hamilton terdiam. Namun, tidak dengan raut wajahnya. Otot-otot pada kedua sisi wajahnya kembali nampak. Memberitahu jika harga dirinya sedang terluka di sini. Namun, dia tak bisa berkutik. Sehingga Gideon mulai memutar menghadap putranya. Gideon mengedikkan kepala menunjuk orang-orang Asia di depannya, lantas Nicholas memutar tubuh menghadap mereka.
“Maafkan aku,” gumam Nicholas.
“Lakukan dengan benar!” desis Gideon.
Nicholas mendongak. “Maafkan aku, Choi Yong Do, Park Yiseo. Maaf sudah menyakiti kalian,” ujar Nicholas.
Park Yiseo terkekeh sinis sambil menggelengkan kepalanya. Namun, gadis itu tidak berucap apa-apa lagi. Memilih untuk memberikan tatapannya pada Ronan Bennett. Park Yiseo mengedikkan kepalanya, seakan-akan dalam tatapan tersebut dia ingin mengatakan pada Ronan Bennett kalau dia sangat payah. Sehingga pria itu mendengkus lantas memalingkan wajahnya.
“Nicholas, perbuatanmu sangat tidak terpuji. Kami bisa saja melaporkanmu pada polisi, tetapi untuk kali ini kami menganggap semua ini adalah perbuatan tanpa maksud kriminal,” ujar Hye Min. Lelaki itu memindahkan tatapannya pada Gideon. “Kuharap ini tidak terjadi pada murid lain.” Lanjutnya.
Tidak ada kalimat yang keluar dari bibir Gideon. Lantas pria itu melangkah meninggalkan ruangan kepala sekolah.
Park Yibeom ikut bangkit dari tempat duduknya dan tatapan matanya terarah pada Park Yiseo.
“Yiseo, kau ikut denganku,” ucap Yibeom.
Park Yiseo memutar tubuh pada sang ayah. Gadis itu membungkuk setengah badan kemudian berucap, “Iye, Abeoji.” Dengan sangat sopan.
Embusan napas panjang dari Park Yibeom seperti mengantar sesuatu yang mengerikan dan bisa dirasakan oleh Choi Yong Do. Wajah Kim Hyun Ahn yang memucat seketika menandakan jika sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi pada Park Yiseo.
“Yiseo!” Choi Yong Do hendak melangkah, menyusul Park Yiseo. Namun, langkahnya terhenti saat gadis itu menoleh. Senyum di wajahnya terlihat seperti memberikan isyarat. Juga anggukkan kepalanya. Seketika membuat jantung Choi Yong Do berdetak meningkat.
“Yiseo, Ibu, Yiseo.” Bibir Yong Do bergetar. Ia memutar tubuh pada ibunya. “Bu, please do something!” pintanya.
Namun, sang ibu menggelengkan kepala. “Kita tidak bisa masuk campur urusan keluarga mereka, Yong Do,” kata Hae Young. Wajahnya berubah sendu.
Bola mata Choi Yong Do melebar dengan wajah yang berubah menjadi kegelisahan.
“No,” gumam pria itu. “aku tidak akan membiarkan dia menanggung semuanya sendirian. Tidak!” Choi Yong Do bergumam. Lantas mengangkat pandangannya lalu melangkah.
“Yong Do, kau mau ke mana, Nak?!” Goo Hae Young memekik.
Choi Yong Do berhenti saat tangannya telah memegang gagang pintu. Ia menunduk sejenak lalu menoleh pada sang ibu.
“Do something better,” ucap Yong Do.
___________________