37. Frat Party

2126 Kata
Pada akhirnya Park Yiseo menerima permintaan Nicholas. Mereka berdua masuk ke dalam frat. Wajah Yiseo mengernyit sewaktu bau nikotin dan asap rokok bercampur gan’ja langsung menyambar penciumannya. Sehingga Park Yiseo harus mengibaskan tangan kanannya di depan wajah. “Nick!” Seseorang berseru sambil melambaikan tangannya. Membuat Nicholas dan Yiseo kompak memutar pandangan ke arah sumber suara. Tampak seorang pria bertubuh atletis berjalan menghampiri mereka. Ia hanya memakai singlet putih sehingga lekukan di tubuhnya begitu kentara. Saat Park Yiseo membolakan matanya ke bawah, dia sedikit terkejut. Demi apa, pria ini nyaris telanjang. Gadis Asia itu langsung memalingkan wajahnya. “Hey, Denny,” sapa Nick. Nicholas dan pria bernama Denny itu berjabat tangan ala pria. Menutupnya dengan saling menabrakan bahu. Denny memindahkan pandangannya pada si gadis yang berdiri di samping Nick. Terlihat kerutan di dahi Denny, seperti memikirkan sesuatu kemudian ia kembali menatap Nicholas. “Siapa gadis cantik ini, Nick?” Nicholas tersenyum. Ia memutar wajah menghadap Yiseo. “Denny, kenalkan ini Yiseo, teman sekelasku. Yiseo, ini Denny salah satu pemilik frat. Bisa dibilang dia ketua kami,” ujar Nick. Menutup ucapannya dengan senyuman. Sementara Park Yiseo tidak memberikan ekspresi apa pun. Selain menjabat tangan Denny yang sedari tadi terjulur ke depan menantinya. “Yiseo.” Sesingkat itu Park Yiseo memperkenlakan dirinya dan bahkan tanpa embel-embel kesan menarik dengan memasang senyum di wajah. Denny tersenyum samar, seperti meremehkan sesuatu. Namun, secepat kilat ia mengubah ekspresinya. Memberikan tatapan hangat untuk menyambut tamu baru di frat-nya. “Denny,” kata pria itu. “oh ya, aku juga dulu pernah sekolah di sekolahmu. Aku mantan ketua stronghold sebelum Nicholas.” ‘Well, dan apakah itu kisah yang perlu kudengar?’ batin Yiseo. Entah mengapa rungu Park Yiseo sungguh tak bisa menerima kata-kata angkuh dari lawan bicaranya. Ia tak akan memberikan respon seperti memberikan pujian atau sekadar mengatakan, ‘Oh ya? Sounds great.’ tidak. Park Yiseo lebih memilih untuk diam dan bahkan memalingkan wajahnya. Tampak Denny memberengut dan mengedikkan kedua bahu melempar tatapan pada Nicholas dan lelaki itu hanya bisa tersenyum. “It’s her first time,” ucap Nicholas. Mulut Denny terbuka membentuk huruf O. Pria itu mengangguk lambar-lambat, lantas mengedikkan kepalanya menunjuk ke belakang. “Well, malam ini kedatangan banyak tamu baru,” ucap Denny. Nicholas mengernyit. “Maksudmu?” tanya Nick. “Ya, maksudku orang-orang seperti dia,” ujar Denny menunjuk Park Yiseo kemudian menggerakkan kepalanya lagi menunjuk seseorang yang berada sedikit jauh dari tempat mereka. “dan dia.” Lanjut Denny. Sedari tadi Park Yiseo tidak memperhatikan ucapan Denny. Ia sibuk mengitari ruangan ini dengan pandangannya. Tepat saat Denny baru saja berucap ‘dan dia’ tatapan Park Yiseo terhenti pada seorang pria Asia berpakaian kemeja sutra over size dengan motif galaxy dan Park Yiseo baru melihat kemeja itu dipakai seorang model dunia. Namun, bukan itu yang membuat Park Yiseo terkejut. Keterkejutan Yiseo sebenarnya ada pada visual dan presensi sang lelaki. Untuk apa dia berada di tempat ini. Hal yang sama dialami oleh Nicholas. Melihat keberadaan pria Asia itu berada di tempat ini membuat Nicholas langsung mengarahkan pandangannya pada Park Yiseo. Lelaki itu mendecih sinis. Melihat bagaimana pandangan Yiseo yang terpatri dengan mata membulat membuat Nicholas bisa menebak seberapa terkejutnya gadis Park itu. “Well, just have a good time,” kata Denny. Ia berdecak bibir, mengerlingkan mata sambil menjulurkan kedua jari telunjuknya pada Nicholas. Terlihat Nicholas menghela napas panjang, lantas mengembuskannya dengan cepat. Seketika wajahnya berubah masam. Melihat bagaimana dua orang Asia itu saling bertatapan membuat Nicholas makin merasa kesal. Pria Hamilton itu kembali memutar pandangannya ke depan. Menyentak napasnya satu kali lalu meraih tangan Park Yiseo. Seketika Park Yiseo bergeming. Ia menunduk. Menatap tangannya dalam genggaman Nicholas, lalu perlahan-lahan mulai menaikkan tatapannya. Dilihat Park Yiseo senyum di wajah Nicholas. Namun, gadis itu menangkap arti lain dari senyuman pria itu. Nicholas mendelikkan matanya. “Let me show you something,” kata pria itu. Park Yiseo menarik sudut bibirnya. Ia tersenyum sekilas lalu menganggukan kepala. Sambil mengikuti Nicholas, Park Yiseo sesekali menatap pada si pria Asia yang duduk menyendiri di sudut ruangan. Memegang gelas kristal berisi mocktail di tangan kanannya. Dari kejauhan, sang pria yang melihat kehadiran Park Yiseo di tempat ini juga tidak tampak biasa saja. Dia tak perlu repot-repot terkejut sebab, sebelum ke sini dia sudah lebih dulu tahu kalau tempati ini milik anggota The Nudes dan tentu termasuk Nicholas di dalamnya. Entah mengapa juga dia meladeni permintaan salah satu siswa Smart Golden School. Setelah latihan yang memakan waktu hampir lima jam, ia memilih untuk mengiyakan ajakan pria itu dan pergi ke frat party. Sekarang, entah mengapa juga pria itu merasakan gelenyar panas sewaktu melihat seorang pria menggandeng tangan Park Yiseo dan membawanya ke lantai dua. “Hey, dude!” Panggilan barusan membuyarkan lamunan Choi Yong Do. Bibirnya mengulas senyum kaku. “Mau tambah mocktailnya?” tanya Peter. Pria yang mengajak Choi Yong Do ke tempat ini. Choi Yong Do menggeleng. “No, thanks.” Lelaki itu kembali memalingkan pandangannya, tetapi seseorang yang sedari tadi menjadi pusat perhatiannya tak lagi berada di sana. Terdengar desahan kecewa mengalun dari mulut Yong Do. Entah dia sedang kecewa karena tak lagi menemukan si gadis Asia bernama Park Yiseo, atau pada pikirannya yang kini sedang tersesat. ‘What the hell am I doing here,’ gumam Choi Yong Do dalam hati. Pria Asia itu ingin segera pergi dari sini, akan tetapi seperti ada yang menahan kakinya. Ada kegelisahan besar yang membuatnya tak bisa bergerak dan beranjak dari tempat ini. Firasatnya tak memperbolehkan Choi Yong Do untuk pergi ke mana-mana. Sehingga ia tak punya pilihan lain dan bertahan di sini sambil berharap dia bisa melihat gadis Asia itu sekali lagi. Mungkin saja kegelisahannya akan segera berakhir. Namun, hingga perpindahan detik yang terus berganti nyatanya pria itu masih juga gelisah. “Terserah!” gumam Yong Do, lantas menegak mocktailnya. Sejurus kemudian pria itu mengerutkan dahi saat melihat tiga orang gadis yang cukup familier di ingatannya kini tengah berdiri di pintu masuk. “Oouh, s**t ….” Sekali lagi Choi Yong Do bergumam. Seketika alam bawah sadarnya menjadi panik dan membuat Choi Yong Do frustasi. Mungkin saja inilah sebabnya mengapa ia harus lebih lama di tempat ini. “Fu’ck off!” desis Yong Do dan menggelengkan kepalanya. Entah kenapa dia harus bergulat dengan batinnya sendiri. *** Park Yiseo terus mengekori Nicholas Hamilton hingga ke lantai dua. Di sini memang tak ada suara brisik seperti di bawah. Namun, pemandangan di tempat ini jauh lebih membuat Park Yiseo menjadi sangat risih. Setibanya di lantai dua, tatapan Yiseo langsung tertuju pada seorang gadis yang duduk di antara dua orang pria. Gadis bermata hijau dengan rambut silver. Ia langsung mengarahkan tatapannya pada Park Yiseo, sementara membiarkan tubuhnya dijelajah mulut dua orang pria di samping kiri dan kanannya. Park Yiseo langsung memalingkan wajahnya, akan tetapi pandangan yang sama ia lihat di teras luar. Di sana bahkan ada sepasang manusia tengah asyik making out. Park Yiseo bergidik geli. Namun, dalam hati ia mulai memasang diri. Gadis itu menggerakkan pandangannya pada punggung sang lelaki yang terus membawanya memasuki sebuah lorong. Enggan bertanya, tetapi Park Yiseo sudah bersiap semisal Nicholas akan berbuat sesuatu padanya, maka Park Yiseo akan langsung mematahkan hidung mancung pria itu dengan pukulannya. Jantung Yiseo mulai berdetak penuh kewaspadaan sewaktu melewati lorong sempit dengan pencahayaan redup. Terdapat pintu di kiri dan kanan berjarak setengah meter dari setiap sisi. Beberapa orang pria sedang duduk sambil melonjorkan kaki. Mereka mendongak menatap dua orang yang sedang melangkah di atas kaki mereka. “Hai, Nick.” “Hai,” balas Nicholas tanpa melihat ke bawah. Ia terus melangkah. “Kau bawa gadis?” “Bukan urusanmu.” Intonasi Nicholas berubah datar. Membuat para pria yang duduk di atas lantai itu terkekeh sinis. “Kupikir kau tidak akan kemari lagi, Nick.” “Itu juga bukan urusanmu,” ucap Nick. “Ya. Anak manja seperti dirimu tak pantas berada di tempat terkutuk seperti ini,” kata satu dari empat orang lelaki tersebut. Ucapannya disambut gelak tawa oleh rekan-rekannya. “Ya. Aku takut jika bau gan’ja akan masuk di hidungmu lalu akhirnya kau akan dilarikan di rumah sakit dan berakhir dengan koma lagi seperti waktu itu.” Seketika langkah Nicholas terhenti. Rungu Park Yiseo sayup menangkap bunyi kertakan gigi disertai embusan napas panjang di depannya. Gadis itu mengangkat tatapan. Dilihatnya Nicholas mulai memutar wajahnya. Gerakan pria itu begitu pelan. Namun, sorot matanya seperti memancarkan keheningan yang mematikan. Park Yiseo bagai melihat kilatan dari ujung mata Nicholas. “David, apa sebenarnya yang kau inginkan, hah?” Suara Nicholas berubah dingin dengan intonasi tajam. Tatapan matanya sangat menikam pada seseorang yang baru saja melukai perasaannya. Park Yiseo tak bergerak. Rungunya cukup peka mendengar suara entakan dari belakang punggungnya. Sehingga Yiseo bisa menyimpulkan jika si pria bernama David itu baru saja berdiri. “Aku hanya ingin kau sehat, Nick. Lagi pula hidungmu memang tak bisa mencium bau seperti ini, kan?” Nicholas kembali mendengkus. Rahangnya makin mengencang dan ia ingin segera menghampiri David untuk melayangkan bogem mentah di wajahnya. Namun, langkah Nicholas terhenti sewaktu Park Yiseo menahan lengannya. Nicholas menggerakan mata, memandang gadis yang berdiri di sampingnya. Yiseo mendongak, tapi tidak memutar wajahnya. Ia juga menatap Nicholas hanya lewat sudut mata. Park Yiseo menggelengkan kepalanya dengan gerakan lambat dan pelan. Meminta Nicholas untuk tetap diam di tempatnya. Pria itu mendesah kasar. “Kau tidak harus meladeni ucapan mereka, Nick. Lagi pula orang-orang seperti itu hanya merasa iri jika ada seseorang yang berada di atas mereka. Maka mereka akan membuat omong kosong yang bisa memancing emosimu,” ujar Yiseo. Nicholas mulai mengangkat dagunya. Memberikan tatapan angkuh pada pria yang baru saja mengejeknya. “Kau benar,” kata Nick. Pria itu menarik sudut bibirnya. Memberikan seringaian. Nicholas memutar tatapannya pada Yiseo. “lagi pula gan’ja hanya untuk kalangan kelas bawah.” Park Yiseo tersenyum angkuh dan ia mengedikkan kedua alisnya. Sementara David terkekeh sinis. “Ya. Untuk itulah aku ingin menasehatimu agar kau segera pergi dari tempat orang-orang kelas bawah seperti kami ini.” Lagi-lagi Nicholas terkekeh. Pria itu menaruh kedua tangan di dalam saku celana lantas berucap dengan lantang, “Tak ada yang bisa mengusirku dari rumahku sendiri.” David terkekeh. “Well, Dude. This is not your home. Kau lebih baik kembali ke rumah orang tuamu. Minum s**u sambil mendengarkan dongeng sebelum tidur.” Seketika gelak tawa ke-empat lelaki itu pecah. Nicholas mendengkus dan tangannya kembali mengepal pada kedua sisi tubuhnya. “Sudahlah, Nick. Makin kau ladeni mereka makin mereka mengejekmu. Lebih baik kita pergi dari sini.” Sekali lagi Nicholas mendengkus. Lelaki itu hanya bisa memberikan tatapan membunuh pada empat lelaki yang sedari tadi mengejeknya. “Nick,” panggil Yiseo sekali lagi. Dengan mulut yang terkatup, Nicholas menganggukkan kepalanya. Ia menarik tangan Yiseo untuk pergi dari sana. Nicholas sengaja menabrak bahu David dengan kasar membuat tubuh pria itu mundur ke belakang. Ia menyeret Park Yiseo dari sana. “Padahal ada sesuatu yang ingin kutunjukan padamu di lantai dua, tapi karena mereka. Argh, sial!” Entah mengapa saat mendengar ucapan Nicholas barusan, Park Yiseo ingin tersenyum dan memberikan dukungan pada Nicholas dengan menepuk-nepuk bahunya. “It’s okay, Nick. Aku tahu mood mu sudah hancur. Sangat tidak menyenangkan berada di atas dan sebenarnya aku juga risih dengan pemandangan di sana,” ujar Yiseo. Mulut Nicholas terbuka melepaskan desahan kasar. Saat kedua kakinya berhasil menuruni tangga terakhir, Nicholas pun berhenti dan membalikkan tubuhnya. Pria itu memanyunkan bibirnya. Kemudian mendesah kesal untuk kesekian kalinya. “Kau pasti menganggapku pengecut,” kata Nick. Park Yiseo mengernyit. “Untuk apa aku mengangapmu seperti itu?” “Ya … karena aku tidak bisa melawan mereka. Padahal sebagai lelaki aku bisa saja menonjok mereka dan berkelahi dengan mereka.” Park Yiseo terkekeh sinis. “Kau pikir pria yang sering berkelahi itu akan terlihat mengaggumkan?” Sambil mengulum bibirnya, Nicholas mengedikkan kedua bahu. Tingkahnya membuat Park Yiseo tergelak mencemooh. “Harus kuakui kau memang payah, Nick, tapi mereka tak lebih baik darimu,” ucap gadis itu. Ingin sekali Nicholas bertanya maksud ucapan Yiseo barusan, tetapi gadis itu lebih dulu melangkah. Meninggalkan Nicholas yang masih mematung di tempatnya. “Hei!” seru Nick. Pria itu menggeram, mengepalkan kedua tangan. “Yiseo!” serunya. Tak mendapatkan jawaban, Nicholas pun mengambil langkah menyusul Park Yiseo. “Hey, Yis-“ “Nick!” Seketika Nicholas menghentikan langkahnya sewaktu seseorang memanggilnya. Ia menoleh sekilas lantas mendengkus. “Park Yiseo!” seru Nick. Namun, Park Yiseo tidak mendengar. Gadis it uterus melangkah. “Nick.” Seseorang datang dan menyentak bahu kanan Nick dengan telapak tangannya yang kekar. “Jack ingin bicara denganmu,” ucap pria itu. Nicholas berdecak sambil mengalihkan pandangannya. “Tidak sekarang,” ucap pria itu. Matanya sibuk mencari-cari visual Yiseo. “Tidak. Kata Jack ini hal penting. Ayo temui dia.” Sekali lagi Nicholas berdecak kesal. Akhirnya ia memutar lutut dan mengikuti pria yang baru saja memanggilnya. _________________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN