38. Foretoken

1541 Kata
Choi Yong Do tak mengerti mengapa dia harus gelisah dan merasa ada ancaman besar, membuatnya takut hanya karena melihat tiga orang gadis yang baru saja masuk ke dalam frat. Dalam sudut pandang seorang Choi Yong Do, ia seakan-akan bisa melihat sesuatu yang mengerikan dari cara Lucy tersenyum. Apalagi sewaktu Cardi mengedikkan kepalanya menunjuk si gadis Asia yang semenit lalu naik ke lantai dua. Choi Yong Do juga merasa jika atmosfer dalam ruangan ini ikut berubah. Inderanya sanggup menangkap aura gelap dari ketiga gadis dengan senyum mengerikan itu. Keheningan meliputi sekeliling Yong Do. Seolah-olah menutupi dentuman musik EDM yang menggema di dalam ruangan ini. Sehingga lelaki muda Choi itu bisa mendengar dengan jelas degup jantungnya yang berdetak penuh kewaspadaan. Menambah rasa mencekam di dalam ruangan penuh umat ini. Entah mengapa. Tubuh Yong Do bergidik ngeri sedari tadi. Seakan-akan alam bawah sadarnya ikut berbisik dan mengatakan padanya jika sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tetapi Choi Yong Do tak mengerti. Ada apa dan mengapa sedari tadi bulu tengkuknya berdiri. Membuat tangannya yang memegang gelas mocktail ikut bergetar. Cairan merah muda yang baru saja masuk ke dalam mulutnya serasa mengiris tenggorokan. Bagai menelan benjolan di kerongkongannya. Menimbulkan rasa nyeri di da’da. Ada sesuatu yang terus mendesaknya untuk segera mendekati gadis-gadis Australia itu. Semakin detik berganti, semakin Choi Yong Do merasa gelisah. Sehingga dia tak punya pilihan lain lagi. Didorong oleh nalurinya, Choi Yong Do memberanikan diri untuk mendekati tiga orang gadis tersebut. Bagai seorang penjahat amatir, tingkah lelaki muda Choi itu terlihat tentatif. Sedapat mungkin ia berusaha untuk tidak membuat dirinya terlalu mencolok. Berjalan di antara kerumunan banyak orang. Sambil tidak melepaskan pandangan dari Lucy, Cardi dan Jase. “Hey, Dude! Perhatikan jalanmu.” Seseorang memberikan tatapan sinis pada Choi Yong Do saat ia tak sengaja menabrak tubuh pria jangkung tadi. “I’m sorry,” ucapnya sambil menundukan wajah. Refleks, Choi Yong Do kembali menatap tiga orang gadis yang sejak tadi menjadi pusat atensinya. Jangan sampai keberadaannya diketahui oleh para gadis tersebut. Choi Yong Do kembali menatap si pria berambut merah yang baru saja ditabraknya dan sekali lagi ia memohon maaf sambil mengatupkan kedua tangan. Pria itu mendengkus lalu menggerakan tangan. Memberi isyarat untuk menyuruh Choi Yong Do pergi, lantas pria itu memilih untuk bersandar pada sebuah pilar dekat pintu masuk. Tepat di mana Lucy dan teman-temannya sedang berdiri di depan pilar itu. Choi Yong Do menoleh ke belakang. Memastikan jika Lucy dan teman-temannya belum beranjak dari tempat mereka. Sebisa mungkin Choi Yong Do bersikap normal agar tidak memancing kecurigaan karena ada banyak orang di sekelilingnya. Bisa-bisa Choi Yong Do dikira sedang menguntit. “Well, sepertinya kita tak perlu menunggu hingga pentas sekolah selesai.” Choi Yong Do mengernyit saat mendengar suara Lucy. Pria itu berusaha makin menajamkan pendengarannya. “It’s perfect time to shake the b***h from Asia,” kata Cardi. Seketika Choi Yong Do melebarkan matanya. Sedikit terkejut dengan nalurinya yang ternyata benar seratus persen. Sehingga Choi Yong Do makin percaya sekaligus takut. Jangan sampai firasatnya ini menjurus pada Park Yiseo. Jangan sampai. Dalam hati Choi Yong Do mulai bergumam. Minta Tuhan-nya untuk melindungi Park Yiseo. “Hem,” gumam Jase. “tapi bagaimana dengan Nick?” “Gampang ini rumahnya. Dan satu lagi,” kata Lucy. Ia menelengkan wajah ke kiri dan kanan menatap dua orang temannya. Gadis itu menyeringai kemudian melanjutkan, “ada Jack di sini. Bagaimana Nicholas bisa menolak siapa pun, tetapi ia tak bisa menghindar dari Jack. Saat Nick menjauh dari gadis itu, maka saat itulah riwayat jalang Asia itu akan tamat.” Lucy kembali menyeringai. Kompak, Cardi dan Jase menarik sudut bibir mereka. Membentuk seringaian yang sama seperti di wajah Lucy. “Well, kalau begitu bagaimana? Apa yang harus kita lakukan?” tanya Cardi. Lucy menarik napas dalam-dalam sambil membawa kedua tangannya ke atas kemudian melipatnya di depan da’da. Gadis itu mengatupkan mulut, tetapi sudut atas bibirnya bergerak naik. Membentuk senyum iblis. “Well, Cardi. Sepertinya kau lupa tempat apa ini,” ucap Lucy. Ia memalingkan wajahnya ke samping. Menatap Cardi dengan pandangan penuh arti. Cardi mengernyit. “Ya … ini frat,” ucap gadis itu. “Maka seharusnya kau tahu apa yang bisa kita dapatkan di sini,” kata Lucy. Mengedipkan sebelah mata sambil mengedikkan kepala menunjuk ke arah bar. Untuk beberapa detik, Jase terlihat bingung. Ia mengerutkan dahi sambil berusaha menelaah ucapan Lucy dan menerawang lewat tatapan matanya. Sejurus kemudian senyum di wajah Jase dan Cardi kembali mengembang. Menguasai seantero wajah. “Yeah …,” gumam Jase. “It’s like a brothel,” ucap gadis itu. “Ya,” kata Lucy. Gadis itu mulai mengangkat dagunya tinggi. “Dan itu artinya kau bisa mendapatkan segala jenis obat di tempat ini,” tambah Cardi. “That exactly what I mean,” ucap Lucy. Tiga gadis itu saling menatap sambil menyeringai. Untuk pertama kalinya dalam hidup seorang Lucy Bannett ia begitu senang melihat Park Yiseo berada satu tempat dengannya. Bagai melihat kilauan berlian, manik mata Lucy berbinar-binar sewaktu melihat Park Yiseo turun bersama Nicholas. “Well, Cardi. Kau tahu apa yang harus kau lakukan,” ucap Lucy. Cardi tak bisa berhenti menyunggingkan seringaian licik. “As you wish,” ucap gadis itu. Sambil mematri tatapan ke arah lantai dua, Cardi mulai melangkah meninggalkan kedua temannya. Lucy menatap satu-satunya orang yang tersisa. “Now you’re up, Jase. Go find Marco and take GHB from him,” ucap Lucy. “Oke,” gumam Jase. Lutunya berputar dan kakinya telah melangkah, akan tetapi terhenti sewaktu ia menyadari sesuatu. Dengan cepat gadis itu memutar tubuhnya kembali menghadap Lucy. “What?!” pekik Jase. Lucy mendecih sinis. Gadis blonde itu menggerakkan bola mata. Memandang Jase hanya lewat sudut mata. Sementara mulut Jase terbuka melepaskan desahan kasar. Jase mencoba mengurai sedikit rasa panik dalam dirinya dengan menggelengkan kepala dan mengusap rambutnya hingga ke belakang kepala. “Luz, kau tahu obat seperti apa itu,” kata Jase. “Ya,” jawab Lucy. Tak ada ekspresi di wajah gadis Australia itu. Dia terlihat sangat santai. “aku mengetahuinya dengan sangat baik. Untuk itu aku ingin memberikan benda itu pada Park Yiseo sebagai kenang-kenangan terakhir.” Lanjut Lucy. Seringaian di wajahnya makin bertambah mengerikan di setiap detiknya. Gadis blonde itu kembali menelengkan wajah. Menatap Jase yang termangu-mangu di tempatnya. “Ada apa, Jase?” tanya Lucy. Seketika membuat Jase bergeming. “kau tidak ingin balas dendam padanya?” Untuk beberapa saat Jase memilih untuk diam. Namun, sejurus kemudian sudut bibirnya mulai berkedut dan naik. Membentuk senyum iblis yang jauh lebih mengerikan dari Lucy. Sorot mata gadis itu berubah dingin dengan insting bak predator yang haus akan darah. “Kau bercanda?” Ucapan Jase membuat Lucy menyipitkan mata. Sambil bersedekap, Lucy memutar tubuhnya menghadap Jase. Dilihat Lucy tatapan mata Jase berubah kosong. Gadis itu mulai menggerakan manik matanya lambat-lambat. Kali ini memberikan tatapannya kepada Lucy. Ada sesuatu dari tatapan gadis itu yang membuat Lucy bergidik ngeri, padahal dialah iblis yang merencanakan semua ini. Namun, melihat bagaimana raut wajah Jase saat ini membuat bulu roma Lucy berdiri. “Aku hanya terkejut ternyata kita punya pemikiran sama.” Lanjut Jase. Setengah alis Lucy melengking ke atas. Bersamaan dengan sudut bibirnya yang kembali membentuk senyum menakutkan. “This is our last change, Jase. Kita akan menghabisi dia malam ini dengan cara paling tidak manusiawi sehingga di akhir napasnya, gadis itu akan menyesal telah meninggalkan negaranya dan datang hanya untuk mengacaukan hidup kita.” Tarikan napas panjang, menggiring Jase mengangkat dagunya tinggi. Senyumnya makin terlihat tajam bersamaan dengan sorot matanya yang menikam, mengerikan. Kedua gadis itu benar-benar telah berhasrat untuk menghabisi Park Yiseo. Membiarkan sisi manusia mereka terkalahkan oleh dendam dan bisikan iblis. “I’ll do my best,” ucap Jase. Semilir angin yang mendorong tubuhnya berputar menjadi pertanda jika malam ini dia benar-benar harus melakukan pekerjaannya sebaik mungkin. Sementara itu, ada seseorang yang sedari tadi menahan rasa terkejutnya. Bola mata bulat dengan manik cokelat itu telah melebar sedari tadi. ‘Ap- apa?’ Dan Choi Yong Do hanya bisa menggagap sambil bergumam di dalam hatinya. Mendengar nama sebuah obat, membuat jantungnya bagai dilempar benda keras. GHB (gamma hydroxybutyrate) adalah depresan sistem saraf pusat yang biasa dikenal sebagai obat kelab atau date r**e drugs. Obat ini biasa ditempatkan di dalam minuman beralkohol. Efek samping obat ini menimbulkan euforia, peningkatan gairah seks dan ketenangan. Choi Yong Do tahu cukup tahu obat tersebut oleh karena sebuah kasus p*********n yang kemarin sempat ramai diberitakan. Dan dalam hati ia bertanya, ‘untuk apa Lucy dan teman-temannya menginginkan obat tersebut diminum oleh Park Yiseo?’ “Apa pun yang diinginkan mereka, pasti hanya untuk mencelakai Park Yiseo dan aku tidak bisa membiarkan semua ini terjadi.” Tanpa sadar Choi Yong Do bermonolog dengan dirinya sendiri. Napasnya berembus kasar dan entah alasan rasional apa yang bisa menjelaskan bagaimana dia bisa semarah ini mendengar rencana Lucy, Cardi dan Jase untuk mencelakai Park Yiseo. Namun, seperti yang dikatakannya. Apa pun alasan tiga gadis itu, Choi Yong Do tak akan membiarkan mereka melukai Park Yiseo. Lelaki Choi itu mengecilkan mata. Mengekori Jase dengan tatapannya. Kakinya siap melangkah hendak menyusul Jase, tetapi sebelum semua itu terjadi Choi Yong Do telah lebih dulu merasakan entakan yang kuat di lengannya. Refleks, pria itu memutar tatapannya ke belakang. “Hai.” ‘Oh … s**t!’ batin Yong Do. ______________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN