Bab. 5.

1038 Kata
"Lagi apa sih, tumben Reski betah banget di kamar?" Nyonya Ingrid merasa kesal sendiri, akibat putranya tak seperti biasa yang nongkrong di ruang tengah menikmati kopi bersamanya. Suaminya belum pulang sehingga membuat wanita paruh baya itu merasa kesepian. "Kalau gini ceritanya aku mau ke kamar saja lah. Ngapain juga duduk di sini sendiri," monolog Nyonya Inggrid sambil berjalan ke arah kamarnya. Tak lama, Tua Hardi datang dari kantor. Melihat istrinya duduk memainkan kuku tangannya dengan cemberut, lantas lelaki paruh baya itu berjalan mendekat untuk menyapa. "Mama kenapa?" Wanita paruh baya yanb masih terlihat segar dan cantik itu mengangkat pandangan ke arah suaminya. "Papa kapan sampai? Kok aku enggak tahu?" Nyonya Inggrid malah balik bertanya dan tak memperhatikan pertanyaan suaminya. Hal itu membuat Tuan Hardi menggeleng pelan melihat istrinya yang enggak konek saat diajak bicara. "Papa yang tanya, malah Mama balik tanya!" "Owh, tanya apa, sih?" "Mama kenapa cemberut gitu?" Tuan Hardi mengulang pertanyaannya. "Enggak kenapa-napa. Kesel aja tadi enggak ada temennya!" Nyonya Inggrid menjelaskan suasana hatinya. "Bukannya Reski sudah pulang sejak tadi?" tanya Tuan Hardi sambil duduk di sofa kamarnya kemudian melepas sepatunya. "Iya, tapi sejak pulang dia malah enggak keluar-keluar," jawab Nyonya Inggrid masih dengan suasana hati yang kesal. "Benarkah?" tanya Tuan Hardi dengan wajah serius. Tetapi sesaat kemudian lelaki paruh baya itu malah tertawa cerah. "Bagus itu, Ma!" "Apanya yang bagus?" Nyonya Inggrid merasa aneh dengan ucapan suaminya. "Artinya, ada kesempatan Reski dan Bunga sedang mengupayakan keinginan kita untuk punya cucu," jelas Tuan Hardi. Nyonya Inggrid mendengus kesal saat mendengar jawaban dari lelaki yang dia cintai. Bahkan ibu Reski itu menggerutu dalam hati. 'Ogah! Kalau bisa aku ingin mencarikan calon ibu untuk cucuku. Aku enggak rela benih Reski ditanam di rahim gadis tak tahu diri itu!' "Kalau mau Papa temani minum kopi, aku mandi dulu!" Tuan Hardi berlalu menuju kamar mandi. Sedangkan wanita angkuh itu diam saja karena pandangannya fokus pada layar ponselnya. * "Emmm .... Wangi ...!" Reski memeluk erat tubuh istrinya yang baru saja selesai mengeringkan rambutnya. "Kau jangan membuat kita semakin lama di dalam kamar!" Bungan mencoba menyingkirkan lingkaran tangan suaminya dari pinggangnya. "Kenapa?" tanya Reski menatap wajah Bunga dari samping. "Aku hanya tidak mau kalau Mama sampai marah karena aku tak membantu menyiapkan makan malam," jawab Bunga berbalik arah menatap suaminya. "Tidak akan marah, karena kamu mengurus putranya dengan baik," ucap Reski sambil membingkai wajah Bunga. Wanita berkulit kuning langsat itu hanya tersenyum tipis sambil bergumam dalam hati. 'Andai saja kau tahu setiap harinya istrimu ini diperlakukan seperti apa!' Setelah beberapa saat terdiam, Bunga mengajak Reski untuk ke bawah. "Ayo turun, Mas!" "Ayo, tapi buatkan aku kopi ya?" Iya. Makan dulu baru aku buatkan!" Kedua pasangan suami istri itu akhirnya turun ke bawah saling bergandengan tangan. Sesampianya di sana, kedua orang tua Reski sudah duduk di meja makan. "Ini dia yang ditunggu akhirnya datang," ucap Tuan Hardi dengan senyum mengembang di bibirnya. Sedangkan Nyonya Igrid hanya menatap malas ke arah putra juga menantunya. Reski duduk di kursi depan ibunya. Sedangkan Bunga berjalan menuju dapur. Tak lama, Bunga dan asisten rumah menyiapkan semua menu makan malam. Saat wanita cantik itu ingin ke dapur lagi, tiba-tiba tangan Reski mencekal pergelangan tangan istrinya. "Duduklah! Kita sudah ada dua asitem yang khusus bekerja di dapur. Untuk apa kamu masih sibuk ikut ngurus rumah?" Tatapan mata Reski membuat istrinya tak berkutik. Ingin menjelaskan kalau dia takut dengan ibunya, tetapi, Bella tak mau menjelekkan wanita yang sudah melahirkan suaminya itu. Meski perlakuan ibu mertuanya tak baik, Bunga tak akan mengumbar keburukannya. Kecuali, saat semua sudah tak bisa ditoleransi lagi, mungkin kesabaran akan ada batasannya. Namun tidak untuk sekarang. Hari ini ia merasa bahagia karena suaminya mengesampingkan kesibukan yang biasanya tak pernah ditinggalkan. Pada akhirnya, Bunga memilih duduk di sisi Reski. Dia tak mau membuat suaminya marah karena dia membantah. Biarkan saja dampaknya akan ia terima saat esok hari. Yang penting malam ini dia merasa bahagia dan disanjung oleh suaminya. "Malik kemana, Ma?" Sebelum mulai makan malam, Reski bertanya keberadaan adiknya. "Dari kuliah siang tadi belum pulang. Mama hari ini sedang malas bertanya keberadaannya," jawan Nyonya Inggrid. "Jangan dibiasakan pulang larut, Ma! Kita enggak tahu kan, pergaulan di luar sana seperti apa?" Reski bertanya sambil menatap wajah mamanya. "Papa sudah sering kali kasih tau Malik agar tak pulang telat. Hanya saja, anak jaman sekarang susah utuk dinasehati," sahut Tuan Hardi. "Oke, kita mulai makan saja! Nanti kalau dia pulang biar jadi urusanku!" Reski seolah tak rela jika adiknya menjadi pemuda yang gagal. Sedangkan wanita paruh baya yang dandan menor itu merasa khawatir karena Malik pasti akan kena damprat kakaknya. Makan malam pun serasa hening dari biasanya. Hanya ada suara Tuan Hardi da Reski saja yang mengobrol masalah pekerjaan. Sedangkan Nyonya Ingrid memilih aman. Dengan diam semua akan terasa aman menurutnya. Sedangkan Bunga malam ini dia menikmati makanannya lebih dengan rasa syukur. Perutnya terasa sangat kenyang karena dia sangat nyaman saat suminya mulai perhatian lagi. Lima belas menit berlalu, makan malan selesai. Reski dan ayahnya menuju ruang tengah. Namun sebelum beranjak, dia meminta dibuatkan kopi kepada istrinya. "Jangan lupa kopi untukku juga Papa ya?" "Iya. Tunggu sebentar!" Bunga mulai membereskan meja. Namun lagi dan lagi Reski melarangnya. "Biarkan saja! Kamu kerjakan saja tugasmu!" Bunga mengangguk kemudian berjalan ke arah dapur untuk membuatkan kopi suaminya. Sedangkan Nyonya Inggrid semakin kesal karena perlakuam Reski terhadap menantunya. 'Si*l! Kalau Reski terus memanjakannya, pasti wanita itu akan semakin berani kepadaku! Aku akan cari cara agar Reski membenci perempuan kampungan itu.' Nyonya Inggrid berjalan mengikuti langkah suami juga putranya. Tak lama, Bunga juga datang membawa kopi juga teh hijau untuk ibu mertuanya. "Ini kopinya, Mas!" Bunga meletakkan kopi dan teh itu di atas meja. Taruh saja, Yang!" Reski yang sedang asik dengan ponselnya langsung mengambil kopinya. Ia hirup aroma kopi itu dengan mata terpejam. Sedangkan Bunga kembali ke dapur menaruh nampan. Wanita itu tak henti tersenyum hingga Mbak Sri pun ikut bahagia. Karena sudah lama asistem itu tahu, betapa menderitanya Nona-nya karena tekanan dari ibu mertuanya. "Nona senang sekali ya, senyum terus," ucap Mbak Sri. "Tahu aja deh!" Bunga menatap Mbak Sri dengan senyum tipis. "Semoga selamanya, Nona bahagia selalu," doa Mbak Sri tulus. "Amiiin ...." Setelah mengatakan itu, Bunga kembali bergabung ke ruang tengah. Saat akan duduk tiba-tiba Nyonya Inggrid menumpahkan tehnya. "Aw ...!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN