Getih

1031 Kata
Wajah tampak serius, tak ada senyum bahagia dari dalam dirinya. Sementara Sekar yang sedang mengintip dari balik jendela untuk mendengarkan percakapan Dokter Raka dan Dokter Diah. Namun, ketika ia sedang asyik mendengarkan tiba-tiba saja dikagetkan oleh sebuah tangan yang memegang bahunya. Sontak ia menoleh ke belakang, detak. Jantungnya berdetak lebih cepat ketika ia menoleh dan mendapati Dokter Diah di belakangnya. “Kenapa kamu ngintip kaya gitu?” tanya Diah lirih. “Maaf, Bu. Saya penasaran!” “Penasaran kenapa?” Kedua tangan Dokter Diah berkacak pinggang seakan ingin memakan Sekar saat ini. “Saya melihat Dokter Raka ada yang tak wajar,” ucap Sekar. “Baiklah sekarang kamu ikut masuk.” “Iya Dok!” “Kenapa membawa dia masuk, Dok?” tanya Raka tak suka. “Sekar adalah asisten saya, jika saya tidak ada, maka dia yang akan menggantikan,” jelas Diah. “Jelaskan padaku apa yang terjadi pada Dokter Raka, Sekar!” Sekar menatap dalam pada Raka dan mencoba berinteraksi dengan dua sosok wanita yang mengikutinya. “Kowe sopo, Nduk?” tanya sosok wanita dengan pakaian adat Jawa tempo dulu. “Saya Sekar!” “Ora usah ikut campur, iki memang wes nasib e bocah e kudu nampa karmane leluhur e. Perjanjian Sing wes di sepakati ora isa di ubah maneh. Getih yo kudu di bayar getih!” Sekar yang baru saja lepas dari mediumisasi mengalami muntah yang sangat hebat. “Gimana Sekar?” tanya Dokter Diah. “Katanya kita tidak boleh ikut campur, karena Dokter Raka harus membayar karma yang sudah disepakati leluhurnya. Darah harus di bayar dengan Darah.” Dokter Raka tercengang karena ia tidak menyangka bahwa Sekar bisa berinteraksi dengan makhluk halus. “Dokter Raka tidak usah khawatir karena saya akan membantu Anda untuk lepas dari belenggu ini.” Diah berusaha meringankan beban Raka, agar pria itu tidak larut dalam bayang-bayang ketakutan. “Ada satu sosok lagi yang mengikutinya. Dia arwah gentayangan? Sepertinya Dokter Raka pernah mengkhianati seorang perempuan!” “Sudah cukup!” sahut Diah. “Saya akan membantu semampu Anda, Dok. Sepertinya harus kita akhiri dulu, karena saya ada urusan penting," sambung Diah. Raka dan Sekar akhirnya pamit setelah Dokter Diah beranjak berdiri dan menata mejanya. “Saya gimana, Dok? Haruskah saya di sini agar penampakan-penampakan itu tidak mengganggu jam kerja saya.” “Dokter dengar sendiri apa yang di katakan Sekar. Saya akan mencoba mencari cara!” Dengan rasa kecewa Raka pun menurut. “Apa yang kamu ucapkan benar?” tanya Raka. “Silakan Dokter jawab sendiri, permisi!” “Sombong amat anak ini!” gerutu Raka. *** Dalam perjalanannya menuju rumah bunga untuk beristirahat, Sekar berpapasan dengan Akira. Terlihat jelas dari raut wajahnya ia sedang bahagia. “Sekar! Kamu lihat Dokter Raka tidak?” tanyanya. “Akir—“ Belum selesai Sekar berbicara, Akira berlari ke belakang karena gadis berambut sebahu itu menemukan sang tambatan hati yang berjalan di belakang Sekar. Melihat Akira bahagia, Sekar justru tampak sedih. “Akira ... kenapa kamu harus jatuh cinta dengannya,” batin Sekar menatap nanar ke arah mereka berdua. Sosok wanita berambut panjang itu terus mengikuti Raka. Ia sulit sekali diajak berinteraksi hanya diam saja ketika Sekar sedang menginterogasinya. “Akira aku kantuk banget, aku duluan, ya!” ucap Sekar. Akira tak mendengar hingga akhirnya Sekar memilih pergi tanpa berpamitan. “Raka tunggu!” Dokter Diah berjalan dari arah belakang Raka. “Iya, Dok.” “Malam ini kamu menginap saja di sini! Surabaya-Magelang itu sangat jauh, beristirahat lah baru besok kamu bisa melanjutkan perjalananmu. “Terima kasih, Dok.” *** Senja di ufuk barat tampak indah, semua itu terlihat jelas dari jendela kamar Sekar. Perlahan gadis itu beranjak dari tempat tidurnya menatap indahnya langit yang hanya sebentar saja akan berganti dengan gelapnya malam. Angin tiba-tiba berembus menampar wajah Sekar, membuat gadis berambut panjang itu kedinginan. Segera setelah menutup jendela, Sekar keluar kamar dan mendapati sosok wanita itu berdiri di pintu kamar. “Astagfirullah, dasar demit!” seru Sekar kesal. “Pergi! Jangan ganggu aku.” Sekar kesal dan berlalu karena sosok wanita itu adalah hantu yang mengikuti Raka ke mana pun pergi. “Tolong aku!” Langkah Sekar terhenti, ada sesuatu yang membuatnya penasaran dengan hantu itu. Ia pun berbalik kanan dan mendekatinya kembali. “Apa yang bisa kubantu?” “Bantu apa?” Suara seorang pria tiba-tiba datang dari arah belakang si hantu. “Dokter Raka!” ucap Sekar terheran. “Kaget, ya. Malam ini aku akan tidur di rumah bunga dan baru besok akan pulang,” terang Raka. “Oh begitu!” “Kenapa? Kamu gak suka!” ucap Raka sembari tersenyum simpul Sekar. “Kenapa kamu bertanya begitu Dokter Raka. Harusnya saya yang balik bertanya kepada Dokter.” “Entahlah Sekar. Kenapa aku selalu bawaanya ingin berdebat dengan kamu,” batin Raka. Tanpa bicara lagi Sekar ke kamar mandi dan meninggalkan Raka yang sendirian di ruang tamu. Beberapa menit kemudian, Sekar bin dari kamar mandi, lalu menyeduh kopi untuk dua orang. “Silakan diminum!” Sekar mengenyak di Sofa, sembari menatap Raka yang sedang asyik bermain dengan laptopnya. “Terima kasih.” Ia pun melirik dan tersenyum kepada Sekar. “Hantu itu mantan kekasihmu bukan?” “Maksud kamu?” “Namanya Maria!” “Bagaimana kamu bisa tahu?” “Arwahnya ada di sini!” “Sekar!” Karena ketakutan Raka pun berlari dan duduk di samping Sekar dengan begitu dekatnya. Akira yang baru saja pulang, hatinya meronta-ronta ketika melihat kedekatan mereka berdua. Hingga tanpa menyapa Akira langsung masuk ke dalam kamar. Menyadari hal itu, Sekar melepas tangan Raka yang sedari tadi memegang lengannya. “Mau ke mana?” tanya Rafka yang ketakutan dan ikut masuk ke dalam kamarnya yang berada di depan Akira dan Sekar. "Akira!" sapa Sekar ketika membuka pintu. Tampak wajah ayu Akira terlihat masam. Tanpa banyak bicara ia hanya membalas sapaan Sekar dengan menatapnya. "Kamu marah denganku! Aku tidak ada hubungan apa pun dengannya!" jelas Sekar. "Lalu bagaimana kamu bisa sedekat itu dengannya, sedangkan aku saja tak pernah seperti itu." Akira duduk di ranjangnya dengan gelisah, rasa cemburu itu membuatnya kesal. "Sekar!" panggil Raka dari balik pintu. Dengan langkah gontai, Sekar membuka pintu dan mendapati Raka telah berganti pakaian dengan begitu rapi. "Dokter mau ke mana?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN