Wowo

1077 Kata
Melihat Dokter Raka telah berpakaian rapi, Sekar pun menanyakan ke mana pria berkaca mata itu akan pergi. “Aku mau ikut kamu untuk bertemu dengan dokter Diah.” “Maaf Dokter Raka, barusan Dokter Diah mengirim pesan bahwa beliau malam ini tidak praktik,” jelas Sekar. Kecewa, itu yang dirasakan Raka saat ini. Pertemuannya dengan Dokter Diah pagi tadi belum memuaskan menurut Raka. “Permisi, ya Dok. Akira aku berangkat dulu. Malam ini aku hanya sampai tengah malam. Nanti aku pulang!” seru Sekar. Dalam perjalanan menuju ke rumah sakit, Sekar hanya sendiri di temani angin yang bertiup menerpa wajah dan rambutnya yang tergerai lurus nan panjang. Sesekali ia menyibakkan rambutnya yang terbang menutupi wajahnya yang Ayu. “Sekar!” panggil Mbah Rahwuni yang menunggu sedari tadi. “Iya, Mbah bagaimana? Apa yang bisa saya bantu.” “Ikutlah denganku!” Berjalan menyusuri lorong berdua dengan Mbah Rahwuni membuat Sekar lebih percaya diri. Beliau selain mengajarkan sopan santun dan budi pekerti, Mbah Rahwuni juga mengajarkan hal spiritual kepadanya. “Ingat pesanku. Gunakan ilmu kamu demi kebaikan dan jangan sesekali kamu ikut tersesat,” ujar Mbah Rahwuni. “Insha Allah!” Malam ini Sekar akan menggantikan posisi Dokter Diah untuk membantu arwah yang datang meminta bantuan. “Mbah itu suara apa?” tanya Sekar yang mendengar suara hentakan orang berjalan. “Nanti kamu lihat sendiri, Sekar. Atau kamu belajar dari mata batin kamu sendiri. Siapa yang datang.” Seketika Sekar pun mulai memejamkan mata dan ia tersentak kaget ketika melihat wujud yang mendekatinya. “Mbah Ini bukan bangsa manusia! Energinya dari bangsa Jin.’’ Mbah Rahwuni hanya diam sembari fokus menatap ke arah anak tangga. “Mlebu!” ucap Mbah Rahwuni meminta sosok Makhluk berbulu hitam dan bertanduk itu untuk masuk ke dalam. “Duh ngeri amat wajahnya, aku ga sanggup menatap!” keluh Sekar dengan menundukkan kepala menghindari tatapan sosok anak gendruwo. “Apa yang kamu inginkan?” tanya Mbah Rahwuni. “Aku ingin meminta bantuan! Aku janji akan memberikan apa pun yang kalian minta jika bisa membantuku!” “Minta bantuan apa?” Sekar masih tetap menunduk dan ketakutan melihat wajahnya. “Selamatkan ibu saya?” “Bisa gak kamu membo saja jadi orang cakep gitu? Jangan pasang wujud aslimu,” pinta Sekar. Sebuah pukulan menggunakan buku pun mendarat di kepala Sekar. “Kamu harus siap bertemu sosok dengan segala wujud.” “Siap, Mbah!” Sekar yang baru pertama kali menangani pasien gaibnya harus siap. Dengan terpaksa ia menatap pria dari alam lain itu. Perlahan, sosok itu mulai menceritakan kejadian yang menimpa ibunya. “Ibuku terkena bambu mentiung. Dan sekarang nyawa ibuku ada ditangannya.’’ “Baik, aku akan membantumu. Setelah Shubuh aku akan ke sana?” “Terima kasih. Apa yang kamu inginkan dariku. Aku akan menuruti semua perintahmu jika kamu mau bisa menyelamatkan ibuku.” “Gak perlu. Gak usah beri aku apa-apa.” Anak gendruwo itu tersenyum, dia berharap agar sekar menepati janjinya. “Jangan terlalu lama, karena kalau manusia itu sudah bertransaksi dengan ibunya, maka kamu tidak akan bisa menyelamatkannya. Dan urusanmu bukan dengan bangsa Jin lagi. Tapi dengan manusia.” “Tapi, Mbah! Masa iya aku malam hari ini harus ke kebun bambu sendiri!” tegas Sekar. “Suatu saat kamu bukan hanya menemui makhluk seperti itu saja. Akan ada yang lebih menyeramkan dari itu.” “Jadi aku harus sekarang, Mbah?” “Kalau ada kendaraan bisa. Kalau gak kamu harus belajar dari jarak jauh. Ada beberapa hal yang bisa kamu bantu dari jarak jauh. Namun, ada juga yang harus kamu datangi.” “Mulai besok kamu harus belajar lagi.” “Malam ini aku akan mengajarimu.” Sekar yang lebih memilih menjadi cenayang tampak bahagia. Ia berusaha keras agar bisa membantu sesama. Melihat hantu gentayangan ia sangat miris. Atas bantuan Mbah Rahwuni Sekar bisa membebaskan ibu gendruwo tersebut dari jarak jauh, walau ia harus mengeluarkan banyak tenaga. Saat itu juga kedua sosok bertanduk itu datang dan menawarkan sesuatu kepada Sekar. Namun, gadis itu menolaknya. “Namaku Wewo. Jika ada masalah panggillah. Aku akan membantumu.” Karena kelelahan Sekar meminta izin pulang lebih awal. Sepanjang lorong rumah sakit ia tersenyum melihat bangsal kosong itu. Bangsal yang terlihat kumuh, digunakan untuk pasien gaib. Suara-suara binatang malam yang sering ia dengarkan membuat Sekar sudah terbiasa mendengarnya. Penampakan-penampakan yang ia lihat seakan hanya angin yang lewat. Tak sedikit dari mereka yang mengganggu karena aura yang Sekar miliki membuat makhluk dimensi lain penasaran. Sesampainya di taman bunga, ia melihat begitu banyak anak bajang yang sedang bermain di taman sebelah kiri taman bunga. Ini kali pertama Sekar melihat mereka. “Aneh, aku tidak pernah melihat mereka di sini. Kenapa sekarang aku bisa dengan mudah menembus alam lain.” Sekar kebingungan, terlebih ketika ada seorang anak gadis menatap tajam padanya seakan tak senang melihat Sekar mengawasi mereka. Tubuhnya yang tinggi kurus, dengan wajah yang belum sempurna itu menatapnya dengan bola mata yang seakan mau lepas dari tempatnya. “Hantu kecil saja sudah berani menantangku!” batin Sekar sambil berlalu pergi. Di rumah bunga yang hanya di tempati Akira dan Raka sudah tampak sepi, ia menengok kamarnya dan melihat Akira tertidur lelap. Sementara di kamar Raka, sudah tak terdengar suara apa pun. Sekar yang masih terlihat bingung lebih memilih duduk di ruang tamu, sambil memikirkan sesuatu yang membuatnya penasaran. “Ngapain kamu Sekar di sini!” Suara parau itu membuatnya kaget. “Dokter Raka!” Pria itu tertawa melihat Sekar yang kaget. “Aneh kamu ini, masa lihat hantu gak kaget justru dengar suaraku malah kaget. “Kukira sudah tidur!” ucap Sekar dengan kesal. “Gimana tadi, sudah ketemu Dokter Diah?” tanya Raka. “Dokter Diah tadi gak datang.” “Duh gimana, ya?” “Sepertinya masalahmu bukan hanya soal hantu wanita itu, ada sesuatu masalah besar yang kamu tutupi dari kami!” Raka terdiam, ia meneguk kopi hitam yang ia bawa sambil duduk di samping Sekar. “Sakti juga kamu bisa tahu! Tapi lebih baik kamu gak tahu dan jangan ikut campur!” Wajah Raka tampak berubah seakan bukan dirinya yang baru saja berbicara. Merasakan curiga ia pun menoleh dan menatap wajah Raka yang tampak gusar. Menyadari wanita yang berada di sampingnya sedang mencuri pandang, Raka pun menoleh. Kini mereka saling bertatap muka, wajah Raka begitu dekat dengan Sekar. Membuat gadis yang tadinya berani menjadi ciut nyalinya. Sekar pun menelan ludah, ia diam tak dapat berkata. Hingga tatapan mereka di buyarkan suara seorang perempuan yang tampak kesal. “Sekar!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN