Beberapa jam sebelum Igor dan keluarga kecilnya pergi ke kediaman Ayu dan Said.
Gema akhirnya bisa bernapas lega. Akhirnya Idris mau dibujuk daddynya untuk ikut pergi bersama ke rumah seorang kerabat yang bernama Said Hassan Youdha, yang merupakan abang sepupu Gema.
Idris sebelumnya kesal, karena tidak sempat berbicara dengan grandmanya yang sedang sakit keras di Kolombo. Sementara Gema sudah buru-buru ingin segera sampai di rumah abang sepupunya itu karena sudah ditunggu kedatangannya.
"Why don't you let me talk to Granma Uwung, Mommy?" rutuk Idris saat memasuki mobil. Wajahnya bercampur kesal dan marah. Sebelumnya dia tidak dibiarkan mommy daddynya berbicara dengan neneknya.
"We must be hurry, Sweetheart," balas Gema dengan wajah datar. Dia memang terburu-buru.
"It's not fair. I want to make her calm too like Daddy did." Idris merasa ini tidak adil baginya. Dia sangat ingin berbicara dan menenangkan neneknya yang sedang sakit keras.
Meski sudah masuk ke dalam mobil, Idris ternyata masih saja menggerutu.
"Please, Idris. Sit on your booster," sela Igor yang sudah duduk di samping Gema yang sudah siap-siap menyetir.
"I don't want too. I am big now. I am not toddler anymore," protes Idris yang merasa dirinya sudah besar dan tidak perlu duduk di atas kursi khusus.
"Please."
"We are in Jakarta. We're not overseas," protes Idris lagi. Dia merasa tidak perlu duduk di atas kursi khusus karena berada dan tinggal di Jakarta di mana anak-anak seusianya atau bayi tidak duduk di atas kursi, namun di luar negeri dia harus duduk di atas kursi tersebut.
Igor melirik Gema sejenak. Dia dekatkan wajahnya ke wajah Gema dan sekilas mengecup bibirnya lembut sambil meraih ponsel yang ada di saku baju Gema.
"Aku nggak mau harimu rusak, juga harinya. Ok?" ujar Igor dengan nada membujuk.
Gema mematikan mesin mobil setelah membuka kaca jendela mobil, dan membiarkan Igor menyerahkan ponsel ke Idris yang masih tidak mau duduk di atas boosternya.
Perlahan Idris memindahkan posisi duduknya ke atas boosternya.
"Go. Talk to her. We are waiting," ujar Igor ke Idris dengan tatapan lembutnya.
Idris mengangguk pelan.
Igor lalu melirik Gema yang masih tampak kesal. Perlahan diraihnya tangan Gema dan menggenggamnya erat.
"I am okay, Granma. We are about to go to Khaali Said's house. Okay. You take care, Granma. I love you too." Terdengar suara lembut Idris membujuk neneknya.
Gema menghela napas lega setelah mendengar kata-kata menenangkan dari Idris untuk granmanya yang sedang sakit keras. Granma Idris sudah lama tinggal di Kolombo, Srilangka. Idris sangat jarang sekali bertemu dengannya.
"It's okay, Granma. You're not supposed to be sad that you cannot come to see your best friends' wedding. I understand your situation."
Igor dan Gema saling lirik. Gema terlihat haru mendengar kata-kata Idris untuk granmanya.
"He is the only one. Dia terbaik," bisik Igor.
Gema mengangguk pelan seraya menghela napas berat. Ada dilema hebat di dadanya, antara memenuhi janji dan memikirkan mama mertuanya yang sakit-sakitan.
"It's done, Daddy. I feel better. We can go now," ujar Idris sambil menyerahkan ponsel Mommy ke daddynya. Dia sekilas melirik ke arah mommynya yang sudah menyalakan mesin mobil.
Dengan semangat Gema melajukan mobilnya.
Meski Idris mengaku perasaannya lebih baik, tapi tetap saja raut wajahnya masih nampak sedih selama perjalanan karena memikirkan sang nenek yang sedang sakit.
***
Sesampai di depan rumah kakak sepupunya, Gema bergegas memeluk Idris yang baru saja turun dari mobil. Gema menyesal karena telah merusak suasana hati anaknya. Maklum, Gema sudah berjanji mempersiapkan gaun pengantin untuk pernikahan sang kerabat tepat waktu. Dia dipinta untuk cepat datang karena gaun yang dirancangnya akan segera diambil keluarga pengantin. Dia juga harus menjelaskan secara detail gaun yang dirancangnya karena penuh dengan asesoris dan hiasan.
Sebelumnya Gema yang panik karena ada asesoris yang hilang, marah-marah kesal. Padahal mereka baru saja mendapat kabar bahwa Tanta Uwung, ibu mertuanya sedang sakit dan sekarang sedang berada di rumah sakit di Kolombo. Saking kesalnya, dia tidak mengindahkan Idris yang juga ingin menenangkan neneknya.
"It is okay, Mommy. I will support what you do. Don't worry. Just ... next time I need you understand what I feel," ujar Idris seraya mengusap-usap punggung mamanya yang memeluknya erat. Idris tahu mommynya sangat menyayanginya.
Gema yang lega, merenggangkan pelukannya. "Sorry," ucapnya sungguh-sungguh.
Idris tersenyum. Akhirnya mommynya bisa ucapkan maaf juga. Kata-kata yang sangat dia tunggu-tunggu.
Perasaan sedih Idris pun berangsur lenyap karena ada seseorang yang memanggilnya dengan nada riang.
"I am going, Mommy," ucap Idris dan langsung berlalu dari mommynya menuju seorang anak laki-laki bertubuh tinggi besar. Dia Nadzir, anak dari Abang sepupu Gema lainnya, Saif Hassan Youdha.
"Siap?" tanya Igor ke Gema yang masih menatap punggung anaknya yang tampak langsung bermain gawai dengan Nadzir di salah satu pojok taman depan rumah Said.
"Oh. Iya, Igor," jawab Gema setengah kaget.
"Sudah ketemu brosnya?"
"Sudah."
"Makanya. Jangan rewel dulu kalo nggak dicari baik-baik. Kamu dari dulu selalu begitu. Belum apa-apa sudah marah-marah duluan. Pantas aja Idris suruh kamu masuk ke anger management kayak di angrybird. Masa kalah sama burung."
"Ih. Igor."
Gema cubit lengan suaminya.
Kemudian, seperti biasa dia dibantu suaminya membawa kotak-kotak peralatan gaun pengantin ke dalam rumah Said.
***
Perasaan Gema akhirnya benar-benar tenang ketika berada di dalam sebuah kamar yang sudah dipenuhi alat-alat rias pengantin. Merancang busana dan membuat penampilan orang lain lebih menawan adalah segala-galanya bagi hidupnya. Sayangnya sekarang dia tidak bisa dibantu asisten seperti biasa. Dua asistennya tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka di butik kenamaannya. Memang sedikit repot bagi Gema, apalagi ada insiden kecil sebelumnya di rumah, yaitu hilangnya sebuah asesoris gaun pengantin yang akhirnya dia temukan dan Idris yang rewel.
"Gema. Boleh aku menenangkan diri sebentar, Sayang," ujar Igor tiba-tiba setelah dia pastikan istrinya sudah siap dengan perkakasnya. Gema juga bertemu dengan partner kerjanya. Ada juga dua orang perempuan muda yang siap membantunya.
"Ok, Igor," tanggap Gema sedikit cemberut.
"Satu rokok. Aku janji."
Gema tatap wajah melas suaminya. Lalu dia belai jambang tipis suaminya. "Merokoklah. Sampai kamu tenang," ucapnya dengan nada berat.
Igor tersenyum kecut melihat wajah khawatir istrinya. Gema sangat tidak menyukainya merokok.
"Satu. Aku janji," desahnya pelan seraya mendekatkan bibirnya ke kepala Gema yang terbalut kerudung coklat muda.
"Aku janji malam ini nyenengin kamu, Gor," balas Gema ikut berbisik. Sangat pelan.
Igor tersenyum. Didekapnya kepala Gema erat-erat ke dadanya.
"Sampe kering?" tanya Igor nakal.
"Kamu nggak kenal tempat becandanya. Sana ah," usir Gema sedikit mendorong tubuh besar suaminya. Gema sangat tahu apa yang membuat suaminya tenang, mendekapnya berlama-lama.
Bersambung