Bab 16. Mommy yang Menyebalkan

1133 Kata
Perasaan Idris senang bercampur bangga saat melihat Hera duduk leseh sambil menggendong adiknya yang tertidur. Dia terlihat sangat hati-hati menggendong adiknya. "She is so cute," ucap Idris yang duduk rapi di hadapan Hera. "She isn't like you," ucapnya lagi. "My Mom said it too. Dia mirip Mami Lizett," tanggap Hera. "Hm, sedikit Eyang Ola. Matanya," ujar Idris. Hera tersenyum mengangguk membenarkan pendapat Idris. "You know, Idris. I have read a love story of a prince and a princess married then they have beautiful children." "Wow, hope we will be married, Hera," ucap Idris sambil memandang wajah cabi Hera. Hera mengangguk. "Then we can have many children," balas Hera semangat. "How many do you want?" "You decide. You're the leader." "I want one." "Why?" "Daddy said it's so painful for woman to have a birth. Daddy doesn't want my Mommy get ill." Hera menarik napas dalam-dalam. Dia tatap Idris dengan seksama. "You don't need to agree with his opinion. You may change." "Yes. You're right. Maybe when we're really big, our mind changed too. Right now, I agree with him." Hera tersenyum hangat. "Do you think your love will change too when you're growing, Idris?" tanyanya. Idris terkesiap. Dia tidak menyangka dengan pertanyaan Hera. Idris tatap Hera lekat-lekat. "I don't think so," bisiknya pelan. Tiba-tiba Crystal bergerak-gerak. Lalu wajahnya tampak meringis. Idris langsung beranjak dari duduknya dan melangkah cepat menuju papamama Hera dan mommydaddynya yang masih berbincang-bincang. Tanpa ragu dia melapor bahwa si bayi sudah bangun dan merengek. Bukan Tata yang beranjak, tapi Gema. Dengan gerak cepat dia bangkit dari duduknya dan bergegas menuju Hera yang masih duduk mendekap adiknya yang memang terlihat gelisah. "Duh, Sayang. Mau nyusu yaa," ucap Gema dengan senyum hangatnya. Dia raih Crystal dari dekapan Hera. "Dedeknya kasih ke Mama dulu ya?" ucap Gema dengan nada membujuk. "Iya, Aunty." Hera takut-takut memandang wajah tak ramah Gema. Entah kenapa perasaannya kikuk saat Gema meraih adiknya dari pangkuannya. Meski kata-kata yang ke luar dari mulut Mommy Idris itu terdengar manis, tapi Hera tidak merasakan kehangatan dari kata-kata itu. Apalagi Gema sama sekali tidak melihat wajahnya. Mata Mommy Idris itu mengarah ke objek lain, seperti tidak mau terjebak memandangnya. Hera tersadar. Mungkin karena Aunty Gema tidak mau melihat rambut keriwilnya. Idris bilang mommynya tidak suka rambutnya. *** Sikap dingin Gema saat menjenguknya mengundang pertanyaan di benak Tata. Apa yang sebenarnya yang dipikirkan Gema tentang dirinya dan keluarganya. Gema terlihat antusias saat menggendong Crystal, tapi tidak ramah terhadap dirinya, Farid dan Hera. Tidak mau berlama-lama merasakan kegelisahan, Tata ungkapkan apa yang mengganjal di pikirannya kepada Farid yang sedang duduk di hadapan komputer besarnya. "Aku tuh bingung dengan Gema, Mas. Kenapa ya, dia pas gendong Crystal sikap keibuannya jelas banget. Senyum manis, bujuk-bujuk gitu. Tapi pas aku ajak ngobrol, diem. Mukanya nggak ceria. Aku kasihan lho sama Hera, mukanya tuh melas kalo diliatin sinis sama dia, kamu juga kan?" Farid tergelak. "Nggak usah dipikirin." "Gimana aku nggak kepikiran. Hera kan dekat sama Idris. Udah ngomong cinta-cinta segala. Entahlah." Farid mematikan komputernya, juga melepas kacamatanya. "Aku ganggu ya, Mas?" tanya Tata. Dia merasa telah mengganggu pekerjaan Farid yang sedang mengawasi keadaan finansial perusahaan Bu Hanin yang sudah 'dihibahkan' kepadanya. "Nggak. Ini ada macet kayaknya. Besok aja di kantor urusannya," jawab Farid yang terlihat lelah. Hampir dua jam dia habiskan waktunya di depan kompter. Lelahnya lumayan bertambah pula saat mendengar keluhan istrinya. Tapi dia berusaha tidak menunjukkannya. Farid duduk di sisi Tata yang duduk di tepi tempat tidur, lalu kemudian dia berikan pijatan-pijatan lembut di dua bahu Tata. "Kamu itu sedang menyusui. Jangan stress. Hera itu masih kecil. Idris juga. Yah, anggap saja mereka berdua nyaman berteman. Kok mikir yang nggak-nggak. Harusnya senang Hera dapat teman. Hera kan sulit berteman. Masalah Mommy Idris, yah gimana lagi. Yang penting kita sudah berusaha menunjukkan bahwa kita tidak punya masalah dengannya. Kalo kata Ibu jangan sampai sikap kita menyakitkan orang lain," bujuk Farid panjang lebar. "Mas ngerasa nggak sih?" Farid terkekeh. "Dari awal ketemu pas nikahan Ibu dia sudah begitu sama aku, Rena Sayang." Ah, Farid memang sangat lemah lembut. Dia pun lega bisa menahan diri untuk tidak menunjukkan kekesalannya yang bercampur kelelahan. Apalagi melihat sikap Tata yang mulai melunak. "Apa karena dia tuh ngerasa paling cantik, terkenal, keluarga alim yang kaya raya...." Tata masih saja dongkol. "Jangan begitu." "Kok bisa dapet Pak Igor yang ramah dan lemah lembut ya?" "Haha, lemah lembut? Ngebodor gitu lemah lembut?" Farid tidak setuju dengan dugaan-dugaan Tata. Tata terkekeh menyadari penilaiannya yang tidak disepakati Farid. "Entahlah. Jujur aku suka sikap Pak Igor. Kalo di depan perempuan, mau dia muda, tua, dia tuh hormat banget. Malah pas acara nikahan Ibu, dia asyik becanda sama cewek-cewek pramusaji. Apa itu juga yang bikin Gema kesel? Ah, membingungkan." Farid tertawa kecil. Dia terus saja memijat bahu Tata pelan-pelan. "Kamu sih terlalu memikirkan. Ntar ASI kamu nggak lancar lagi. Katanya mau nyusuin Nesrin." Tata tertawa dengan kepala mendongak. "Makasih, Mas. Sudah dengerin keluh kesah aku." Pijatan Farid berubah menjadi rangkulan hangat. "Aku ingin Hera jadi gadis yang baik, yang tumbuh sempurna. Aku nggak mau dia kayak aku yang 'kekurangan', Mas." "Kita wujudkan sama-sama," ucap Farid yang memahami maksud perkataan Tata. "Jika seandainya dia besar dan berniat menikah, aku ingin pasangannya sangat mencintai dirinya." Tata menelan ludahnya setelah menghela napas panjang. "Perjalanan hidupnya masih panjang, Sayang." "Iya, Mas." Baru saja Tata yang tenang meletakkan kepalanya di d**a Farid, tiba-tiba Hera muncul dengan guling kecilnya. "I think Idris is the one who really loves me." Tata dan Farid terperanjat mendengar ucapan Hera barusan. Sepertinya anak itu mendengar pembicaraan mereka berdua cukup lama. "Hera? Belum tidur?" desah Tata dengan wajah cemas. Hera duduk di atas kursi kerja papanya. Dia menggeleng. "Idris belum kembalikan Daisy?" "Dia lupa, Ma." Farid dan Tata yang masih terkaget-kaget mengamati Hera. Mereka terlihat hati-hati saat mengamati Hera yang duduk dengan raut wajah serius. "Idris said her Mom likes me," ucap Hera. Wajahnya berubah sendu. "Maaf, Hera. Did you listen to what we talked about? It's just... Mama bukan menjelekkan Mommy Idris, Sayang...." Tata mulai merasa bersalah. "It's okay, Mama. She just doesn't like my hair and Papa's hair, and ... your tatoes." Farid dan Tata saling pandang. Dahi keduanya mengernyit tidak mengerti maksud ucapan Hera. "My hair dan Papa's hair are like Idris Dad's ex. These remind her of that ex." "Are you sure about that?" tanya Tata tak percaya. Baginya ini sangat konyol. Apa hubungannya rambut suami dan anaknya dengan mantan kekasih Igor. Hanya karena rambut keriting yang menyerupai rambut seorang mantan, Gema tidak menyukai Hera dan suaminya? Hingga tidak menyukai tubuhnya yang bertato. Padahal tubuh suaminya juga penuh dengan tato. Hera mengangguk mantap. Raut wajahnya terlihat sangat pasrah. "But his dad has tatoes? I don't get it...." Tata masih belum mengerti. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN