Idris memilih berada di dalam kamar sendirian sambil memeluk erat Daisy. Idris yang berusaha memejamkan matanya tersenyum. Dia tiba-tiba mengingat sebuah momen ketika dirinya tinggal di kota London. Waktu itu dia paksa daddynya membelikannya boneka barbie bekas di pasar minggu yang tidak jauh dari tempat tinggal keluarganya. Senyumnya semakin lebar ketika mengingat waktu santai di pagi hari, di mana mommynya menyisir rambut daddynya, daddy menyisir rambutnya yang lumayan panjang, dan dirinya yang menyisir rambut boneka barbie. Sempat terdengar rutukan mommynya yang heran melihatnya memainkan mainan yang seharusnya dimainkan anak perempuan. Kini, Mommynya seolah membiarkannya. Idris berpikir mommynya sangat menyukai hubungannya dengan Hera.
"How will I comb your hair, Hera. Your hair look so complicated," gumam Idris yang terbaring di atas tempat tidurnya sambil membelai rambut pirang Daisy. Tampaknya dia sudah tidak kecewa lagi. Tak lama kemudian, diapun tertidur dengan senyum indah terukir di bibirnya.
***
Kedekatan Idris dan Hera bukan lagi jadi rahasia di dalam keluarga besar. Mereka selalu bermain berdua dan bergandengan tangan di setiap kesempatan perkumpulan keluarga. Seringkali mereka terlihat saling berangkulan. Ketika berpisah tidak lupa berpelukan dan saling mengusap kepala. Hubungan mereka semakin dekat selepas acara pesta pernikahan Eyang Ola dan Njid Akhyar.
Hera semakin senang jika ada yang menggodanya saat berduaan dengan Idris, Idris juga demikian. Keduanya kompak mengungkapkan bahwa hubungan mereka sangat serius dan tidak main-main. Tapi tetap saja para orang dewasa menganggap hubungan tersebut hanya cinta monyet belaka. Mereka hanya menggeleng-geleng melihat kedekatan keduanya. Tidak seperti anak-anak lain pada umumnya akan marah atau malu jika digoda, Idris dan Hera malah menunjukkan sikap saling sayang.
Suatu malam yang cukup larut, Igor mendapat panggilan dari Farid, dia dengan cepat meraihnya. Ternyata dia mendengar suara Hera. Tanpa pikir panjang, dia langsung beranjak menuju kamar Idris.
"It's Hera."
Idris yang setengah tidur terkesiap. Daddynya sudah duduk di tepi tempat tidurnya.
"Hera?"
"Yes..."
"It is late night, Daddy."
"It's urgent, not privacy," sindir Igor yang tampak enggan beranjak dari duduknya.
"Halo?" Idris sapa Hera begitu ponsel sudah berada di tangannya.
"Idris. My sister is with me right now. She is so adorable."
Idris tersenyum lebar mendengar suara renyah Hera. Dia jauhkan sebentar ponselnya dari wajahnya sembari memandang wajah daddynya.
"You're right. It's not privacy. You can listen to what we talk about," bisiknya sambil mengerdipkan matanya.
***
Ternyata Hera tidak lama menghabiskan waktunya di Bandung. Seminggu lebih kemudian, dia kembali ke Jakarta dan tinggal di sebuah apartemen mewah di kawasan elit Sudirman. Dan sore ini dia sedang berada berada di rumah Pakde Gun. Kabarnya, Mbak Ayu dan suaminya akan kembali lagi ke Melbourne.
Sore yang menggembirakan buat Hera. Setelah puas berenang dengan Mbak Ayu dan Mas Bagas di belakang rumah Eyang Hanin, Mbak Ayu membacakan sebuah dongeng klasik di kamarnya. Mereka bertiga duduk selonjoran di atas tempat tidur.
"Lho. Hera belum ngantuk?" tanya Mbak Ayu setelah selesai membacakan dongeng Timus Mas. Sekilas dia tersenyum menoleh ke arah Bagas yang sudah tertidur lelap.
Hera mengangguk malu dengan pertanyaannya.
"Mikirin Idris ya?" tanya Ayu usil.
"Na," jawab Hera menggeleng. "But now, yes, karena Mbak remind me of him," lanjut Hera dengan senyum senangnya.
"Dia tidak lagi menelepon aku, Mbak...." akhirnya Hera mengungkapkan keresahannya.
"Kamu nggak nelpon dia?"
Hera mengangkat bahunya.
Ayu tersenyum geli melihat sikap sok dewasa Hera.
"Udah. Tiap aku hubungi, selalu nggak diangkat."
"Hm, mungkin lagi sibuk, Hera."
"Atau daddynya tidak menyukaiku?"
"Kok daddynya. Maksudnya?"
"Kan Hera nelpon ke hape daddynya kalo mau ngobrol sama Idris. Hm, atau daddynya nggak suka sama Papa."
Ayu tertawa kecil. Tidak mungkin, pikirnya. Mana ada orang yang tidak menyukai orang sebaik Om Farid, pikir Ayu.
"Sibuk, Hera. Mbak yakin itu."
Hera meletakkan kepalanya di bahu Ayu.
"Rindu itu nggak enak ya, Mbak? I feel so lonely even many people surrounding me. Aku yakin Mbak Ayu pasti akan kangen sama Nesrin."
Ayu merangkul bahu Hera kuat-kuat.
"Aduh, Hera. Mbak malah akan berjauhan dari Nesrin. Hera seharusnya nggak perlu merasa sepi. Idris masih seputar Jakarta kok."
Hera tertawa kecil membenarkan ucapan Mbak Ayu.
***
Ternyata apa yang diperkirakan Mbak Ayu bahwa Idris dan keluarganya sedang sibuk adalah benar adanya. Hera yang sudah kembali pulang ke apartemen mendapat kabar bahwa Idris dan keduaorangtuanya sudah pindah dan tinggal di sebuah apartemen mewah di kawasan elit Sudirman. Cukup berdekatan dengan kediaman keluarga Hera, hanya beda gedung saja. Keluarga Idris sangat sibuk beberapa hari ini. Mereka mengurus perpindahan yang lumayan menguras waktu dan tenaga.
Hera tidak lagi merasa kesepian, justru ini adalah sesuatu yang sangat menggembirakan.
***
Kedatangan keluarga Gema sedikit mengejutkan bagi keluarga keci Farid, terutama Tata. Tata tidak menyangka Gema yang 'angkuh' itu mau menjenguknya yang masih lemah karena baru saja melahirkan. Lebih-lebih Gema dengan senang hati menggendong Crystal sambil bersenandung shalawat.
Tapi setelah menggendong bayi wangi itu dan menyerahkan kepada Hera, sikap Gema berubah cemberut. Dia tidak banyak bicara meskipun duduk-duduk di hadapan Tata dan Farid. Gema terlihat kurang nyaman dan seperti ingin segera beranjak dari sana.
"Jadi kapan giliran Bu Ola?" tanya Igor yang tidak mempedulikan sikap istrinya. Sedikit menggerutu dalam hati, padahal ide menjenguk Farid dan keluarga adalah ide istrinya. Tapi kenapa istrinya itu berubah sikap?
"Dua bulan lagi ya, Mas. Kan jaraknya sama kehamilanku sekitar dua bulan ... atau mungkin kurang dari itu," seru Tata ke Farid yang sedang sibuk menyiapkan kudapan di dapur. Tata masih duduk di atas kursi roda. Kelahiran kedua ini cukup menegangkan. Tata mengalami pendarahan hebat. Tidak heran, karena aktifitas Tata sebelum melahirkan sangat padat. Sebenarnya keluarga besar di Bandung masih menahan kepergiannya. Menurut mereka Tata masih perlu perawatan lebih serius. Tapi Tata sudah tidak betah di sana. Karena melihat Hera yang sering melamun dan tidak bersemangat.
Igor mengangguk-angguk. Dia sepintas menoleh ke arah Gema yang diam saja.
"Setelah itu baru Nayra, Pak," lanjut Tata.
"Oh, Mama Bagas?"
"Iya."
Tak lama kemudian muncul Farid dari arah dapur. Dia datang dengan membawa baki sajian.
"Gimana, Farid? Mau nambah lagi? Kasihan lho sampe duduk di kursi roda," canda Igor cuek. Farid tertawa kecil. Dia dan Igor memang sudah sangat dekat.
"Penasaran gue, Gor. Cowok yang belum, Meeen," ucap Farid setelah menghidangkan sajiannya. Lalu kemudian dia duduk di kursi kecil yang ada di samping kursi roda Tata.
"Lu apa nggak kasihan?" sergah Igor.
"Nggak usah kasihan, Gor. Orang dianya yang penasaran. Baru ke luar nih anak, bukannya mewek, malah bilang aku mau lagi yang cowok, Mas."
Igor terbahak-bahak mendengar jawaban dari Papa muda itu, membayangkan apa yang dikatakan Farid barusan. Sementara Tata hanya tersenyum simpul sambil melirik Gema yang gelisah. Dia tidak ingin tertawa lepas seperti Igor, khawatir Gema tersinggung dengan sikapnya. Padahal dia sudah berusaha mengajaknya ngobrol, tapi Gema menanggapinya dengan sikap dingin. Tidak tahu kenapa. Akhirnya Tata membiarkan saja, toh sepertinya Igor enjoy saja dengan suasana di dalam apartemennya.
Bersambung