Apa yang dilakukan oleh Adam dengan tidur di sofa benar-benar membuat Naura tercengang dan bertanya-tanya. Berulang kali ia melihat ke arah Adam yang nampak pulas di sofa itu. Ia tak mengerti alasan Adam yang memilih tidur di sofa, alih-alih tidur dengannya di kamar pengantin. Biasanya kan laki-laki lebih agresif? Pikir Naura penasaran.
Ia terus saja memandang ke arah Adam yang telah larut dalam mimpi. Benar kata Nadin, Adam tampan dan bertanggung jawab dan katanya Naura beruntung menikahinya. Tapi, Naura tak mencintai lelaki itu. Ia masih membayangkan seseorang yang jauh di sana, yang katanya suatu hari akan pulang dan menemuinya lalu mereka menikah, tapi tiba-tiba ia hilang. Tak ada jejak sama sekali tentangnya.
Kemanakah dia?
Karena tak bisa tidur, Naura memutuskan untuk bangun dan duduk di pinggir jendela. Ia memandangi rembulan yang terlihat indah di langit malam. Suasana taman yang terkena sinar rembulan terlihat sangat cantik di mata Naura.
Naura menghela napas berat, bayangan Ibunya melambai di benaknya. Pertanyaan-pertanyaan tentang kondisi ibunya berkelibatan begitu saja di otaknya, dan pertanyaan tentang ayahnya yang menggunakan uang mahar juga mengisi otaknya. Naura menoleh ke arah Adam. Saat ia memainkan tirai jendela yang memantul di wajah Adam, ekspresi lelaki tersebut seolah terganggu. Naura tersenyum melihatnya.
Sepertinya ia tak bisa tidur jika ada lampu menyala, pikir Naura.
Ia mulai memainkan tirai jendela kamarnya dan suka sekali melihat Adam gelisah dalam tidurnya. Naura tertawa perlahan. Kemudian Adam berguling ke kiri, membuat Naura kehilangan keseruannya.
Cukup lama ia duduk memandang rembulan yang keindahannya sangat menyejukkan matanya sebelum kantuk menyerang matanya dan memaksanya berjalan malas ke arah kasurnya.
Tak butuh waktu lama bagi Naura agar terpejam dengan cepat hingga matahari sudah meninggi ia tak juga bangun dari tidurnya.
Tidur Naura terganggu saat ia mendengar suara teriakan yang cukup kencang. Ia bangun dengan mata yang masih berat dan ingin terpejam lagi. Matahari yang sudah menghangatkan tubuh dan kasurnya menyambutnya, membuatnya menoleh ke arah keluar dan takjub dengan kebun bunga indah yang bermekaran di taman.
Matanya menyipit kala ia mengenali sosok yang tengah merapikan bunga-bunga itu. Ia tersenyum kecil dan tanpa sadar matanya terbuka seutuhnya.
Suara pecahan yang lain mengagetkannya. Naura menoleh ke arah pintu kamarnya sejenak sebelum ia kembali menoleh ke arah taman dan melihat Adam sejenak menghentikan aktivitasnya pada pupuk dan tanah.
Naura cukup heran ketika melihat Adam yang nampak tenang dengan suara pecahan-pecahan tersebut. Ia heran dan bingung.
Aroma nasi goreng yang lezat menyadarkan Naura lagi. Nasi goreng yang sudah di meja sisi tempat tidurnya itu membuatnya bertanya-tanya dan heran. Ada vas yang berisi bunga segar di samping nasi goreng tersebut beserta air putih satu gelas.
Siapa yang menyiapkannya? Pikir Naura singkat sebelum matanya kembali melihat ke arah Adam.
Suara pecahan kembali terdengar dan ia kaget, begitupun dengan Adam yang akhirnya berdiri dari aktivitasnya.
Naura bisa melihat bahwa Adam sedang berjalan terburu-buru ke dalam rumah. Ia jadi penasaran suara pecahan apa yang ia dengar itu.
Naura berjalan ke arah pintu kamarnya dan membukanya. Ia langsung mendengar suara tangisan yang tertahan dan amarah seseorang yang meluap.
Ingatan tentang Ayah dan Ibunya kembali berkelebatan di otaknya, membuat Naura menghela napas berat.
Dengan langkah kaki yang sangat pelan, Naura mencoba mendekat, melihat siapa yang tengah bertengkar.
Tepat di ruang keluarga, mata Naura menangkap sosok Adi yang memandang Neli dengan napas naik turun, sorot mata yang tajam dan penuh amarah, keringat yang membasahi kaosnya. Di depan Adi, berserakan pecahan gelas dan tatakannnya, beserta kopi hitam yang menggenang di lantai. Piring kue pun telah pecah berkeping-keping. Di seberang Adi, terlihat Neli yang tertunduk takut, seperti meringkuk tapi berdiri.
Entah apa yang terjadi pada mereka, Naura tak tahu, yang jelas ia tak hanya mencium aroma kopi yang tumpah di lantai, melainkan aroma alkohol yang menguar di udara.
Mabuk.
Naura berjalan mendekat, tapi seseorang tiba-tiba menarik tangannya dan ia menoleh. Dilihatnya Adam menatapnya dan menggeleng ke arahnya. Detik berikutnya, Adam mendekat ke arah Adi dan Neli. Pertama yang dilakukan Adam adalah meminta Neli masuk ke dalam dengan tenang, lalu ia menatap Adi dengan tatapan datar dan tak habis pikir.
Napas Adi berangsur tenang, membuat Naura heran, padahal Adam tak melakukan apapun. Marah saja tidak, bahkan berbicara pun enggak. Tapi kenapa Adi melunak pada saudaranya?
Adi menyambar jaketnya dan berjalan ke arah Naura dengan wajah yang masih merah. Ia sengaja menyenggol bahu Naura, dan membuat gadis itu hampir jatuh. Seolah ia kesal pada Adam dan melampiaskannya kepada Naura.
"Adi!" teriak Adam kesar. Sorot matanya tajam memandang Adi yang memunggunginya. Ia seolah tak terima dengan apa yang dilakukan oleh Adi barusan kepada Naura.
Adi tak menghiraukan, ia kembali melangkah.
"Adi!" teriak Adam kesal. Akhirnya Adi berhenti dan menoleh malas ke Adam. Naura bisa merasakan bahwa kini suasananya semakin panas dan itu semua salahnya.
"Apa lagi sih mau lo?" tanya Adi kesal.
"Gue gak suka sikap lo ke Naura barusan."
"Gue cuma gak sengaja nyenggol dia." kata Adi berkilah, Naurs heran. Jelas-jelas Adi benar-benar menyenggolnya dengan sorotan mata tajam.
"Lo pikir gue buta?" tanya Adam. Naura cukup kaget.
"Lo berlebihan, Dam! Lo b******k! Lo hancurin hidup gue dengan nyuruh gue nikahin Neli!"
"Lo sendiri yang hancurin hidup lo bukan gue!"
"Lo maksa gue nikah sama Neli!"
"Kalo gak lo bakalan busuk di penjara!"
"Gue lebih baik membusuk di penjara dari pada hidup sama Neli!" kata Adi.
Naura melihat bahwa Neli menatap Adi dengan sangat getir dan nanar. Ia mungkin malu padaku, teman satu wilayah tinggal dengannya.
Aku hendak berjalan, tapi kalimat Neli benar-benar membuatku terkejut.
"Lo pikir gue mau sama lo!" kata Neli. Aku diam.
"Lo yang bikin gue mabuk! Bukan lo yang kejebak! Gue yang kejebak! Dan lo tahu pasti bahwa bukan lo yang gue suka! Tapi Adam!" kata Neli. "Lo yang nipu gue! Bukan gue!" kata Neli keras.
Naura menoleh dan menatap Neli yang matanya telah merah. Napas Neli naik turun, ia seolah sudah tak tahan lagi dengan apa yang ia terima. Naura cukup tercengang dengan kenyataan bahwa Neli mencintai Adam, suaminya.
Naura menatap Adi datar, lelaki itu balas menatapnya biasa, seolah tak peduli dengan apa yang dirasakan Naura.
Bosan dengan pertengkaran yang ada di rumah, baik dirumah lamanya atau rumah Adam yang ia tinggali sekarang, ia memilih berjalan cepat-cepat ke Adam..
Melihat hal itu, Adam buru-buru menyusulnya, tapi Neli mencegahnya dengan menahan lengannya. Sejenak Adam menoleh dan menatap Neli sebentar. Neli menggeleng ke arahnya, seolah tak ingin Adam pergi meninggalkannya.
"Sorry Nel, Naura tanggung jawab gue." kata Adam seraya melepaskan tangan Neli dari tangannya. Mendengar itu entah mengapa hati Neli terkoyak sakit.