Rizal nampak bingung ketika melihat ekspresi masing-masing antara Billy dan Naura. Ia semakin salah tingkah ketika Adam menoleh ke arahnya, seolah meminta pertanggung jawabannya.
Perlahan, Naura pun menoleh ke arah Rizal dengan tatapan bertanya-tanya, begitupun dengan Billy. Mereka seolah sama-sama mencari tahu kebenaran yang hanya Rizal saja yang tahu. Tak tahu harus berkata apa, Rizal hanya menggeleng saja ke arah Naura. Menunjukkan bahwa ia tak tahu menahu soal kedatangan dan kehadiran Billy di rumahnya yang mendadak ini.
Melihat ekspresi Naura yang bertanya-tanya kepada Rizal, Billy seolah tahu bahwa Naura kebingungan dengan situasi ini.
"Gue telepon lo barusan, mo ngabarin gue di sini." kata Billy kepada Rizal. Rizal menelan ludah, masih bingung harus menjawab apa ke Billy. "Gue balik aja." kata Billy lagi. Naura dan Adam masih diam.
Ketika Billy hendak memasuki mobilnya setelah membuka pintunya, ia diam sejenak, menunduk dan melihat ke arah bawah, lalu menarik napas dalam-dalam. Ia menoleh ke arah dimana Naura berada.
Billy menutup pintu mobilnya dan berjalan cepat ke arah Naura, Adam dan Rizal.
"Sebenarnya gue ke rumah lo karena mau minta tolong ke lo, Zal, gue kangen sama Naura dan gak berani buat datangin dia setelah gue ninggalin dia gitu aja dulu."
Deg.
Jantung Naura seolah berhenti berdetak. Pasalnya, pernyataan Billy yang to the point ini mendadak sekali, terlebih di depan Adam.
Terlihat jelas bahwa Rizal juga tengah kebingungan dengan situasi ini. Ia sampai menelan ludah berkali-kali.
"Ra... Mumpun lo ada di sini..."
"Zal, kayaknya gue sama Naura gak jadi nginep di rumah lo deh..." kata Adam tiba-tiba memotong kalimat Billy. Mendengar itu dahi Billy berkerut, sedang Naura menatap Adam kaget.
Tak butuh waktu lama bagi Adam meraih tangan Naura dan membawanya pergi. Melihat Naura dan Adam pergi begitu saja, Rizal merasa tak enak.
Sebelum Rizal berlalu pergi menyusul Naura dan Adam, ia melotot ke arah Billy, "Gila lo ngomong kek gitu di depan lakinya Naura!"serunya
Lakinya?
Apa maksudnya dengan lelakinya?
Billy bingung. Di tempat ia berdiri ia tertegun dengan pemandangan bahwa Adam sedang menggandeng tangan Naura menjauh darinya. Perlahan ia menyadari maksud ucapan Rizal bahwa ia salah ucap kalimat barusan di depan lakinya Naura.
Lakinya? Bukan berarti suami, kan? Bisa aja cuma pacar. Batin Billy.
"Dam... Dam... Tunggu." kata Rizal tak enak seraya menghadang Naura dan Adam. "Gue gak tahu kalau Billy bakalan ke rumah dan ngomong seenak jidatnya itu." kata Rizal lagi.
"Its oke. Nyantai aja, Zal. Lagian gue tadi lihat ada hotel deket sini." kata Adam lagi. Naura masih diam.
"Hotelnya penuh." kata sebuah suara di belakang. Adam dan Naura menoleh dan mendapati Billy tengah berjalan ke arah mereka. "Sorry tadi gue gak tahu kalo lo cowoknya..."
"Suami. Gue suami Naura." kata Adam cepat, jelas, lugas dan tegas seraya mengulurkan tangannya. Sekejap Billy kaget dan tercenung di tempatnya untuk beberapa saat sebelum ia sadar dan menjabat tangan Adam yang mengudara. "Adam!" imbuhnya seraya tersenyum kecil. "Mobil gue mogok dan kebetulan ketemu Rizal di jalan, syukur alhamdulillah dia nawarin kita nginep di rumahnya. Tapi pas lewat sini tadi gue lihat ada hotel, jadi dari pada ngerepotin Rizal gue pikir nginep di hotel gak ada salahnya." kata Adam menjelaskan.
"Gue tadi juga barusan dari hotel di sana. Habis ada seminar kedokteran di hotel itu, dan pas mau check-in dibilang penuh, karena sudah pada di booking sama peserta dan panitia seminar." jelas Billy. "Itu kenapa gue mau nginep di rumah lo Zal." imbuhnya lagi.
Rizal sekali lagi menelan ludah. Ia bingung, begitupun dengan yang lainnya.
"Gue sendirian di rumah. Kalian semua bisa nginep di rumah gue." kata Rizal memandang satu persatu Adam, Naura dan Billy.
"Makasih ya, Zal." kata Billy. Naura memandang ke arah Adam cukup lama, seolah dia mengatakan tidak ada pilihan lain.
"Lo yakin gue dan Naura gak ngerepotin lo, Zal?"
"Nggak lah. Gue sama Naura udah rekan sejawat, Dam, malah gue kepikiran lo bakalan tidur di mana sama Naura." kata Billy.
"Subuh-subuh gue bakalan pergi sama Naura."
"Itu masalah ntar Dam, kita masuk aja ke rumah dulu." ajak Rizal.
Mereka saling pandang sebelum akhirnya mengangguk setuju. Sampai di rumah Rizal, Rizal menunjukkan kamar tamu yang paling depan untuk Adam dan Naura, dan kamar tamu di seberang untuk Billy.
Adam dan Naura masuk ke kamar dengan segera setelah mengucapkan terima kasih kepada Rizal. Melihat Naura masuk ke kamar dengan pria lain, Billy hanya bisa menatap dengan nanar. Padahal, rencana awalnya sebelum kembali ke Jakarta adalah kembali menjalin hubungan dengan Naura, nyatanya sebelum semua itu terjadi hatinya telah hancur lebur sekarang. Status Naura sudah menjadi milik orang lain sekarang dan ia tak bisa berbuat banyak.
"Yuk, Bill." ajak Rizal menjauh dari kamar Naura dan Adam. "Gue tahu apa yang lo pikirin, gue juga shock." kata Rizal sembari mengambil dua minuman dingin di dalam kulkas dan memberikannya kepada Billy. Billy menerimanya tanpa kata-kata, langsung meneguknya tanpa jeda. Seolah ia sudah lama dehidrasi. "Padahal seminggu lalu dia masih sendiri dan rencana mau mengabdi di daerah Sulawesi." Dahi Billy berkerut mendengar penuturan Rizal. "Gue gak nyangka lo bakalan cepet balik ke sini."
"Gue kayak kena karma si Naura, Zal..." kata Billy lesu. Rizal tertawa mendengarnya.
"Lagian kenapa lo ninggalin dia dulu?"
"Gue ngerasa bokapnya bakalan manfaatin gue kalau gue nikah sama Naura."
"Karena lo kepikiran itu makanya lo ninggalin Naura?" tanya Rizal dan Billy mengangguk tanpa ragu. "Trus sekarang lo nyesel?" tanyanya lagi.
"Yang jelas gue gak bisa ngenyahin bayangan dia dari otak gue." kata Billy lesu.
"Doi udah milik orang lain sekarang."
"Gue terlambat."
"Pasti ada yang lebih baik buat lo."
"Gue gak yakin bisa nemuin orang lain sepengertian Naura." kata Billy lesu.
Adam yang berniat ke kamar mandi mendengar itu semua cukup tercengang menyadari ada orang lain yang memiliki hati ke Naura tak hanya dirinya seorang.
Pikiran Adam tiba-tiba penuh, rasa takut kehilangan Naura menjadi semakin besar, apalagi ia tahu bahwa ia dan Naura akan bercerai setahun lagi.
Bagaimana caranya agar aku bisa mempertahankan Naura?
Bagaimana caranya agar aku bisa mempertahankan pernikahanku dengan Naura?
Bagaimana caranya agar aku bisa membuat Naura mencintaiku?
Kalimat-kalimat itu sekarang hinggap di benak Adam, menjadi bebannya. Ketika ia kembali ke kamarnya, ia sudah melihat Naura terlelap di tempat tidur. Lampu nakas yang menerpa wajah Naura membuat d**a Adam berdebar-debar. Rasa ingin tidur di samping Naura sembari memeluknya meninggi, tapi Adam menahannya sekuat tenaga dengan berlalu menuju sofa di sudut kamar dan berusaha terpejam.
Ia berdoa, jauh berdoa dalam hati semoga ia bisa menjadi suami selamanya Naura Harim.