Sepanjang perjalanan pulang ke rumah tak ada yang bicara, baik Adam maupun Naura. Naura hanya memandang lurus ke depan, ia bingung harus bersikap bagaimana kepada Adam. Ia iba sekaligus benci dengan situasinya. Terlebih menunggu selama setahun bukanlah hal yang mudah untuknya.
Berulang kali Adam menengok ke arah Naura yang masih terdiam. Ia ingat sepanjang ia bercerita dan meminta pengertian Naura tadi, gadis itu tak mengatakan apapun selain 'Baiklah, hanya setahun'. Membuat Adam semakin merasa bersalah.
Naura mulai berpikir, setahun bersama Adam dan dalam satu kamar bukanlah hal yang mudah. Ia tengah mengatur strategi untuk membuat tameng di hatinya agar tak mudah luluh oleh perhatian-perhatian Adam. Pernikahan mereka adalah karena sebuah alasan kesakitan dari ibunya Adam dan keperluan uang Ayah Naura, tak ada hal lain selain itu. Tak ada cinta diantara mereka, jadi akan mudah saja berpisah jika tak ada cinta dikemudian hari, kan?
Mobil Adam bergerak aneh. Buru-buru Adam menepikan mobilnya. Ketika baru saja berhenti mobil depannya mengeluarkan asap. Mereka saling pandang dan Adam turun dari mobil sesegera mungkin. Ia memeriksa mesin mobil yang sesudah ia buka malah mengembulkan asap putih yang membuatnya batuk-batuk.
Adam tak mengerti apapun soal mesin sehingga ia kebingungan jika mobilnya yang tak pernah mogok tiba-tiba saja mogok seperti ini. Adam menoleh ke kanan dan kiri jalanan. Malam yang semakin pekat membuat jalanan di tempatnya berada terlihat sepi dan ia sepanjang matanya memandang ia tak melihat ada bengkel di sekitar mereka.
Naura turun dari mobil dan menghampiri Adam.
"Kenapa?" tanya Naura.
"Entahlah. Aku tak mengerti mesin." kata Adam singkat. Wajah Adam masih kebingungan. Naura mencoba menengok ke arah mesin dan ia juga tak mengerti mesin sama sekali. Ia menengok ke kanan dan kiri, tapi sama seperti Adam, ia tak menemukan bengkel.
Naura melihat di seberang jalan ada minimarket. Ia memutuskan untuk ke sana, membeli sesuatu sembari menanyakan soal bengkel. Naura menyebarang segera dan memasuki minimarket tersebut. Dari jauh Adam hanya melihat meski sebelumnya ia sempat akan bertanya sebelum gadis itu menyebrang.
Seharusnya kan ia ijin dulu padaku, kan? Pikir Adam sedikit sebal tapi kemudian ia memahami bahwa ia tak berhak jengkel dengan sikap dingin dan acuh Naura, karena bagaimanapun mereka menikah karena memiliki alasan masing-masing meski entah mengapa Adam sudah menyukai gadis itu sejak kecil.
Mata Adam masih mengawasi Naura yang berada di dalam minimarket di seberang jalan tersebut. Dilihatnya Naura sedang memilih-milih minuman di dalam kulkas sembari membawa snack. Setelah mengambil dua botol minuman dingin, Naura buru-buru ke kasir. Cukup lama Naura berbincang-bincang di kasir meski telah selesia melakukan p********n tersebut.
Setelah tersenyum dan mengucapkan terima kasih, Naura keluar minimarket dan berhenti di tepi jalan, menunggu jalanan sepi. Dari arah kiri Naura, Adam bisa melihat seorang pria menepikan mobilnya di dekat mini market dan keluar dari dalam mobilnya. Pria itu meneriaki nama Naura. Naura menoleh dan tersenyum ke arah pria itu.
Pikiran Adam yang bertanya-tanya soal sosok pria tersebut membuatnya keluar dari mobil dan berjalan menyebrang ke arah Naura yang kini tengah berbincang asyik dengan pria tersebut.
"Jadi lo ke sini sama siapa?" tanya Rizal, rekan seprofesi Naura saat di rumah sakit desa dulu. Naura bingung harus menjawab apa kepada Rizal yang mendadak datang tanpa ia duga. "Lo gak mungkin sendirian, kan?" tanya Rizal tepat ketika Adam sudah berdiri di samping Naura yang sedikit membuat gadis itu kaget dengan keberadaan Adam.
Naura melihat Adam sekilas yang tersenyum kecil ke arahnya. Melihat ada pria di sisi Naura, Rizal mengerutkan kening.
"Adam. Ini Rizal, rekanku di desa. Rizal, ini Adam, suamiku." kata Naura akhirnya. Mendengar hal itu Adam lega dan langsung mengulurkan tangannya di hadapan Rizal yang menatap Naura dan Adam bergantian dengan tatapan tak percaya sampai akhirnya Rizal menjabat tangan Adam saat Naura berdehem pelan.
"Sebenarnya mobil kita lagi mogok, Zal dan kata petugas minimarketnya di sekitar sini gak ada bengkel."
"Kayaknya emang gak ada. " kata Rizal yang membuat Naura dan Adam kecewa. "Coba aku cek aja." kata Rizal akhirnya, Naura dan Adam menoleh lalu mengangguk setuju. Mereka menuju mobil Adam dan Rizal memeriksanya.
"Sepertinya parah, mending lo telepon tukang derek mobil dan bengkel deh..." kata Rizal pada Adam. "Mumpung belum jam 10 malam, biar mobil lo dibawa mereka ke bengkel terdekat dan kalian nginep di rumah gue." kata Rizal. Naura dan Adam saling pandang bingung atas usul Rizal. "Karena gue pikir semalam aja mobil lo gak bakalan kelar." kata Rizal lagi.
Adam menatap Naura, seolah mencari jawaban di wajah Naura.
"Gue gak mau ngerepotin lo, Zal, mending kita cari hotel buat nginep aja."
"Lo kayak sama siapa aja ke gue, Ra."
"Ya gimana ya,..."
"Lagian lo gak nginep sendirian di rumah gue, ada suami lo." kata Rizal. "Iya kalau dulu lo nolak, karena Billy dan lo belum nikah." kata Rizal lagi. Mendengar nama Billy disebut, Adam menoleh ke arah Naura yang terkejut menatap Rizal.
Mengerti arti tatapan Naura padanya, Rizal menjadi salah tingkah hingga pura-pura garuk-garuk kepalanya yang tak terasa gatal. Suasana menjadi canggung sejenak. Adam yang bertanya-tanya siapa Billy dan Naura yang entah mengapa tak enak kepada Adam, begitupun dengan Rizal.
"Kita panggil bantuan mobil derek aja, Dam, trus tidur di rumah Rizal." kata Naura dan Adam entah mengapa mengangguk setuju begitu saja tanpa ucapan apapun.
Mobil derek dari bengkel paling dekat datang 45 menit kemudian. Sangat lama hingga membuat mereka bertiga jengah menunggu. Setelah berbincang-bincang dengan sopir dan kenek mobil derek, dan mobil Adam dibawa pergi setelah mereka sama-sama sepakat.
Sepanjang perjalanan ke rumah Rizal, Naura dan Rizal asyik berbincang-bincang soal koas mereka dulu dan pekerjaan mereka di desa. Adam jadi tahu banyak info soal Naura dari percakapan Naura dan Rizal.
Tiba-tiba ponsel Rizal berdering, sebuah panggilan masuk yang membuat matanya membelalak sempurna melihat siapa yang tengah menghubunginya malam-malam begini. Tak ingin mengangkat panggilan tersebut, Rizal memilih mengabaikannya dengan membalikkan ponselnya.
"Kenapa gak diangkat?" tanya Naura di jok belakang. Rizal menoleh dan tersenyum hambar.
"Eh, ntar aja kalau udah di rumah, gue telepon balik, gak penting juga, lagian kita udah deket kok." kata Rizal seraya membelokkan mobilnya memasuki gang rumahnya.
Tepat ketika mobil Rizal sudah berhenti di pekarangan rumahnya, ia terkejut menyadaro mobil siapa yang tengah terparkir di halaman rumahnya juga. Mobil itu masih menyala, menandakan bahwa mobil itu baru saja sampai. Rizal menelan ludah setelah memastikan sekali lagi plat nomer mobil tersebut.
Rizal sedikit terkejut saat menyadari Adam dan Naura turun dari dalam mobil, ia pun buru-buru turun dari dalam mobil dengan wajah pucat.
Seorang laki-laki yang tengah bersandar di pintu mobilnya depan mobil Adam menoleh kaget ke arah di mana Naura turun dari sisi mobil Rizal. Naura masih belum menyadari siapa lelaki yang tengah memandangnya kaget karena lampu tak menerpa wajahnya. Ketika lelaki itu berjalan mendekat ke arah Naura barulah Naura menyadari siapa dia.
"Billy..." panggil Naura tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Rizal nampak pucat, sedang Adam juga heran mendengar nama siapa yang baru saja Naura sebut.