Bab 11: Reason

1028 Kata
Naura dan Adam tiba disebuah panti jompo. Naura hapal betul panti itu, karena ia sering ke sana, paling tidak sebulan sekali. Naura menoleh ke arah Adam dengan dahi berkerut, meminta pertanggung jawaban Adam kenapa membawanya ke mari, ke panti jompo tempat di mana nenek Naura dirawat. Adam hanya melihat sekilas ke arah Naura dan turun dari mobil. Sebenarnya Naura heran sendiri melihat sikap Adam, sebentar-sebentar dingin, sebentar-sebentar hangat dan penuh perhatian. Tak ingin diliputi oleh rasa penasaran terus menerus, Naura ikut turun mobil dan berjalan mengekori Adam ke ruang panti jompo. Naura dan Adam sampai di ruang kamar nenek Naura. Di sana ada seorang perempuan paruh baya berpakaian perawat sedang menyuapi nenek Naura.Adam serta merta masuk ke ruangan itu diikuti oleh Naura yang masih terbengong-bengong ditempatnya. "Mama..." panggil Adam kepada perempuan paruh baya yang tengah menyuapi nenek Naura. Naura memandang heran dan kaget kepada perempuan itu yang juga memandang kaget ke arah Naura. Adam menoleh ke arah Naura yang berdiri kaget dibelakangnya, ia mendekat dan merangkul Naura. "Maaf baru bawa Naura kemari, Ma... Menantu yang mama inginkan." kata Adam. Perempuan paruh baya itu seketika menjatuhkan mangkuk plastik berisi bubur nenek Naura dan berlalu pergi dengan wajah pucat cepat-cepat tanpa mengatakan sepatah katapun. Melihat sikap Mamanya yang shock, Adam berbalik dan berniat menyusul Mamanya yang pergi. Naura menarik tangan Adam hingga lelaki tampan itu menoleh menatap Naura dengan wajah cemasnya. "Nanti akan aku jelaskan..." kata Adam seraya melepaskan tangan Naura lembut dan bergegas menyusul Mamanya pergi. Naura hendak menyusul Adam, tetapi neneknya memanggil namanya lirih dan pelan. Mau tak mau Naura tinggal dan menghampiri neneknya, sedang pikirannya dan rasa penasarannya masih ke mama Adam. Cukup lama Naura berada di samping neneknya hingga perempuan tua itu terlelap sempurna setelah Naura dengan lirih bercerita tentang masa kecilnya bersama sang nenek. Ketika melirik jam di dinding, Naura baru menyadari kalau Adam sudah meninggalkannya selama dua jam lamanya. Naura yang sedikit mengantuk memutuskan mencari Adam. Ketika menutup pintu kamar neneknya, suara kegaduhan pertama kali yang ia dengar disertai teriakan-teriakan seorang perempuan. Sontak Naura kaget dan heran mendengar suara itu, pasalnya hari sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Beberapa perawat berlarian melewati Naura. Penasaran dengan apa yang sedang terjadi, Naura mengikuti ke mana arah perginya para perawat tersebut pelan-pelan. Ia hampir dekat dengan beberapa perawat yang bergerumbul di depan sebuah ruangan. Naura semakin penasaran hingga langkah kakinya buru-buru mendekat ke arah para perawat itu. Setelah berkumpul dengan para perawat tersebut, Naura bisa melihat meski kadang dihalangi oleh beberapa punggung di hadapannya bahwa Adam tengah berusaha menenangkan Mamanya yang meronta-ronta meminta dilepaskan. Tak lama kemudian, Naura juga bisa melihat bahwa Adam menyuntikkan sesuatu di lengan kiri Mamanya. Setelahnya Naura melihat bahwa perempuan paruh baya yang berada dalam dekapan Adam berangsur diam dan lemas. Adam membopong ibunya ke atas kasur dengan tatapan iba. Beberapa perawat berangsur bubar kala Adam berjalan keluar. Naura jadi semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Mama Adam bisa menjadi seperti itu. Desas desus antara perawat mulai bermunculan di telinga Naura. 'Sudah sangat lama dia tidak seperti itu.' 'Apa karena anaknya jarang berkunjung?' 'Setiap kali anaknya berkunjung selalu seperti itu.' 'Dia membenci anaknya.' 'Kabarnya karena anaknya itu, suaminya menceraikannya.' 'Iya, karena ulah anaknya, seorang anak lelaki tewas.' Semua kalimat-kalimat itu Naura tangkap dengan sangat jelas. Dan ia yakin siapa yang dimaksud oleh perawat-perawat itu yang tak lain adalah suami Naura, Adam Laksmana. Perlahan Naura menoleh dan melihat Adam tengah tertunduk dengan wajah yang ia tenggelamkan di kedua tangan yang ia pangku. Naura bisa melihat seberapa besar beban lelaki itu sekarang, tapi ia juga belum bisa menerima bahwa kenyataannya adalah ia dinikahi bukan dasar kasih sayang tapi karena rasa bersalah Adam atas kematian kakak Naura. Tanpa disadari Naura yang bersandar di tembok terkaget ketika Adam keluar ruangan ibunya dan mendapati Naura tengah berdiri di sampingnya. Mereka saling pandang cukup lama, bingung dengan pemikiran masing-masing. Cukup lama mereka terdiam hingga salah satu perawat menegur sapa kepada Adam dan mereka salah tingkah. "Ra... Ikut aku yuk." kata Adam seraya berbalik dan melangkah lebih dahulu diikuti oleh Naura yang kebingungan dengan sikap Adam tapi menurut dengan memilih mengikuti lelaki itu. Adam duduk di taman belakang yang menghadap luas ke kebun bunga. Naura ikut duduk canggung di sampingnya dengan pertanyaan yang tak kunjung membuatnya penasaran sejak menginjakkan kaki di panti dengan Adam. "Itu tadi Mamaku. Katanya agar dia bisa memaafkan kesalahanku, aku harus menikahimu, menggantikan posisi Abangmu." kata Adam yang membuat Naura menoleh ke arah Adam dan menatapnya tak percaya. " Maaf." lanjut Adam. "Aku tak punya pilihan lain selain menikah denganmu agar mamaku tenang." kata Adam lagi dengan lesu. "Boleh kutanya?" "Soal kondisi mamaku kenapa seperti itu?" kata Adam dan Naura diam. "Sejak Abangmu meninggal, nenekmu tak pernah berhenti mengusik keluargaku, menyalahkan kedua orang tuaku, terlebih mamaku atas kematian abangmu. Mama marah padaku karena Papa marah padanya. Hampir setiap hari rumah diwarnai pertengkaran atas terror nenekmu dan warga-warga sekitar. Bullying yang diterima Papa dan Mama akhirnya membuat Papa memutuskan menceraikan Mama dengan dalih Mama tak bisa mendidikku sebagai anak berbakti." mendengar hal itu Naura tercekat. "Parahnya, sebulan setelah Papa cerai dengan Mama, ia nikah lagi dengan sahabat Mama yang Mama benci. Mama makin menyalahkanku, menekanku atas rusaknya rumah tangga kami hingga ia depresi dan selalu minta maaf ke rumah nenekmu tiap pagi. Nenekmu bilang kalau ia ingin permintaan maaf darinya, maka aku harus menggantikan posisi Abangmu menjagamu." kata Adam. "Sayangnya, karena kejadian itu kami kehilangan jejak kamu, sampai saat kamu SMA aku baru menemukanmu. Setiap hari, setiap waktu aku dihantui rasa bersalah padamu, Ra, terlebih Mama terus menekanku untuk menikahimu jika aku ingin melihatnya hidup normal dan bahagia." kata Adam. "Aku tahu jika aku mengaku bahwa aku adalah Adam yang menewaskan secara tak langsung kakakmu, kamu tak akan mau menikahiku, kamu akan menolakku mentah-mentah karena aku dan keluargaku abai atas kematian kakakmu." kata Adam lagi. "Jadi kutelusuri kehidapan keluargamu dan menemukan kelemahan ayahmu. Pas kita ketemu aku sudah menyiapkan segalanya agar Ayahmu bersedia menyerahkanmu padaku." kata Adam lagi. "Aku minta maaf memanfaatkanmu atas keinginanku. Mamaku divonis dokter kanker p******a dua bulan lalu, hidupnya tidak lebih dari setahun, untuk itu aku mohon padamu agar bertahan denganku selama setahun." kata Adam lagi. "Setelahnya kau berhak menghukumku sepuasmu." kata Adam lagi. Sepanjang Adam bercerita, sepanjang itu pula Naura diam. Ia terlalu bingung dengan apa yang barusan Adam katakan. Terlalu pelik dan rumit.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN