EMPAT

1233 Kata
Abel tidak pulang bersama Ale seperti yang seharusnya terjadi, karena Abel pulang lebih dulu tanpa memikirkan apa pun lagi. Bisa dibilang ia kabur dari sekolah, Abel muak, dan ia melangkah menuju jalan raya di depan. Menghentikan taksi, lalu menaikinya dengan tujuan ke salon langganan. Abel akan mengubah gaya rambutnya. Well, Abel pecinta boneka barbie, Abel juga penggila princess dan tokoh disney lainnya. Untuk itu, Abel meminta kepada petugas salon untuk membuat rambutnya mirip dengan boneka. Hasilnya, rambut pelangi itu dirombak jadi dua warna yang didominasi oleh pink dan peach. Abel sudah siap untuk memulai aksi yang baru. Sementara itu, di sekolah. Ale bersandar di motornya. "Abel ilang," celetuk Rai memberi kabar terkini, tapi basi. Karena sebelum jam pulang berlangsung pun, Abel dinyatakan lenyap dari lingkungan sekolah. "Gue tahu," sahut Ale. "Gara-gara lo." "Enak aja!" balas Ale. Rai mendengkus. "Lo bilang apa sih sama dia?" "Gak ada, gue balik duluan deh." Maka Ale memakai helmnya dan lalu meninggalkan Rai di parkiran. *** "Abel pulang! Yuhu … para semut di lubang, ayo keluar!" teriak Abel ketika memasuki mansionnya. Yang Abel panggil itu semut, tapi yang menyahuti justru nyanyian jangkrik dalam angan. Sepi, senyap. Rumah besar itu tak ada penghuninya. "Ah iya, Mama di kuburan. Papa masih hunting di LA," gumam Abel sambil melemparkan tasnya ke sofa. "Kak Chen!" Abel mengeraskan vokalnya. "Di mana?" sambil mencari sosok pengasuhnya di tiap sudut ruangan. Namanya Chersa Nauris yang biasa Abel panggil dengan sebutan Chen. "Punya pengasuh, tapi ilang-ilangan mulu kerjaannya," desah Abel. Karena rumah adalah neraka bagi Abel, untuk kabur dari rumah pun Abel tak tahu harus lari ke mana sementara teman saja ia tak punya. Selain Banyu, Abel tak merasa memiliki kawan untuk bersandar. Maka hari ini, seperti hari-hari sebelumnya Abel habiskan dengan tidur panjang. Sesuatu yang berlawanan dengan Ale. Jika Abel dikepung oleh kesunyian, maka Ale dikukung dengan teriakan-teriakan heboh keluarganya. "Daddy! Kak Ale cium pipi aku nih!" Andanthy merasa ternodai. Ale terkekeh, ia senang menggoda adiknya. Saat memasuki rumah dan yang membukakan pintu adalah sang Adik maka Ale tak menyia-nyiakan kesempatan untuk beraksi. "Jijik! Ewh." Lagi, Andanthy merutuki kecupan Ale di pipinya. "Jangan pura-pura, cewek di sekolah Kakak aja pada berharap dapet kecupan," balas Ale. "Ya ini mah beda, Kanjeng! Astaga, Nyai teh tidak bisa diginiin." "Ck, mulai drama." Bukan Ale. Tapi adik keduanya lah yang baru saja berdecak. Vokalnya jauh lebih datar dari Ale. "Kanjeng Ratu mana?" Ale bertanya mengabaikan ketidakwarasan sang Adik. "Mommy lagi shopping," jawab Moderaldo, si pemilik suara datar itu. Ale mengangguk, ia duduk di sofa. "Sultan Agung ikut juga?" Andanthy yang jawab, "Kapan sih Daddy gak ngintilin Mommy?" Ya seperti itu, interaksi dalam keluarga kecil dari turunan seorang Willis Wiliam. Rumah mereka tidak besar, tidak kecil dan cukup untuk lima anggota. Willis, Rahi dan ketiga anaknya. Mereka punya cara tersendiri dalam mengisi waktunya, punya cara tersendiri untuk meramaikan rumahnya. Beda dengan kehidupan Abelia Cahyo Kusumo. *** Sampai hari berganti pun Abel tetap sendirian. Rumah besarnya sepi, pengasuhnya sedang izin untuk pergi selama beberapa hari. Abel terpaksa memeriahkan harinya dengan mempermak diri. Abel menata rambutnya dan memoleskan makeup layaknya barbie. Ketika itu, Abel mengerti. Wajahnya berbeda dengan Kenzo, hanya mata saja yang Kenzo turunkan padanya. Tapi, apakah karena itu sang Ayah enggan melihatnya? Abel bahkan lupa kapan terakhir kali ia bertatap muka dengan Ayahnya. Baiklah, lupakan soal itu. Sekarang Abel siap bersekolah dengan style barunya. Tinggal ganti baju dengan seragam dan mulai beraksi di sana. Abel berjanji akan merecoki hidup Ale. Karena Ale adalah panutan, bocah SMA itu berpakaian rapi sesuai aturan sekolahnya. Tapi Ale memakai jaket seperti biasa, dan Ale ingat jaketnya yang lain masih ada di Abel. Rambut Ale hitam, ia sering membawa topi dan kacamata ke sekolah untuk bergaya, tapi tidak seneko-neko Abel. Well, penglihatan Ale minus setengah, ia tak sepenuhnya bergaya. Ketika tiba di sekolah, Ale akan disambut oleh pekikan histeris para penggemarnya. Dan bertepatan dengan itu, Abel datang. Jauh lebih gempar dari kehadiran Ale di sekolah. Melihat sosok Abel, Ale terdiam. Ia akui Abel adalah gadis langka dengan gayanya sendiri, dan Abel itu cantik. Sayangnya, Ale sudah punya yang jauh lebih cantik. "Abel!" "Rambut pelanginya mana?" Si Banyu datang. Dan begitu saja Abel menerjang, memeluknya sambil memukul-mukul dadanya. "b**o! Gue khawatir lo kenapa-kenapa, tapi ternyata lo bisa jalan sesehat ini!" Abel mengadu. Banyu terkekeh, ia melepas dekapan Abel yang jadi pusat perhatian. "Nanti orang salah paham, lo meluknya gak tahu tempat. Noh, Kak Ale merhatiin!" *** Di jam pelajaran sekalipun, Ale dipanggil disuruh untuk menghadap Kepala Sekolah. Hal yang membuat Ale lelah jadi ketua kesiswaan adalah untai kata dari beliau yang meminta, "Tolong, bantu Abel cari teman." Hei! Itu hal di luar kuasa seorang ketua kesiswaan. Ale ingin protes, tapi Kepala Sekolah mencegah kalimatnya sebelum keluar. "Ini perintah dari Kakek Kusumo, beliau mengawasi Abel dan tidak ada perubahan. Ale … rambut dia, pakaiannya, makeup-nya, dan pertemanannya, Abel berantakan." Begitu katanya. "Abel butuh pertolongan." Lagi-lagi katanya yang tak Ale pahami. "Maaf, Pak. Kenapa harus Ale? Masih banyak siswa atau siswi lain yang bisa dimintai tolong seperti ini. Abel itu bukan kehendak saya, Pak." "Ini perintah langsung dari Kakek Kusumo." "Ale gak kenal." Sedikit kurang ajar, Ale akan menyeletuk apa yang menurutnya di luar batas wajar. "Dan maaf, Ale menolak." Pak Kepsek terdiam. Tapi saat Ale bangkit hendak undur diri, ia berkata, "Ale yang dipercaya, cuma Ale yang Kakek Kusumo percaya. Mungkin, Ale gak kenal sama beliau. Tapi beliau sangat mengenal Ale. Jalani aja dulu, Al. Saya juga percaya kalau Ale bisa naklukin Abel." *** "Cewek sinting!" Abel tertawa, Banyu meringis. "Maafin Abel ya, Kak Melo," kata Banyu. "Abel gak sengaja simpan lem di kursi itu." "Gue sengaja kok," cetus Abel yang sukses menyulut emosi Melody. Maka sekelas itu langsung heboh. Abel bertingkah, gadis nakal itu bersedekap. "Suka-suka hidup gue ya, Kak Melo," kata Abel. "Lagian suruh siapa bandel? Kemarin Kak Melo bikin aku gedek sih," imbuhnya. Melody tak habis pikir. Bagaimana mungkin ada adik kelas seliar Abel. "Lo anak siapa sih, anjir?!" bentak Melody. "Pasti Ibu Bapak lo bangsatnya kebangetan!" Maka raut Abel berubah sinis. "Iya, Bapak Abel emang b*****t, kok tahu? Tapi, Kak Melo gak tahu apa-apa soal ibunya Abel. Mending congornya dijaga deh, atau Abel lem juga tuh bibirnya?" Tingkah Abel cukup keterlaluan, bukannya masuk kelas, Abel malah berkeliaran dan melumuri kursi Melody dengan lem transparan. Abel sudah menyiapkan ini sejak kemarin, Abel lupa tidak menceritakan bagaimana kisah ia mendapatkan lem itu dan membawanya ke sekolah. "Abel!" Melody menjerit. Otomatis Rai yang sekelas dengannya menarik tangan Melody. "Sabar, Mel. Ini ujian." "b*****t!" Benar-benar geram, Melody sampai berkata kasar di depan orang-orang. Abel tertawa. "Udah ah, gak seru. Kok gak main jambak-jambakan? Padahal Abel punya rambut baru." "Bel--" "Banyu Sayang, kuy lah cari si Ale Ale lumut. Gue gak sabar mau tempur sama dia." "Abel--" Selalu saja Abel memangkas kalimat Banyu, Abel katakan, "Kak Melo, jangan lupa laporan sama Pak Ketu kalau Abel udah nakalin Princessnya Alegrato." Maka setelahnya, Abel berbalik. Begitu bersemangat sampai jidatnya terbentur. Bugh! Abel oleng. Seseorang manahan pinggangnya. Maka Abel jatuh ke dalam dekapan makhluk Tuhan yang paling tampan seantero SMA Angkasa. "Kak Ale …" Abel tahu itu Ale yang menahannya dan Abel katakan, "Kalau mau m***m di ruang kesiswaan aja, yuk? Abel siap." *** N O T E: M a a p i n t y p o d a n l a i n l a i n. W k w k.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN