SATU (AKB SERIES 3)
Alegrato Sean Wiliam. Tanpa perlu dikenalkan, tentu sudah banyak yang mengenalnya. Ale terkenal, Ale dikenal, karena Ale adalah ketua kesiswaan di SMA Angkasa. Jabatan yang langsung diberikan oleh Kepala Sekolah kepada sosok Alegrato. Orang-orang menyebut Ale sebagai bagian dari anak emas di SMA tersebut.
"Buka!" Vokal lantangnya membentak, menunjukan derajatnya sebagai sang Ketua Kesiswaan. "Buka baju lo!"
Well, he can be mean as f**k.
Seorang siswi yang rambut pelanginya digerai berdecak. "Ribet," katanya.
Bukan hanya Alegrato, tapi Rai Berlyn bahkan jajaran wakil kesiswaan lainnya yang menemani pangkat Ale tertawa di sana. Sebuah ruang OSIS menjadi tempat mereka berada saat ini.
"Cepet buka!" Lagi, Ale menunjukkan taringnya.
Si gadis mengerling, ia kebal oleh peraturan sekolah. Bahkan ketika awal rambut pelanginya ini terlihat oleh warga sekolah, ia tak merasa bersalah dan tak kenal malu. Merah, kuning, hijau di langit yang biru, seperti itulah warna rambutnya.
"Harus banget gue buka baju?"
Rai bersedekap, sementara Ale berdiri tegas menyorot lensa hitam milik siswi tersebut dengan lensa biru lautnya.
"Minta dibukain tuh, Al!" seru Melody. Well, bukan hanya siswi nakal itu yang berjenis kelamin wanita di sini. Ada Melody Scarloth selaku personil kubu mereka.
"Dih, Nenek Lampir nyinyir." Adalah Abelia Cahyo Kusumo yang konon katanya merupakan musuh bebuyutan dari Melody. Padahal, ayah mereka saling terikat persahabatan.
Ale maju selangkah. "Lo mau gue botakin rambutnya atau buka bajunya sekarang?"
Tentu, kalimat itu untuk Abel. Seseorang yang meskipun rambutnya warna-warni tetap aman tak akan mendapat seledingan dari pihak berwajib. Tingkah Abel sungguh keterlaluan sebagai murid SMA, tetapi pihak sekolah pun tak mampu berbuat banyak selain mengandalkan Ale sang Ketua Kesiswaan.
"Ya elah, ini gue belum apa-apa lo udah nyuruh gue buka baju," tutur Abel malas-malasan sambil mulai membuka bajunya.
Sebuah kaos bergambar tengkorak dan bertuliskan f**k School itu terpaksa Abel buka. Padahal, itu baju kesayangan Abel karena bahannya hangat dan sangat cocok untuk dijadikan rompi di musim dingin.
"Udah. Apa lagi? Seragam gue perlu dibuka juga?" celetuk Abel santai sekali. Meskipun raut Ale sedatar papan televisi, tapi percayalah, aura murkanya kental terasa memenuhi tiap sudut ruangan.
Rai berdeham, "Bel, besok rambutnya dicat item, ya?"
"Lo saudara gue aja bukan, ngapain merintah?!" Abel tak suka aturan.
"Gue botakin, mau?" Melody mulai kesal.
"Boleh, lo duluan tapi. Nanti gue ngikut."
Melody menggeram. Rai tertawa, dan jajaran anak OSIS lainnya menggeleng tak habis pikir dengan kenakalan satu pentolan SMA Angkasa ini. Sementara Ale hanya diam memerhatikan bibir Abel yang lipstick-nya setebal satu mili, mencolok dan tidak mencerminkan murid SMA.
"Udah ah, kalian ribet." Abel memilih pergi setelah sebelumnya ia lemparkan baju itu tepat mengenai wajah Ale.
Semua meringis, karena semua pun tahu seganas apa Alegrato Sean Wiliam ketika kesabarannya telah terkikis.
"Lo liatin aja dulu, seledingnya entaran." Yaitu Mario Luhano, teman dekat Alegrato yang amat sangat memahami sosok Ale.
Sekian kisah mereka diawali dengan seorang gadis berambut pelangi hingga tiba di mana seseorang berkata, "Barang siapa yang bisa menjinakkan Abelia Cahyo Kusumo, seperangkat alat game, mobil dan seisinya gue kasih pinjem selama lima bulan, dengan syarat tanpa nego. Gimana?"
Dia lah Marvel, sosok ningrat yang lahir dari pasangan Irina dan Samudra Allardo. Tokoh baru yang baru saja kemarin resmi menjadi anggota OSIS.
Ale mendengkus. "Gue gak suka taruhan."
"Jalani aja, nanti juga Abel jinak sendiri," komentar Melody.
"Kalian kurang piknik," cetus Marvel.
"Si Ale takut jatuh cinta." Rai meledek. "Gue sih oke aja, kapan lagi dapet gratisan. Ye, kan?" tambahnya.
Maka, Alegrato menyeringai. He can be evil as hell. "Lihat aja nanti." Begitu katanya.
Bukankah kisah ini tidak akan menarik bila Alegrato tidak bertingkah? So, nantikan aksi dari setan kecil ini dalam membasmi Ratu Iblis macam Abelia Cahyo Kusumo.
We will see ....
***
Keesokan harinya, di sekolah seperti biasa.
"Bel, ke kantin yuk!"
"Eh iya, bentar. Maskara gue luntur!" Abel bersolek di kelas, ia selalu membawa alat makeup lengkap dengan t***k bengeknya. Itu wajib, meskipun sudah cantik Abel selalu memenorkan wajahnya, bukan berarti jadi mirip tante girang. Tidak, justru polesan makeup Abel terkesan profesional, layaknya para ulzzang dan artis Korea.
Sekali lagi, segala tindakan dan perilaku melenceng Abel tak ada yang berani mengusiknya, kecuali si Ketua Kesiswaan.
"Udah cantik, Bel," ujar Banyu.
Abel mengedipkan matanya setelah dirasa cukup indah sepasang bulu mata lentik itu. Katanya, "Percuma, Pak Ketu nggak ngelirik gue."
Adalah Abel yang frontal berkata suka sana, suka sini. Abel tidak konsisten pada kesukaannya, terkadang ia akan bilang bahwa hari ini dirinya jatuh hati kepada Banyu, teman sebangkunya, dan besoknya Abel akan beralih haluan dengan bilang suka kepada musuhnya sendiri.
"Kak Ale mana suka biji chili kayak lo."
"Yeu, dasar cupu!" misuh Abel.
Namanya Baekji Banyumas, salah satu anak Bian Banyumas yang konon katanya pernah cupu juga. Dari situlah Abel menilai penampilan Banyu cupu, karena Abel pernah mendengar sedikit kisah masa lalu orang tuanya yang Demi Tuhan! Abel tak ingin membahasnya.
"Gue nitip siomay aja deh, Nyu."
"Mana duitnya?"
"Bilangin sama Mamang Kantinnya, Abel yang beli gitu, nanti juga dikasih gratis."
"Lo ilegal mulu ya, Bel?!"
"Cucu pemilik sekolah mah bebas," katanya.
Abel dan Banyu itu satu kelas. Karena tak ada yang mau berteman dengan Abel, maka Banyu adalah teman satu-satunya milik Abel. Singkat saja, Abel sayang Banyu.
"Abel, dicariin pihak kesiswaan tuh!" celetuk seseorang memangkas obrolan Abel dan Banyu.
Abel menoleh, sang Ketua Kelas bernama Dean Kyungi memberi berita, "Kayaknya soal rambut, deh. Tadi gue lihat Kak Ale bawa gunting soalnya."
Abel berdecak. "Gak kapok-kapok ya tuh ayam jantan! Ngeselin banget, hidup gue kenapa dia yang repot?!" misuhnya.
"Udah sana samperin, biar maskaranya gak mubazir. Lo dandan buat dia, kan?" Banyu berkoar.
Abel mendelik, lalu beranjak memosisikan diri di depan Dean sambil berkata, "Gue sukanya sama Dean, mending lo ke kantin aja sana sambil bilang ke Kak Ale kalau mau ketemu gue, dianya aja yang ke sini!"
Alhasil, Banyu mengerling. Dan Dean menggeleng. Mereka paham betul dengan watak cucu dari pemilik sekolah ini. Karena Dean masih ingin selamat status pelajarnya di SMA Angkasa, maka Dean tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan kata-kata Abel. Begitu pun dengan Banyu.
***
"Sial!"
"Kenapa lagi sih, Al?" kata Rai, tadi Ale mengumpat. Tepat saat mereka berpapasan di lorong depan ruang kepala sekolah.
"t*i banget, gue dapet perintah buat jinakin Jepun Angkasa!"
"Gue bilang juga apa!" Secara tiba-tiba Marvel datang di antara mereka bagai setan. "Udahlah, taruhan aja. Biar seru juga, kan? Iseng-iseng berhadiah? Gue yang nanggung lagi hadiahnya," katanya.
Ale mendengkus. "Gue bukan orang yang punya banyak kesabaran, si Abel itu biang kerok. Yang ada gue khilaf dan musnahin dia, siapa yang mau tanggung jawab?"
"Bapak lo." Melody datang dari belakang sambil membawa gunting. Lalu mereka berjalan beriringan, kebetulan sedang jam istirahat. "Kuylah ke kantin!"
"Gue mau cari Abel dulu."
Rai mengangguk, Marvel yang bilang, "Kalau jodoh mah gak bakal ke mana, sih."
Jin tomang berdecak, alias Ale yang juga mengerlingkan bola matanya. Sebelum pergi, Melody berpesan, "Ini tolong bawa sekalian guntingnya ke ruang OSIS."
Dan mereka bubar. Ale berjalan sendirian ke ujung lorong menuju kumpulan kelas 10. Perlu diketahui, bahwa dirinya adalah seorang siswa kelas atas yang sebentar lagi lulus SMA jika diluluskan. Sementara kawannya yang lain, mereka masih kelas pertengahan dan Abel sendiri adalah siswi baru netas kemarin sore, dia kelas 10.
Terkadang Ale akan berkumpul dengan teman sebayanya jika menyangkut pelajaran, bukan organisasi.
Tepat di tengah perjalanan, Ale menemukan Dean, si anak kelas 10 yang pasti kenal dengan Abel. Untuk itu, Ale berkata, "Yan, suruh Abel menghadap gue ya di ruang OSIS."
***
Hingga jam pelajaran datang dan begitu cepat berakhir, Abel merasa menjadi buronan.
Sebab kini, ketika Abel mengibaskan rambut pelanginya di udara, sosok itu Abel temukan. Adalah Alegrato Sean Wiliam yang berdiri menjadi patung selamat datang di samping pintu kelasnya.
"Hobi banget sih nungguin gue!" bentak Abel tak suka.
Wajah datar Ale menjadi senjata. "Ikut gue."
Sebaik-baiknya Abel menghindar, maka semakin baik pula Ale menemukannya, menjeratnya, hingga Abel tak bisa lari ke mana-mana.
Tibalah mereka di ruang khusus milik Ale, ruang ketua kesiswaan yang konon katanya diwariskan untuk Ale dari Kakek Abel sendiri.
"Apa lagi?!" Abel menyentak.
Cekalan tangan Ale terlalu kuat, Abel sudah biasa dicengkram oleh pria itu. Nyaris tiap hari, karena setiap saat Abel selalu dimasukkan ke kandang guru BK atau sederhananya ke ruang OSIS dan ruang milik Ale sendiri.
"Tahu apa kesalahan lo?"
"Rambut pelangi? Halah basi, dari minggu lalu ini rambut gue udah rainbow!"
Ale duduk di kursi, ia menyimpan gunting di meja dan berkata, "Rok mini." Tatapannya tajam mengintimidasi.
Abel menunduk, lalu menatap rok sepannya yang sebatas pertengahan paha. Kemudian Abel mendongak, menatap Ale sambil bilang, "Kenapa? Bagus, kan? Ini lagi kekinian, cewek seksi biasanya jadi inceran."
Ale menghela napas berat. "Hidup lo gak guna."
Abel terkekeh. "Ya terus masalah Anda apa, Kanjeng? Ini hidup saya, tapi Anda yang repot." Kesalnya merambat hingga ke DNA.
Ale berdiri, berjalan mendekati Abel dengan guntingnya yang ia bawa lagi.
Abel tetap diam, memandang gerak-gerik Ale dengan congkak. Bahkan Abel bersedekap, percaya diri pada penampilannya sendiri yang di mata Ale selalu terkesan urakan. Sampai detik di mana Abel memekik. Ale berlutut dan begitu saja benda tajam yang Ale bawa merobek rok abunya.
"Woi, anjir! m***m!" Abel mencengkeram rambut Ale yang tepat sedang berlutut di depannya.
Ale tetap tenang. Meskipun rambutnya dijambak kuat oleh gadis itu. Rok mini Abel sampai semakin mini lagi gara-gara tindakan kurang ajar sang Ketua. Abel kesal, rok kesayangannya jadi rusak.
"Musnah lo, a*u!" hardik Abel hingga di jambakan terakhirnya, Abel menarik kuat-kuat rambut legam Ale sampai beberapa helainya tercabut. Tapi Ale tetap kalem, stay cool tanpa suara.
Abel menjerit. Wajahnya merah padam, sungguh kesal. Salah apa coba dia sama Ale? Selama ini Abel merasa hidupnya tentram, tapi ketika Ale diangkat jadi Ketua Kesiswaan semuanya jadi suram.
Maka, Ale bangkit. Ia mengusap rambutnya tanpa ekspresi. Namun, percayalah, kalau saja Abel sedang tidak murka, ia pasti sedang terpesona.
"Besok-besok pakai yang standar aja, beli rok baru dan usahakan di bawah lutut." Vokal rendah Ale mengalun di udara. Abel mendelik jengkel, ingin rasanya menghancurkan tembok China, tapi sayang tangan tak kuasa.
"Lo emang bangke!" Tanpa banyak kata lagi, Abel beranjak untuk undur diri. Namun, belum genap dua langkah, pijakannya terhenti.
Ale menarik tangan Abel sampai mereka berhadapan.
Ketika Abel otewe murka part 2, Ale berkata, "Paha lo kelihatan, sementara pake jaket gue dulu. Lo bisa balikin nanti."
Abel membisu. Dua tangan Ale melingkari pinggangnya demi mengikatkan bagian tangan jaket itu, dan hasilnya kaki Abel tertutupi sampai lutut. Tak bisa dipungkiri, tubuh Ale besar sana-sini. Jaket boomber itu menyembunyikan paha Abel yang terekspos.
"Jangan lupa pas mau balikin, jaketnya dicuci dulu."
Kemudian yang melangkah adalah Ale. Sosok pria tinggi yang baru Abel sadari kekerdilannya ketika berdiri di dekat Ale. Pantaslah dirinya selalu kalah, pikir Abel.
Pintu tertutup, dan Abel mengerang. "Lihat aja nanti. Dari dulu, Ale musuh gue sampe sekarang," gumamnya, lalu pergi mengikuti jejak Ale.
Abel bersiap untuk pulang dan selalu siap ketika akan berhadapan dengan kerunyaman di lingkungan rumahnya.
Sesuatu yang Abel benci, hal yang membuat Abel bertingkah. Adalah Kenzo Cahyo Kusumo yang bermasalah.
***