12 - Mencari Kirana

1525 Kata
Bab 12 - Mencari Kirana “Tuan!” Deri sampai geleng-geleng kepala. “Sudah kuduga, dia hanya bohong! Mengatakan sudah menikah, lelaki itu suaminya katanya? Haha, mana ada?” Ragendra seperti orang gila yang bicara sendiri sambil tertawa-tawa senang. “Tuan anda kenapa?” tanya Deri yang mulai merinding, takut Tuannya kesurupan. Ragendra yang tersadar, langsung tersenyum kecut sambil meraup mukanya sendiri. “Ekhem, ekhem.” Dia berdehem beberapa kali. “Tidak ada,” sahutnya salah tingkah. “Kalau lelaki itu bukan suaminya, berarti Nona Kirana sudah cerai.” Deri mulai menduga -duga. Wajah Ragendra langsung terlihat tegang. “Kenapa bilang begitu? tanyanya. “Ya kan sudah ada anak, artinya sudah ada suami.” Deri menjawab dengan yakin. “Mungkin juga, mereka sedang pisah ranjang, atau suaminya jadi TKI di luar negeri,” lanjut Deri yang terus saja memberikan banyak dugaan. Ragendra mengembuskan napas gusar. “Untuk apa kita menyusulnya? Dia bahkan bukan bagian dari keluarga kita?” Deri memicingkan mata penuh tanya. Ragendra gelagapan, dengan raut gusar. “Apa anda beneran suka dia?” Deri semakin memprovokasi. Ragendra menoleh dengan tatapan tajam, tapi malah terlihat seperti kucing merajuk. Bukannya menakutkan, malah imut. Deri menahan senyuman. “Jangan ngaco! Aku hanya butuh Aspri, kamu kan belum dapat yang baru! Ya sudah dia saja!” ketusnya tak mau dibantah. Deri hanya mengedikan bahu. “Oke,” sahutnya malas, dia dan Ragendra memang sangatlah dekat dan sudah seperti saudara. Hanya kadang, jika diluaran sana, Deri selalu menunjukan raut dingin dan datar. Deri pun pamit untuk pergi ke ruangannya. “Kapan?” Ragendra memekik saat Deri sampai diambang pintu. Deri menoleh.”Kapan?” tanyanya heran. “Ehm, kapan menyusulnya,” sahut Ragendra dengan nada datar, yang sebenarnya untuk menutupi rasa malu atas apa yang dia katakan, karena seolah dia ngebet mau mencari Kirana. Padahal memang kenyataannya seperti itu. “Oh,sepertinya minggu depan. Karena dalam seminggu ini jadwal kita sangatlah padat Tuan,’ jawab Deri dengan tenang. Ragendra tampak menghela napas gusar, tampak jelas dari raut wajahnya rasa kecewa. Tapi, dia harus profesional. Dan tidak boleh mencampuradukkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Deri memperhatikan Ragendra sekilas, sebelum akhirnya dia pergi karena Ragendra membentaknya. “Sudah! Apa yang kamu lihat! Ketus Ragendra dengan kesal, kemudian dia kembali menekan-nekan tuts laptopnya, mulai bekerja kembali. “Baik Tuan!” Deri Pun segera keluar dan menutup pintu ruangan. Seminggu berlalu begitu lambat dirasakan oleh Ragendra, dia ingin cepat menemukan Kirana. Hingga akhirnya, hari yang dinanti pun tiba. “Kita jadi kan pergi mencarinya!” rasanya Ragendra sudah tak sabar. Sudut bibir Deri terangkat. “Mencari siapa?” sengaja menggoda Ragendra. Ragendra mendengus jengkel, dia merasa Deri akhir-akhir ini sangat menyebalkan menurutnya. Ragendra diam tak menyahut lagi, lebih memilih diam dengan muka ketus. Deri terkekeh. “Saya tidak tahu harus mencarinya kemana, saat bertanya kepada Bu Lia, tetangga dekatnya, Ibu itu menjawab tidak tahu,” ujar Deri. Ragendra mengembuskan napas gusar. “Cari sampai dapat! Saya tak ingin dia hilang lagi!” ujarnya sambil meremas kursi yang diduduki. Deri yang sedang duduk di atas kursi tepat di hadapan Ragendra pun menatapnya penuh tanya dengan mata memicing mencari tahu. “Hilang lagi? Apa artinya anda sudah mengenal Nona Kirana sebelumnya?” tanya Deri. Ragendra gelagapan, dia tampak salah tingkah. “Mana ada seperti itu, sudahlah atur semuanya. Tak perlu kamu banyak tanya,” langsung buang muka ke arah lain,tak mau Deri semakin curiga. “Baiklah Tuan,” lalu Deri mohon izin untuk mengurus semuanya. Ragendra bisa bernapas lega, dia yakin Deri mampu mencari tahu dimana Kirana berada sekarang. “Apa anak itu anakku?” gumamnya dengan hati berdebar keras membayangkan anak kecil yang pernah dia lihat bersama Kirana itu adalah anaknya. Kring kring Ponsel Ragendra berbunyi. Dengan malas, Ragendra menerima telepon itu. “Iya,” sahutnya setelah tersambung. “Gen, tahu tidak kemarin waktu Aku ke Kota B, Aku melihat seorang anak kecil di pusat perbelanjaan, dan dia mirip bangetsama Kamu. Aku pernah melihat foto masa kecilmu, dia beneran mirip kamu deh, aneh kan? Hahaha, tapi dia lucu banget deh,” cerocos Lolita, ternyata dia yang menghubunginya, itulah sebabnya Ragendra malas. Lolita memang kerap kali bepergian untuk urusan pekerjaannya sebagai model yang cukup terkenal, meski belum tergolong papan atas. Tapi, dia cukup laku dan sering kali banyak tawaran pemotretan untuk iklan. Tubuh Ragendra seketika menegang,raut wajahnya apalagi sangat tegang sekali.”Kamu ada fotonya/’ dengan d**a bergemuruh. Jika yang dimaksud Lolita adalah anak yang sama dengan yang bersama dengan Kirana, maka memang itu Dia, dan ada kemungkinan Kirana beserta anaknya ada di kota B. Sudut bibirnya terangkat, Ragendra tersenyum senang, dengan begitu tak akan terlalu sulit mencari Kirana. “Penasaran ya? Hehehe, kebetulan Aku memfotonya, tapi ibunya tak tahu kemana waktu itu karena sepertinya dia bersama ayahnya, yang lumayan ganteng itu,” sahut Lolita. Raendra mengepalkan tangan, tak suka mendengar perkataan Lolita. Padahal belum tentu juga dia anak Kirana. Huh, Ragendra meremas kepalanya kasar dan frustasi. “Dasar perempuan menyebalkan! Kemana kamu Kirana!” desahnya kesal. Ting Notifikasi masuk ke aplikasi chat Ragendra, ternyata Lolita yang mengirimkan dua buah foto. Ragendra segera membukanya. Raut wajahnya langsung berubah muram, dengan rahang mengetat. Anak itu adalah benar anak yang bersama Kirana waktu itu, yang membuatnya kesal adalah karena di dalam foto. Anak itu tidak sendirian, melainkan bersama dengan seorang pria muda yang usianya sedikit lebih tua darinya, pria yang sama yang bersama dengan Kirana waktu itu. Pria yang diakui Kirana suaminya. “Kenapa lelaki itu selalu bersamanya? Apa mereka ada hubungan ya? Menyebalkan sekali sih dia! Aku ini kan satu-satunya lelaki yang sudah menggaulinya, jadi dia tak boleh bersama yang lain dong? Harus sama Aku?” gumamnya jengkel, dia mau menghapus kedua foto itu, tapi sayang ada foto anak kecil yang dia duga anaknya. Mau diedit, untuk memotong foto lelaki itu, eh tapi posisi dalam foto tak memungkinkan, jadinya Ragendra kesal sendiri dan menyimpan foto itu di galeri. Sesaat kemudian bibirnya tersenyum cerah, dia menghidupkan laptop dan mengirim foto itu ke laptopnya. Lalu mulai melakukan sesuatu, “ done!” ucapnya senang. Dia menatap hasil edit foto yang menurutnya memuaskan. Ya, Ragendra mengganti foto bagian kepala lelaki itu dengan dengan fotonya, jadi seolah-olah di foto itu adalah dirinya dengan anak Kirana. “Hahaha, Aku memang cerdas!” pujinya kepada diri sendiri penuh kebanggaan. Sementara itu, di tempatnya berada Lolita misuh-misuh tak karuan, karena Ragendra seenaknya menutup panggilan tanpa kata. “Ayo pergi sekarang juga! Aku sudah tahu dia ada dimana!” ucap Ragendra dengan tegas. Deri menatap Ragendra lekat. “Di mana?” tanyanya. “Kota B,” jawab Ragendra. “Alamat lengkapnya apa anda tahu?” Deri tak yakin. “Tidak! Tapi Aku ada perkiraan sih,” sahut Ragendra. Deri menipiskan bibir, sambil mengembuskan napas pelan. Kalau sudah ada kemauan Ragendra tak akan bisa dibantah, pasti akan sulit mencari keberadaan Kirana. Kota B, tidaklah kecil, termasuk kota yang luas. Belum lagi jarak dari Kota J ini ke kota B, membutuhkan waktu sekitar lima jam, itu kalau tidak macet. “Ayo cepat, Aku…” nada bicara Ragendra terdengar seperti seorang anak kecil yang sedang merajuk saja. Ya itulah Ragendra, lebih sering bertingkah manja dan seperti anak kecil di depan orang terdekatnya, namun terkesan dingin di depan orang lain. Deri sudah khatam dengan karakter Ragendra. “Iya Tuan, baiklah,” sahut Deri. Deri Memang sudah membuat jadwal sejak seminggu yang lalu, untuk pekerjaan Ragendra dipercayakan sementara kepada orang yang dianggap Deri dan Ragendra mampu. Mereka pergi sekitar jam empat sore. “Kenapa perginya harus sesore ini sih,” dengan kesal Ragendra berkata. “Apa yang akan anda lakukan setelah bertemu Nona Kirana?” tanya Deri. Ragendra diam, karena bingung akan melakukan apa. Dia merasa gengsi jika mengaku mencarinya untuk memintanya kembali bekerja, apalagi kalau sampai Kirana memintanya minta maaf. Seolah tahu kegelisahan Ragendra, Deri mengatakan sesuatu yang membuat Ragendra senang. “Saya akan bilang kalau saya tak bisa menemukan penggantinya, dan saya memaksa anda untuk menerima Nona Kirana kembali. Setelah saya memohon, anda pun setuju. Bagaimana dengan ide saya?” tanya Deri. “Boleh,” sahut Ragendra tak banyak kata. Mobil membelah jalanan, Deri menjadi sopir untuk Ragendra. Di sepanjang perjalanan, Ragendra begitu gelisah. Hatinya berdebar tak karuan dan dadanya bergemuruh hebat, dia bahkan berusaha menghafal kata-kata yang akan dia katakan saat bertemu dengan Kirana. “Tenanglah Tuan, Anda tak perlu gelisah,” ucap eri yang sesekali memerhatikan Tuannya dari spion mobil. Ragendra mengembuskan napas pelan. “Apa kelihatan ya?” “Kentara sekali. Apa anda suka Nona Kirana?” tanya Deri dengan senyuman setipis tisu toilet. Ragendra memejamkan mata coba merasai hatinya, dia diam tak bisa menjawab. “Anda dan Nona Kirana tak akan bisa bersama, Nyonya tak akan setuju. Anda sudah dijodohkan dengan Nona Lolita,” ucap Deri. Ragendra mengembuskan napas kasar. “Terserah Aku lah, tak akan ada yang bisa mengganggu keputusanku,” ujar Ragendra, lalu meminta Deri untuk tak banyak bertanya lagi. “Kenapa kamu jadi bawel akhir-akhir ini. Aku sampai eneg mendengarnya,” ucap Ragendra menjengkelkan. Cekiit Deri mengerem mobil mendadak, karena sebuah motor yang tiba-tiba saja belok arah. “Orang itu sepertinya mau mati!” hardik Deri kesal, dia menatap tajam motor yang sekarang sudah tak tampak di matanya. “Kejar!” teriak Ragendra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN