10 - Wanita Penakluk

1779 Kata
Bab 10 - Wanita Penggoda “Iya!” kata itu hampir dia ucapkan, untung saja dia masih sadar, sehingga tak sampai mengatakannya. “Ehm tidak Tuan,” sahut Kirana dengan seulas senyum yang dia paksakan. “Dih pembohong!” cibir Ragendra, dia menatap Kirana sinis. “Mana kekasih Anda?”tanya Kirana, sambil celingukan ke belakang Ragendra. “Lagi pakai baju mungkin,” dengan santai Ragendra menjawab,dia mengedikan bahu. Kirana menatap tajam sang majikan dengan raut kesal. “Kalian sudah…” rasanya tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Apa yang saat ini dia pikirkan sangatlah membuat hatinya tak nyaman, pikirnya pasti Lolita dan Ragendra sudah melakukan itu kalau mendengar jawaban dari Ragendra. Ragendra mengerutkan dahi, bibirnya terangkat dan menyunggingkan senyuman tipis. “Melakukan itu apa?” tanyanya. Kirana gelagapan dan salah tingkah. “Tak ada,” sahutnya. Ragendra memutar roda kursinya mendekati Kirana. “Apa kamu cemburu?” dengan raut wajah yang cerah. “Hah, mana mungkin!” sahutnya cepat,diiringi kekehan yang membuat Ragendra sakit hati. “Memang Aku itu buruk ya? Hingga kamu mengejekku?’ raut wajahnya sudah terlihat seperti balita yang merajuk. Melihat itu rasanya Kirana ingin sekali mencubit gemas pipinya, ah sangat lucu dan menggemaskan. “Benar kata Pak Deri, kalau Pak Ragendra itu terkadang suka merajuk. Baru dua hari disini, sudah beberapa kali melihatnya merajuk,” bergumam pelan dengan mata menatap gemas Ragendra. “Apa kamu sedang mencibirku?” tanya Ragendra dengan mata memicing penuh curiga. “Eh, mana berani saya. Kan bapak yang menggaji saya!” sahut Kirana cepat, lengkap dengan senyuman semanis madu yang sebenarnya terpaksa. “Pembohong!” ejek Ragendra. “Saya bukan pembohong Pak!” rasanya ingin sekali mengecup bibir seksi yang suka bicara pedas itu, eh dasar otak berdebu dan karatan bisa-bisanya punya pikiran ke sana. Kirana mengembuskan napas kesal, ya kesel sama dirinya sendiri. Tak lama kemudian, muncullah Lolita dengan wajah secantik dewi yang tampak cerah, mungkin terpuaskan oleh Ragendra. Eh, palingan Ragendra yang terpuaskan oleh dia! Kalau melihat kondisinya, pikiran kotor Kirana mulai lagi. Dia sampai geleng-geleng kepala beberapa kali untuk menghalau dari otaknya. Lolita menatap sinis Kirana, lalu menatap dengan lembut Ragendra. “Sayang, aku pulang dulu ya,” lalu mengecup pipi Ragendra. Dikecup Lolita, Ragendra melirik Kirana dan menatapnya sekilas dengan tatapan yang sulit diartikan.Tapi, seperti gimana gitu, seperti ada sesuatu yang tak nyaman. Kirana mencebikkan bibir sambil memalingkan wajah, tak mau dong dia kembali melihat adegan kiss kissan seperti sebelumnya. Mengingat hal itu perutnya mendadak mual! “Iya,” sahut Ragendra dengan datar. Lolita mendelik tak suka kepada Kirana, dia bahkan sengaja membenturkan bahunya saat berpapasan waktu akan pulang. Kirana hanya menggeram kesal dengan tingkah wanita itu. Sungguh cantik wajahnya ternyata tak secantik sikapnya. Setelah Lolita pergi, Kirana barulah berbicara kepada Ragendra. “Tolong kasih tau calon istri anda agar tak menggangguku,” ucap Kirana ketus. “Dia bukan calon istriku,” sahut Ragendra dengan gusar, dia menatap Kirana dengan intens dan seolah ingin mengatakan lewat tatapan matanya kalau yang dia katakan sungguh-sungguh. “Masa?” Kirana tersenyum masam. “Sudah lah tak usah cemburu,” kekeh Ragendra dengan senyuman menggoda. “Ap apa maksud anda dengan cemburu? Sa saya…” Kirana gelagapan, tak tahu kenapa tapi dia jadi salah tingkah. Ragendra meminta Kirana mendekat. “Kemarilah Aku kangen,” ucapnya manja dan membuat Kirana terkejut. “Hey Tuan Muda kaya dan tampan apa maksud kata-kata anda ini?” sambil mendekat dan menggelengkan kepala. Bekerja untuk Ragendra malah membuatnya kurang waras rasanya. Ragendra hanya terkekeh sambil menggenggam tangan Kirana erat, bahkan menautkan jemarinya. “Tanganmu kasar,” dengan tak tahu malunya mengecup tangan kirana dengan lama. Kirana menarik tangannya dengan jengkel, seenaknya saja Ragendra mengatai tangannya kasar. Ya meski iya sih, tapi jangan juga dong dia mengulti dirinya begitu. Kan dia jadi malu dengan hal itu. “Dasar tak berperasaan,” gumamnya jengkel. Kirana menatap telapak tangannya menyentuh-nyentuhnya silih berganti kiri dan kanan. Melihat tingkah Kirana, Ragendra jadi gemas sendiri. “Tapi Aku suka, karena artinya suka bekerja keras termasuk di atas ran…” ucapan Ragendra tidak selesai, karena mulutnya dibekap Kirana. “Apa yang akan anda katakan? Dasar tak tahu malu!” refleks Kirana memaki bosnya itu sambil celingukkan takut ada yang mendenganya. Ternyata yang menjadi kekhawatirannya terjadi, seorang asisten rumah tangga Ragendra yang sering sinis kepada Kirana muncul bersamaan dengan bekapan dan makian Kirana. Wanita muda itu langsung saja menutup mulut dengan mata melotot melihat apa yang Kirana lakukan. Kirana jadi salah tingkah dan segera melepaskan bekapannya. “Apa-apaan kamu!” ucap Ragendra Kesal, dia yang belum ngeh ada asisten rumah tangganya, malah sengaja menarik tangan Kirana. Hingga, dia terduduk di atas pahanya. Muka Kirana memerah karena malu dan takut disebut penggoda majikan, berusaha memberontak. Tapi, Ragendra malah memeluk pinggangnya dan terkekeh sengaja menggoda. “Tuan ada…” bisik Kirana memberi isyarat dengan lirikkan mata ke arah berdirinya asisten rumah tangga. Ragendra menoleh ke arah yang Kirana tunjuk. “Hey sedang apa kamu disitu? Kerjakan tugasmu?” ketus Ragendra dengan tatapan tajam. Wanita asisten rumah tangganya itu langsung terlihat panik, dan segera masuk ke dalam rumah dengan raut syok. Tak menyangka asisten baru Ragendra bisa merebut hati majikannya itu. “Kok bisa ya,” pikirnya, sambil melihat wajahnya di cermin kecil bulat yang dia rogoh dari dalam saku baju seragamnya. “Cantikan aku lah sama dia,” gumamnya yang jengkel sendiri. Tak terima rasanya kalah dengan wanita biasa saja seperti Kirana, ya meski sama -sama babu sih. Tapi, dia merasa lebih cantik dari Kirana. Sementara itu, Kirana mencubit lengan Ragendra lumayan keras, hingga pria itu meringis dan melepaskan pelukannya. “Jangan sembarangan peluk orang! Saya kan istri seseorang!” ketus Kirana berbohong. Raut wajah Ragendra berubah muram. “Kenapa kamu suka sekali bohong?” rajuk Ragendra dengan mata berkaca-kaca, seperti anak kecil. Membuat Kirana gemas melihatnya dan ingin sekali memeluknya, ish sadar Kiran! “Bohong? Bohong apa Tuan?” Kirana menatap Ragendra dengan dahi berkerut. “Kamu bilang masih singgel, nyatanya sudah punya anak.” Ragendra menatap Kirana lekat, sorot matanya menyiratkan rasa kecewa. “Em, itu…” Kirana salah tingkah, dia terlihat gelagapan dengan raut cemas. “Kenapa bohong?” tanya ulang Ragendra yang masih menatap Kirana intens. Rasanya ingin sekali Kirana pingsan saat ini daripada harus menjawab pertanyaan Ragendra yang membuatnya pusing tujuh keliling. “Kurasa anak itu anak kita, karena dulu…” sebelum Ragendra menyelesaikan perkataannya, Kirana langsung menyela. “Tolong deh jangan ungkit hal itu lagi! Bisa kan!” berteriak pelan sambil celingukan, dia takut ada yang mendengarnya. “Kenapa?” sudut bibir Ragendra terangkat sedikit. “Karena…itu sungguh memalukan. Itu aib!” rasanya Kirana Jengkel Sekali dengan sikap Ragendra yang menurutnya menyebalkan itu.Mana masih terhitung pagi lagi. ‘Waktu cepatlah berlalu aku ingin cepat terlepas dari Tuan yang menyebalkan ini’, begitu kira-kira isi hati Kirana. “Malu?” Ragendra berdecak jengkel. “Tuan anda belum sarapan kan?” tanya Kirana untuk mengalihkan topik pembicaraan. “Siapa bilang? Sudah kok, tadi Lolita yang menyuapiku,” ujar Ragendra. Mendengar hal itu, tak tahu kenapa tapi Kirana merasa kesal. “Itu kan tugas saya? Kenapa Nona Loli yang melakukannya?” ucap Kirana raut wajahnya tampak cemberut, dia bahkan memonyongkan bibir saking jengkelnya. Ragendra memicingkan mata. “Kenapa marah? Cemburu hem?” sudut bibirnya terangkat. “Bu bukan! Bukan begitu Tuan, hanya saja saya merasa kalau saya jadi kurang kerjaan,” sahut Kirana cepat dengan raut panik. “Masa?” Ragendra semakin menatapnya penuh selidik, membuat Kirana salah tingkah. “I iya begitulah.” Kirana garuk-garuk pipi. “Ouh begitu. Ya sudah lah,” dari nada bicaranya tampak Ragendra kesal, dia memutar roda kursi rodanya untuk kembali masuk ke dalam rumah. “Eh biar saya saja!” dengan cepat Kirana mengambil alih, dan mendorong kursi roda. “Antar saya ke ruang kerja!” ucap Ragendra ketus. “Siap!” sahut Kirana. Dia sudah tahu letaknya, karena Deri sudah memberitahukan sebelumnya. Ruang Kerja Di dalam ruang kerja, Kirana hanya duduk di sofa memperhatikan Ragendra yang fokus mengerjakan sesuatu di laptopnya. Rasanya sampai ngantuk, jadi dia memutuskan untuk main game pertanian favoritnya saja. Tok tok tok Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Kirana berdiri untuk membuka pintu,sementara Ragendra hanya melirik Kirana sekilas, lalu kembali fokus bekerja. Ceklek Pintu dibuka oleh Kirana,menampakan Diri yang berdiri dengan tegap dan raut datar. “Serius amat Pak Deri, senyum dong dikit biar tambah ganteng,” goda Kirana, hanya bercanda saja. Deri melotot mendengar perkataan Kirana, lalu melirik ke arah Ragendra yang tampak menatapnya dengan sorot mata yang tajam. “Ish mahal amat ya senyum Pak Deri? Bukannya senyum itu ibadah?” goda Kirana kembali, kali ini diiringi senyuman manis. “Nona Kirana tolong jangan goda saya,” desah Deri dengan raut gusar. “Ish baper ya?” Kirana terkekeh kecil dan kembali masuk. Saat tak sengaja melihat ke arah Ragendra, Tuannya itu tampak menatapnya tajam dan terlihat kesal.Kirana tersenyum kecil kepada Ragendra, yang sama sekali tak ditanggapi dengan baik. Malah mengatakan hal yang pedas nyelekit dan membuat Kirana sakit hati. “Dasar w*************a! Jangan kau goda orang kepercayaanku!” sinis Ragendra dengan nada dingin. Kirana mengatupkan bibir, dengan mata berkaca-kaca,dia sakit hati. Deri yang sudah menutup pintu terkejut melihat kemarahan Ragendra.”Tuan Nona Kirana hanya bercanda,” belanya. “Apa kalian pacaran? Sehingga kamu membelanya?” sinis Ragendra, yang menatap kesal Kirana dan Deri bergantian. “Tidak!” sahut Deri cepat. “Iya!” sahut Kirana asal ceplos karena kesal kepada Ragendra. Deri langsung menoleh dengan muka sedikit memucat, wanita ini aneh-aneh saja, pikirnya. Ragendra meremas dokumen yang dipegangnya sampai kusut. “Dasar penggoda! Sudah punya anak dan suami masih saja menggoda pria lain!” Kirana dan Deri saling tatap. “Tuan!” Kirana terkejut dengan reaksi Ragendra, masa candaannya dianggap serius! “Kupecat Kau sekarang juga!” Ragendra membuang muka tak mau melihat ke arah Kirana dan Deri. “Siapa yang dipecat?” tanya Kirana cemas. Meski sempat tak ingin kerja dengan Ragendra karena masa lalu, tapi mendengar kata pecat ternyata sedih juga. Apalagi mencari pekerjaan di zaman sekarang sangatlah sulit. Bayangan putra kecilnya seketika berkelebat, dia butuh pekerjaan untuk menghidupi anaknya. Dia adalah singgel mom, tak boleh menganggur. Kalau menganggur siapa yang akan menghidupi dirinya dan anaknya. “Tuan!” Deri menatap Ragendra. “Mau membelanya heh!” ketus Ragendra, ya sudah kamu juga pergi sana!” sepertinya Ragendra benar-benar marah. Deri menunduk lesu dan menghampiri Ragendra. “Tuan!” Kirana menatap lekat Ragendra. “Sudah sana pergi, Aku sudah memecat kamu!” ketus Ragendra. Kirana mengembuskan napas pelan. Apakah Ragendra benar-benar memecat Kirana? Apa yang akan Kirana lakukan? Apakah dia akan benar-benar pergi atau berusaha membujuk Ragendra agar tak memecatnya? Setidaknya itu yang Ragendra harapkan, Kirana membujuknya untuk tak jadi dipecat. “Pergi!” ulang Ragendra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN